DARI segi silsilah, darah biru tak mengalir pada dirinya. Tapi predikat sebagai rajo gamolan pering melekat pada namanya.
Syapril Yamin (LAMPUNG POST/HENDRIVAN GUMAY)
Berkat kepiawaiannya membuat hingga memainkan alat musik tabuh khas Lampung tersebut, Mamak Lil, sapaan akrab Syapril Yamin, menjadikan dirinya sebagai tokoh tertinggi dalam dunia seni yang ia geluti sejak dini.
Pemberian gelar raja pada sosok tertentu bukanlah hal asing dalam dunia penggiat sastra, seni, dan budaya. Pada budaya musik pop pemberian gelar the king diberikan kepada sosok legendaris seperti Elvis Presly atas kiprahnya dalam musik rock and roll. Michael Jackson pun mendapat gelar ?King Of Pop? lantaran eksistensinya sebagai musisi pop dekade 1980?1990-an.
Di Lampung, kita mengenal sosok Isbedy Stiawan Z.S. sebagai Paus Sastra Lampung. Nah, dalam dunia seni musik tradisional khas masyarakat Lampung, gelar Rajo disematkan para seniman lokal pada putra asli Desa Kembahang, Kecamatan Batubrak, Kabupaten Lampung Barat.
Kepiawaian Mamak Lil membuat hingga memainkan gamolan pering ia tunjukan kepada Lampung Post saat berkunjung ke kediamannya di Perumahan Tirtayasa Indah No. 84, Kecamatan Sukabumi, Bandar Lampung, beberapa waktu lalu.
Pada sebuah ruang berukuran 2 x 6 meter persegi, pria berkumis tebal ini mengayunkan goloknya pada sebilah bambu yang ia pegang. Ruas bambu yang sebelumnya telah diserut hingga pada sisi luar terlihat mengilap itu dipapras pada bagian tengah dari sisi dalam bambu.
Pemaprasan dilakukan hingga ketebalan tertentu. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan perhitungan cermat sebagai buah pengalaman dan jam terbang yang menghasilkan kecerdasan intuitif pada sosok Mamak Lil.
Aktivitas Mamak Lil di siang hari yang terik itu terus berlanjut. Butir-butir keringat mulai bercucuran dari dahinya yang sawo matang. Sejurus kemudian Mamak Lil menghentikan paprasannya.
Ia mendekatkan bilahan bambu itu ke telinganya. Bagian tengah bambu disentil-sentil hingga menghasilkan bunyi yang dikenalnya sebagai nada tertentu. Telunjuk dan ibu jarinya berpindah-pindah tempat dalam memegang ruas bambu hingga menghasilkan nada paling tinggi.
Jika pemaprasan pada bagian tengah laras terlalu tipis, nada yang dihasilkan bisa terlalu rendah. Jika ketebalan, nada pun akan terlalu tinggi. Proses yang saya lakukan ini mencari ruas nada pada laras bambu. Ketebalan yang sempurna dan ketepatan dalam menemukan titik laras nada adalah kunci menghasilkan nada yang sesuai dan telah kita tentukan sebelumnya. Kondisi emosi kita pun harus tenang, jika tidak hasil pemaprasan jadi kacau, kata dia.
Di ruang tak terlalu besar yang terletak dan berimpitan dengan kediamannya inilah Mamak Lil menempatkan Sanggar Mamak Lil tempat ia bekerja menciptakan gamolan. Di sinilah suami dari Hidup Amir ini memapras ratusan bilah bambu dan mengolahnya menjadi alat musik yang mampu memproduksi nada-nada indah tatkala ditabuh dengan ketukan dan rima yang tepat.
Mamak Lil mulai memproduksi gamolan secara massal sejak 1995. Jika ditaksir, hingga kini jumlah gamolan yang tercipta mencapai kisaran 2.000 hingga 3.000 unit. Semuanya tersebar di berbagai pelosok Lampung. Pada lembaga sekolah maupun sanggar-sanggar kesenian. Proses produksi pertama kali berjumlah 250 unit berdasarkan permintaan pemerintah daerah Kabupaten Lampung Barat ketika itu.
Gamolan pering atau kini dikenal dengan istilah cetik merupakan alat musik yaang terdiri dari tujuh ruas bambu (dalam bahasa Lampung cetik, red) yang ditempatkan pada sebilah bambu bulat yang berfungsi sebagai tempat resonansi suara.
