KESIBUKAN sebagai ibu rumah tangga, mengajar di sekolah, Sri Rahayu tetap mengisi setiap jeda waktunya dengan menulis. Pengalaman pibadi adalah tema paling mudah.
Sri Rahayu atau yang lebih dikenal dengan nama pena Naqiyyah Syam, sudah menghasilkan 30-an judul buku. Ada yang ditulis sendiri, berdua, atau keroyokan dengan banyak penulis lain.
Buku yang ditulis bertema perempuan, keluarga, anak, dan kumpulan cerita anak. "Kalau buku yang ditulis sendiri baru satu judul. Lainnya, berdua atau beramai-ramai," kata Sri.
Sebagai ibu rumah tangga, Sri tergolong sangat sibuk. Selain mengurus suami dan satu anak, dia pun mengajar di SDIT Permata Bunda, Sukarame. Jam mengajar sejak pagi hingga sore. Namun, di sela kesibukannya itu dia masih meluangkan waktu untuk membuat tulisan sampai dua halaman per hari.
Menyiasati waktu menulis dengan mengetik di ponsel saat menjaga anak di rumah. Dia tidak bisa mengetik di laptop saat anak belum tidur. ?Kalau kita buka laptop waktu anak belum tidur, malah dia yang maenin. Makanya ngetiknya di handphone sambil menjaga anak. Kemudian setelah anak tidur, baru tulisan diperbaiki di laptop,? kata perempuan kelahiran Jambi, 32 tahun silam ini.
Bila sudah ditarget untuk menyelesaikan naskah buku, Sri bisa menulis sebanyak 40 halaman dalam waktu satu minggu. Itu sudah termasuk mencari dan membaca referensi sebagai bahan guna memperkaya tulisan.
Untuk satu buku yang dibuat bersama penulis yang lain, ibu satu anak ini bisa mendapatkan honor mencapai Rp1 juta. Selain itu, ada honor tambahan dengan menulis di media cetak, koran, dan majalah. Bahkan Sri kerap ikut lomba penulisan dan pernah beberapa kali mendapat juara. Juara tentu mendapat hadiah berupa uang tunai juga.
Menurutnya, ibu rumah tangga yang sibuk sekalipun masih bisa terus produktif untuk berkarya lewat tulisan. Tulisan yang paling mudah adalah tema yang paling dikuasai, misalnya seputar rumah tangga dan anak. Pengalaman pribadi sebagai ibu yang mengurus anak dan keluarga membuat tulisan lebih mudah mengalir.
Beberapa buku yang dibuat Sri dan beberapa penulis lain, misalnya soal pengalaman melahirkan, mengatasi anak yang sakit, dan bagaimana mempersiapkan anak soleh. Tema yang ditulis lebih pada pengalaman pribadi yang kemudian dibukukan untuk berbagi dengan ibu-ibu rumah tangga yang lain.
Dia menceritakan tema-tema buku yang dibuat berawal dari obrolan online dengan penulis lain. Misalnya saat akan menulis buku soal pengalaman melahirkan. Selama ini belum ada buku yang bercerita bagaimana pengalaman melahirkan dan cara mempersiapkannya. Padahal buku ini penting karena banyak calon ibu yang ketakutan sebelum melahirkan. ?Akhirnya kita diskusi sebentar dan menghubungi beberapa penulis. Dalam waktu beberapa bulan jadilah buku yang dipakai untuk media berbagi para ibu,? katanya.
Semua ibu rumah tangga bisa menulis dan membuat buku. Dengan menulis tema-tema yang sudah dikuasi dan memang pengalaman sendiri. Misalnya soal anak, keluarga, dan hobi. Sebagai ibu rumah tangga, tugas memang tidak akan ada habisnya. Perlu tekad dan keinginan untuk bisa menulis dan menyelesaikannya menjadi sebuah buku.
Bagi Sri, menulis bukan sekadar mengejar materi. Menulis adalah usaha untuk menyebarkan gagasan dan ide kepada orang lain. Ide-ide yang baik itulah yang perlu dibagi dan ditularkan supaya bisa memberi pencerahan dan kebaikan.
Dia pun ingin membagi keterampilannya itu kepada orang lain. Salah satunya adalah berbagi pengalaman dalam komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) di Lampung dan Forum Lingkar Pena (FLP) Lampung.
Sarjana kehutanan ini berencana membuat sekolah informal yang khusus mengajarkan keterampilan menulis. Lewat sekolah inilah dia ingin menularkan virus menulis dan berkarya lewat buku.
Dia menceritakan di Lampung belum ada sekolah menulis. Tidak seperti di Jawa yang sudah lebih dahulu dan banyak bermunculan sekolah informal tersebut. Bahkan ada yang sudah disatukan sebagai kegiatan tambahan di luar jam sekolah.
Lewat sekolah menulis yang memiliki kurikulum, maka anak-anak akan mendapatkan materi dan pratek langsung untuk menulis, puisi, cerpen, bahkan novel.
?Sekolah ini ibarat membimbing seperti mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi. Peserta sekolah dibimbing sampai bisa menghasilkan karya, baik cerpen atau buku,? kata istri Ahmad Suryanto ini. Selama ini, anak-anak dan pelajar hanya mendapatkan pelatihan singkat. Pelatihan memang baik, tapi tidak terlalu efektif sampai mereka bisa menghasilkan karya. Lewat sekolah menulis, pelajar akan dibimbing sampai bisa dan mampu berkaya hingga menerbitkan karyanya.
