BANDAR LAMPUNG (Lampost): Gamolan Lampung kini go international. Alat musik yang terbuat dari bambu (pring) betung itu dipresentasikan oleh Margaret J. Kartomi dalam seminar internasional gamolan dan kebudayaan Lampung dan pameran 1.000 foto mengenai Lampung di Melbourne, Australia, baru-baru ini.
"Kami bersyukur gamolan Lampung kini sudah mendunia," kata peneliti gamolan dari Universitas Lampung (Unila) Hasyimkan, didampingi Duta Gamolan Lampung Fajar Ramadhan Muchtar dan kurator gamolan Teguh Hartono Patriantoro, saat berkunjung ke Lampung Post, Senin (1-10).
Selanjutnya, Hasyimkan mengatakan dalam seminar tersebut gamolan mendapat tanggapan positif peserta yang hadir dari kalangan akademisi, pengamat, dan pelaku seni di negara tersebut.
Ia menyebutkan sebenarnya gamolan sudah populer di mancanegara dan mulai dikenal masyarakat di Negeri Kanguru sejak 1985. "Profesor Margaret J. Kartomilah yang memperekenalkan gamolan. Beliau telah mendedikasikan hidupnya untuk menelusuri kesenian ini," ujar dia.
Guru besar Indonesian Arts Society dari Departement of Music Monash University ini menilai gamolan yang berasal dari Liwa, Lampung Barat, ini sangat unik. Karena, alat musik tunggal hanya memiliki instrumen lima skala nada pokok, yakni, do, re, mi, sol, dan la serta dimainkan dengan menggunakan tabuh yang terbuat dari bambu.
"Kendati alat musik tunggal, gamolan mampu menjadi pengiring berbagai lagu dan tarian," kata kurator gamolan Lampung Teguh Hartono Patriantoro menambahkan.
Selain di Australia, gamolan kini juga diperkenalkan di Amerika Serikat. Pada Juni lalu, 10 mahasiswa seni dari University of Kentucky mempelajari alat musik trasional karya adiluhung orang Lampung ini.
"Sebelumnya, empat mahasiswa dari Deakin University Australia juga belajar gamolan di sini," kata Hasyimkan, yang juga dosen seni musik Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unila ini.
Ia menjelaskan instrumen musik hasil peninggalan budaya Ratu Melinting pada abad XVI dulu dikenal dengan nama cetik.
Biasanya alat musik ini disuguhkan pada acara adat (begawi) untuk menyambut tamu-tamu agung. Sedangkan penarinya terdiri dari keluarga Ratu atau bangsawan Melinting. "Walaupun alat musik ini hanya ditabuh sendiri, suaranya sangat indah dan khas," ujar dia.
Sementara Duta Gamolan Lampung Fajar Ramadhan Muchtar mengaku bangga Lampung memiliki alat musik tradisional ini. Sebagai duta gomalan, ia bersama Kemal Sjachdinata dan Hasyimkan berkomitmen akan memperkenalkan instrumen ke berbagai negara.
Tak hanya itu, pihaknya juga telah mendaftarkan gamolan Lampung ke Hak Kekayaan Intelektual (Haki) supaya tidak diklaim oleh negara lain. Ia juga mengajak generasi muda untuk belajar dan mencintai alat musik ini dengan menggelar berbagai event.
Salah satunya dengan digelarnya Festival Gamolan Lampung di Hotel Sahid pada Jumat (5-10) mendatang. "Kami mengharapkan masyarakat berpartisipasi dalam event ini," kata dia.
Sumber: Lampung Post, Selasa, 2 Oktober 2012
"Kami bersyukur gamolan Lampung kini sudah mendunia," kata peneliti gamolan dari Universitas Lampung (Unila) Hasyimkan, didampingi Duta Gamolan Lampung Fajar Ramadhan Muchtar dan kurator gamolan Teguh Hartono Patriantoro, saat berkunjung ke Lampung Post, Senin (1-10).
Selanjutnya, Hasyimkan mengatakan dalam seminar tersebut gamolan mendapat tanggapan positif peserta yang hadir dari kalangan akademisi, pengamat, dan pelaku seni di negara tersebut.
Ia menyebutkan sebenarnya gamolan sudah populer di mancanegara dan mulai dikenal masyarakat di Negeri Kanguru sejak 1985. "Profesor Margaret J. Kartomilah yang memperekenalkan gamolan. Beliau telah mendedikasikan hidupnya untuk menelusuri kesenian ini," ujar dia.
Guru besar Indonesian Arts Society dari Departement of Music Monash University ini menilai gamolan yang berasal dari Liwa, Lampung Barat, ini sangat unik. Karena, alat musik tunggal hanya memiliki instrumen lima skala nada pokok, yakni, do, re, mi, sol, dan la serta dimainkan dengan menggunakan tabuh yang terbuat dari bambu.
"Kendati alat musik tunggal, gamolan mampu menjadi pengiring berbagai lagu dan tarian," kata kurator gamolan Lampung Teguh Hartono Patriantoro menambahkan.
Selain di Australia, gamolan kini juga diperkenalkan di Amerika Serikat. Pada Juni lalu, 10 mahasiswa seni dari University of Kentucky mempelajari alat musik trasional karya adiluhung orang Lampung ini.
"Sebelumnya, empat mahasiswa dari Deakin University Australia juga belajar gamolan di sini," kata Hasyimkan, yang juga dosen seni musik Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unila ini.
Ia menjelaskan instrumen musik hasil peninggalan budaya Ratu Melinting pada abad XVI dulu dikenal dengan nama cetik.
Biasanya alat musik ini disuguhkan pada acara adat (begawi) untuk menyambut tamu-tamu agung. Sedangkan penarinya terdiri dari keluarga Ratu atau bangsawan Melinting. "Walaupun alat musik ini hanya ditabuh sendiri, suaranya sangat indah dan khas," ujar dia.
Sementara Duta Gamolan Lampung Fajar Ramadhan Muchtar mengaku bangga Lampung memiliki alat musik tradisional ini. Sebagai duta gomalan, ia bersama Kemal Sjachdinata dan Hasyimkan berkomitmen akan memperkenalkan instrumen ke berbagai negara.
Tak hanya itu, pihaknya juga telah mendaftarkan gamolan Lampung ke Hak Kekayaan Intelektual (Haki) supaya tidak diklaim oleh negara lain. Ia juga mengajak generasi muda untuk belajar dan mencintai alat musik ini dengan menggelar berbagai event.
Salah satunya dengan digelarnya Festival Gamolan Lampung di Hotel Sahid pada Jumat (5-10) mendatang. "Kami mengharapkan masyarakat berpartisipasi dalam event ini," kata dia.
Sumber: Lampung Post, Selasa, 2 Oktober 2012
No comments:
Post a Comment