Tanpa Fa
Alat musik gamolan mampu menghasilkan enam nada, do, re, mi, sol, la, si, dan do. Sementara satu ruas lagi berfungsi sebagai ritem atau dana pengalih. Memang tidak ada nada fa dalam gamolan pering, ujarnya.
Tentu gelar Rajo tak akan tersemat jika Mamak Lil hanya mampu membuat gamolan pering. Kemahirannya dalam menabuh alat musik warisan leluhurnya dari kebudayaan Sekala Brak di Gunung Pesagi, Lampung Barat, ini adalah sebab utama. Sekitar 1998 hingga 1999, alat musik tradisional ini memperoleh momentumnya untuk dikenal secara luas. Namun ketika itu, ujarnya, seniman di sini tidak mendapatkan sosok yang bisa memainkan gamolan pering. Hingga muncul sosoknya, sejak saat ini istilah, pawang, pangeran hingga rajo gamolan pering melekat pada dirinya.
Menurut dia, ada beberapa bentuk tabuhan orisinal dalam memainkan gamolan pering; di antaranya tabuhan sambai agung, tabuh sekeli, tabuh jarang, tabuh labung angin. Tetabuhan ini dikuasai sepenuhnya oleh Mamak Lil. Sebagai seniman pun ia telah mengaryakan beberapa tabuhan, seperti tabuhan tari, tabuh alaw-alaw kembahang, dan tabuh hiwang. Namun, dirinya adalah seniman yang belajar berkesenian secara autodidak.
Dia tak mengenal partitur. Belajar gamolan atas tuntunan sang ayah sedari sekolah dasar. Ia belajar dengan melihat, mendengar, bahkan dituntun langsung sang ayah. Dalam belajar dulu saya dipangku ayah, kedua tangan saya dipegang lalu dituntun untuk menabuh, kenangnya.
Di Desa Kembahang yang terletak 8 kilometer sebelum ibu kota Lampung Barat, Liwa, beberapa keluarga secara turun-temurun menghiasi seni membuat hingga memainkan gamolan pering. Di kampungnya kala itu mungkin hanya tiga, Mat Zubairi sang ayah dan beberapa tetua kampung lainnya.
Di pagi hari hingga zuhur ayah saya bertani. Sepulang ke rumah dari bada zuhur hingga asar ayahanda membuat gamolan untuk dimainkan dan dikoleksi sendiri, kata dia.
Konsisten
Mamak Lil konsisten melestarikan gamolan Lampung. Dia mendedikasikan hidupnya, aktivitas kesehariannya untuk membuat gamolan Lampung meskipun sangat tidak menjanjikan secara ekonomi. Dedikasinya terhadap gamolan juga membuahkan banyak penghargaan. Salah satunya dari grup media nasional MNC menobatkannya sebagai salah satu pahlawan nusantara di era modern.
Dia juga menjadi duta budaya Astra untuk desa budaya di Merbaumataram, Lampung Selatan. Pada program ini Mamak Lil bertugas mengajarkan gamolan pering pada penduduk yang sebagian besar pendatang.
Mamak Lil bisa dibilang sebagai makhluk langka karena eksistensi pembuat gamolan pering atau yang menguasai tabuhan orisinalnya sangat langka, termasuk di Lampung Barat tempat alat musik ini berasal. Kondisi ini diperparah dengan minimnya anak muda yang serius belajar membuat atau memainkan gamolan pering.
Dia mengisahkan, dirinya mulai memainkan gamolan ketika masuk SMPN 1 Liwa. Atas kepiawaiannya ini, sanak famili dan tetangga di pekon kerap memintanya bermain gamolan di acara adat, terutama acara pernikahan. Dulu belum ada organ tunggal ataupun alat musik modern lainnya sehingga musik tradisional masih menjadi hiburan masyarakat di sana.
Pada masa tersebut ia tak hanya fokus pada gamolan saja. Alat musik tradisional lain, seperti gambus lunik, serdam, sastra tutur, dan talau balak juga ia dalami. Keasyikan pada dunianya membuat Syapril kecil sempat tak lanjut SMP hingga dua tahun.
Usai meneruskan kembali dan memperoleh ijazah SMP, Sapril melanjutkan sekolah di Tanjungkarang, tepatnya di SMAN 1 Telukbetung ketika itu. Dalam berkesenian di Bandar Lampung ia menemukan tempatnya. Syapril bergabung dalam Sanggar Pesagih Belalaw.
Pada 1995, ia diminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) ketika itu untuk melakukan studi komparasi pembuatan alat musik bambu di Saung Bambu Bandung selama dua mingu. Sepulang dari sanalah dirinya mulai memproduksi gamolan dalam jumlah besar hingga sekarang.
Tanpa Penerus
Namun, seorang Rajo pun harus memiliki putra mahkota sebagai sang penerus. Dalam hal gamolan pering, Mamak Lil belum menemukan sosok sebagai penerus dirinya dalam berkesenian tradisional musik Lampung. Dia tidak menemukan hal itu pada anak-anaknya ataupun orang lain.
Berkesenian di Lampung, menurutnya, belum bisa dijadikan sumber penghasilan hidup. Ia pun terus menekuni seni gamolan pering karena tidak ada pilihan lain selain berusaha menjaga dan merawat sekaligus melestarikan budaya warisan leluhur. Ini adalah tanggung jawabnya. Dan Mamak Lil pun sudah menetapkan pilihannya, mendedikasikan hidupnya untuk gamolan Lampung.
Kita generasi peneruslah yang mestinya belajar mencintai dan melestarikan gamolan ini agar tidak punah. (ABDUL GOFUR/S-2)
BIODATA
Nama : Syapril Yamin
Tempat Lahir : Desa Kembahang, Kecamatan Batuberak, Lampung Barat
Tanggal Lahir : 1989
Istri: Hidup Amir
Anak :
1. Abelia Marta Dini
2. Abelia Dina Diana
3. Ahmad Dino Alfanurin
Riwayat Pendidikan :
- SDN 1 Kembahang
- SMPN 1 Liwa
- SMAN 1 Telukbetung
Penghargaan :
- Pelestari Budaya Tradisional Lampung dari Gubernur Lampung tahun 2008 dan 2011.
- Satyalancana Budaya dari Pangeran Edward Pernong tahun 2012
Sumber: Lampung Post, Rabu, 16 Oktober 2012
Syapril Yamin (LAMPUNG POST/HENDRIVAN GUMAY)
Berkat kepiawaiannya membuat hingga memainkan alat musik tabuh khas Lampung tersebut, Mamak Lil, sapaan akrab Syapril Yamin, menjadikan dirinya sebagai tokoh tertinggi dalam dunia seni yang ia geluti sejak dini.
Pemberian gelar raja pada sosok tertentu bukanlah hal asing dalam dunia penggiat sastra, seni, dan budaya. Pada budaya musik pop pemberian gelar the king diberikan kepada sosok legendaris seperti Elvis Presly atas kiprahnya dalam musik rock and roll. Michael Jackson pun mendapat gelar ?King Of Pop? lantaran eksistensinya sebagai musisi pop dekade 1980?1990-an.
Di Lampung, kita mengenal sosok Isbedy Stiawan Z.S. sebagai Paus Sastra Lampung. Nah, dalam dunia seni musik tradisional khas masyarakat Lampung, gelar Rajo disematkan para seniman lokal pada putra asli Desa Kembahang, Kecamatan Batubrak, Kabupaten Lampung Barat.
Kepiawaian Mamak Lil membuat hingga memainkan gamolan pering ia tunjukan kepada Lampung Post saat berkunjung ke kediamannya di Perumahan Tirtayasa Indah No. 84, Kecamatan Sukabumi, Bandar Lampung, beberapa waktu lalu.
Pada sebuah ruang berukuran 2 x 6 meter persegi, pria berkumis tebal ini mengayunkan goloknya pada sebilah bambu yang ia pegang. Ruas bambu yang sebelumnya telah diserut hingga pada sisi luar terlihat mengilap itu dipapras pada bagian tengah dari sisi dalam bambu.
Pemaprasan dilakukan hingga ketebalan tertentu. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan perhitungan cermat sebagai buah pengalaman dan jam terbang yang menghasilkan kecerdasan intuitif pada sosok Mamak Lil.
Aktivitas Mamak Lil di siang hari yang terik itu terus berlanjut. Butir-butir keringat mulai bercucuran dari dahinya yang sawo matang. Sejurus kemudian Mamak Lil menghentikan paprasannya.
Ia mendekatkan bilahan bambu itu ke telinganya. Bagian tengah bambu disentil-sentil hingga menghasilkan bunyi yang dikenalnya sebagai nada tertentu. Telunjuk dan ibu jarinya berpindah-pindah tempat dalam memegang ruas bambu hingga menghasilkan nada paling tinggi.
Jika pemaprasan pada bagian tengah laras terlalu tipis, nada yang dihasilkan bisa terlalu rendah. Jika ketebalan, nada pun akan terlalu tinggi. Proses yang saya lakukan ini mencari ruas nada pada laras bambu. Ketebalan yang sempurna dan ketepatan dalam menemukan titik laras nada adalah kunci menghasilkan nada yang sesuai dan telah kita tentukan sebelumnya. Kondisi emosi kita pun harus tenang, jika tidak hasil pemaprasan jadi kacau, kata dia.
Di ruang tak terlalu besar yang terletak dan berimpitan dengan kediamannya inilah Mamak Lil menempatkan Sanggar Mamak Lil tempat ia bekerja menciptakan gamolan. Di sinilah suami dari Hidup Amir ini memapras ratusan bilah bambu dan mengolahnya menjadi alat musik yang mampu memproduksi nada-nada indah tatkala ditabuh dengan ketukan dan rima yang tepat.
Mamak Lil mulai memproduksi gamolan secara massal sejak 1995. Jika ditaksir, hingga kini jumlah gamolan yang tercipta mencapai kisaran 2.000 hingga 3.000 unit. Semuanya tersebar di berbagai pelosok Lampung. Pada lembaga sekolah maupun sanggar-sanggar kesenian. Proses produksi pertama kali berjumlah 250 unit berdasarkan permintaan pemerintah daerah Kabupaten Lampung Barat ketika itu.
Gamolan pering atau kini dikenal dengan istilah cetik merupakan alat musik yaang terdiri dari tujuh ruas bambu (dalam bahasa Lampung cetik, red) yang ditempatkan pada sebilah bambu bulat yang berfungsi sebagai tempat resonansi suara.
Tanpa Fa
Alat musik gamolan mampu menghasilkan enam nada, do, re, mi, sol, la, si, dan do. Sementara satu ruas lagi berfungsi sebagai ritem atau dana pengalih. Memang tidak ada nada fa dalam gamolan pering, ujarnya.
Tentu gelar Rajo tak akan tersemat jika Mamak Lil hanya mampu membuat gamolan pering. Kemahirannya dalam menabuh alat musik warisan leluhurnya dari kebudayaan Sekala Brak di Gunung Pesagi, Lampung Barat, ini adalah sebab utama. Sekitar 1998 hingga 1999, alat musik tradisional ini memperoleh momentumnya untuk dikenal secara luas. Namun ketika itu, ujarnya, seniman di sini tidak mendapatkan sosok yang bisa memainkan gamolan pering. Hingga muncul sosoknya, sejak saat ini istilah, pawang, pangeran hingga rajo gamolan pering melekat pada dirinya.
Menurut dia, ada beberapa bentuk tabuhan orisinal dalam memainkan gamolan pering; di antaranya tabuhan sambai agung, tabuh sekeli, tabuh jarang, tabuh labung angin. Tetabuhan ini dikuasai sepenuhnya oleh Mamak Lil. Sebagai seniman pun ia telah mengaryakan beberapa tabuhan, seperti tabuhan tari, tabuh alaw-alaw kembahang, dan tabuh hiwang. Namun, dirinya adalah seniman yang belajar berkesenian secara autodidak.
Dia tak mengenal partitur. Belajar gamolan atas tuntunan sang ayah sedari sekolah dasar. Ia belajar dengan melihat, mendengar, bahkan dituntun langsung sang ayah. Dalam belajar dulu saya dipangku ayah, kedua tangan saya dipegang lalu dituntun untuk menabuh, kenangnya.
Di Desa Kembahang yang terletak 8 kilometer sebelum ibu kota Lampung Barat, Liwa, beberapa keluarga secara turun-temurun menghiasi seni membuat hingga memainkan gamolan pering. Di kampungnya kala itu mungkin hanya tiga, Mat Zubairi sang ayah dan beberapa tetua kampung lainnya.
Di pagi hari hingga zuhur ayah saya bertani. Sepulang ke rumah dari bada zuhur hingga asar ayahanda membuat gamolan untuk dimainkan dan dikoleksi sendiri, kata dia.
Konsisten
Mamak Lil konsisten melestarikan gamolan Lampung. Dia mendedikasikan hidupnya, aktivitas kesehariannya untuk membuat gamolan Lampung meskipun sangat tidak menjanjikan secara ekonomi. Dedikasinya terhadap gamolan juga membuahkan banyak penghargaan. Salah satunya dari grup media nasional MNC menobatkannya sebagai salah satu pahlawan nusantara di era modern.
Dia juga menjadi duta budaya Astra untuk desa budaya di Merbaumataram, Lampung Selatan. Pada program ini Mamak Lil bertugas mengajarkan gamolan pering pada penduduk yang sebagian besar pendatang.
Mamak Lil bisa dibilang sebagai makhluk langka karena eksistensi pembuat gamolan pering atau yang menguasai tabuhan orisinalnya sangat langka, termasuk di Lampung Barat tempat alat musik ini berasal. Kondisi ini diperparah dengan minimnya anak muda yang serius belajar membuat atau memainkan gamolan pering.
Dia mengisahkan, dirinya mulai memainkan gamolan ketika masuk SMPN 1 Liwa. Atas kepiawaiannya ini, sanak famili dan tetangga di pekon kerap memintanya bermain gamolan di acara adat, terutama acara pernikahan. Dulu belum ada organ tunggal ataupun alat musik modern lainnya sehingga musik tradisional masih menjadi hiburan masyarakat di sana.
Pada masa tersebut ia tak hanya fokus pada gamolan saja. Alat musik tradisional lain, seperti gambus lunik, serdam, sastra tutur, dan talau balak juga ia dalami. Keasyikan pada dunianya membuat Syapril kecil sempat tak lanjut SMP hingga dua tahun.
Usai meneruskan kembali dan memperoleh ijazah SMP, Sapril melanjutkan sekolah di Tanjungkarang, tepatnya di SMAN 1 Telukbetung ketika itu. Dalam berkesenian di Bandar Lampung ia menemukan tempatnya. Syapril bergabung dalam Sanggar Pesagih Belalaw.
Pada 1995, ia diminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) ketika itu untuk melakukan studi komparasi pembuatan alat musik bambu di Saung Bambu Bandung selama dua mingu. Sepulang dari sanalah dirinya mulai memproduksi gamolan dalam jumlah besar hingga sekarang.
Tanpa Penerus
Namun, seorang Rajo pun harus memiliki putra mahkota sebagai sang penerus. Dalam hal gamolan pering, Mamak Lil belum menemukan sosok sebagai penerus dirinya dalam berkesenian tradisional musik Lampung. Dia tidak menemukan hal itu pada anak-anaknya ataupun orang lain.
Berkesenian di Lampung, menurutnya, belum bisa dijadikan sumber penghasilan hidup. Ia pun terus menekuni seni gamolan pering karena tidak ada pilihan lain selain berusaha menjaga dan merawat sekaligus melestarikan budaya warisan leluhur. Ini adalah tanggung jawabnya. Dan Mamak Lil pun sudah menetapkan pilihannya, mendedikasikan hidupnya untuk gamolan Lampung.
Kita generasi peneruslah yang mestinya belajar mencintai dan melestarikan gamolan ini agar tidak punah. (ABDUL GOFUR/S-2)
BIODATA
Nama : Syapril Yamin
Tempat Lahir : Desa Kembahang, Kecamatan Batuberak, Lampung Barat
Tanggal Lahir : 1989
Istri: Hidup Amir
Anak :
1. Abelia Marta Dini
2. Abelia Dina Diana
3. Ahmad Dino Alfanurin
Riwayat Pendidikan :
- SDN 1 Kembahang
- SMPN 1 Liwa
- SMAN 1 Telukbetung
Penghargaan :
- Pelestari Budaya Tradisional Lampung dari Gubernur Lampung tahun 2008 dan 2011.
- Satyalancana Budaya dari Pangeran Edward Pernong tahun 2012
Sumber: Lampung Post, Rabu, 16 Oktober 2012
No comments:
Post a Comment