Ketertarikan Sri dengan dunia menulis dimulai sejak SD. Kedua orang tuanyalah yang menumbuhkan hobi itu melalui buku-buku cerita yang dibeli untuknya. Buku cerita anak dan majalah anak sudah mulai dibaca sejak SD.
Saat masih kecil, ayah Sri kerap memangkunya sambil membaca koran. Pengalaman inilah yang terekam dalam ingatannya. Virus membaca dari ayahnya inilah yang juga membuatnya senang membaca buku dan koran.
?Orang tua sudah mengajarkan untuk gemar membaca sejak kecil. Dari SD saya sudah mulai menulis cerita dan puisi, dan berlanjut hingga ke perguruan tinggi,? kata bungsu dari lima bersaudara ini.
Sumber: Lampung Post, Minggu, 14 Oktober 2012
Sri Rahayu atau yang lebih dikenal dengan nama pena Naqiyyah Syam, sudah menghasilkan 30-an judul buku. Ada yang ditulis sendiri, berdua, atau keroyokan dengan banyak penulis lain.
Buku yang ditulis bertema perempuan, keluarga, anak, dan kumpulan cerita anak. "Kalau buku yang ditulis sendiri baru satu judul. Lainnya, berdua atau beramai-ramai," kata Sri.
Sebagai ibu rumah tangga, Sri tergolong sangat sibuk. Selain mengurus suami dan satu anak, dia pun mengajar di SDIT Permata Bunda, Sukarame. Jam mengajar sejak pagi hingga sore. Namun, di sela kesibukannya itu dia masih meluangkan waktu untuk membuat tulisan sampai dua halaman per hari.
Menyiasati waktu menulis dengan mengetik di ponsel saat menjaga anak di rumah. Dia tidak bisa mengetik di laptop saat anak belum tidur. ?Kalau kita buka laptop waktu anak belum tidur, malah dia yang maenin. Makanya ngetiknya di handphone sambil menjaga anak. Kemudian setelah anak tidur, baru tulisan diperbaiki di laptop,? kata perempuan kelahiran Jambi, 32 tahun silam ini.
Bila sudah ditarget untuk menyelesaikan naskah buku, Sri bisa menulis sebanyak 40 halaman dalam waktu satu minggu. Itu sudah termasuk mencari dan membaca referensi sebagai bahan guna memperkaya tulisan.
Untuk satu buku yang dibuat bersama penulis yang lain, ibu satu anak ini bisa mendapatkan honor mencapai Rp1 juta. Selain itu, ada honor tambahan dengan menulis di media cetak, koran, dan majalah. Bahkan Sri kerap ikut lomba penulisan dan pernah beberapa kali mendapat juara. Juara tentu mendapat hadiah berupa uang tunai juga.
Menurutnya, ibu rumah tangga yang sibuk sekalipun masih bisa terus produktif untuk berkarya lewat tulisan. Tulisan yang paling mudah adalah tema yang paling dikuasai, misalnya seputar rumah tangga dan anak. Pengalaman pribadi sebagai ibu yang mengurus anak dan keluarga membuat tulisan lebih mudah mengalir.
Beberapa buku yang dibuat Sri dan beberapa penulis lain, misalnya soal pengalaman melahirkan, mengatasi anak yang sakit, dan bagaimana mempersiapkan anak soleh. Tema yang ditulis lebih pada pengalaman pribadi yang kemudian dibukukan untuk berbagi dengan ibu-ibu rumah tangga yang lain.
Dia menceritakan tema-tema buku yang dibuat berawal dari obrolan online dengan penulis lain. Misalnya saat akan menulis buku soal pengalaman melahirkan. Selama ini belum ada buku yang bercerita bagaimana pengalaman melahirkan dan cara mempersiapkannya. Padahal buku ini penting karena banyak calon ibu yang ketakutan sebelum melahirkan. ?Akhirnya kita diskusi sebentar dan menghubungi beberapa penulis. Dalam waktu beberapa bulan jadilah buku yang dipakai untuk media berbagi para ibu,? katanya.
Semua ibu rumah tangga bisa menulis dan membuat buku. Dengan menulis tema-tema yang sudah dikuasi dan memang pengalaman sendiri. Misalnya soal anak, keluarga, dan hobi. Sebagai ibu rumah tangga, tugas memang tidak akan ada habisnya. Perlu tekad dan keinginan untuk bisa menulis dan menyelesaikannya menjadi sebuah buku.
Bagi Sri, menulis bukan sekadar mengejar materi. Menulis adalah usaha untuk menyebarkan gagasan dan ide kepada orang lain. Ide-ide yang baik itulah yang perlu dibagi dan ditularkan supaya bisa memberi pencerahan dan kebaikan.
Dia pun ingin membagi keterampilannya itu kepada orang lain. Salah satunya adalah berbagi pengalaman dalam komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) di Lampung dan Forum Lingkar Pena (FLP) Lampung.
Sarjana kehutanan ini berencana membuat sekolah informal yang khusus mengajarkan keterampilan menulis. Lewat sekolah inilah dia ingin menularkan virus menulis dan berkarya lewat buku.
Dia menceritakan di Lampung belum ada sekolah menulis. Tidak seperti di Jawa yang sudah lebih dahulu dan banyak bermunculan sekolah informal tersebut. Bahkan ada yang sudah disatukan sebagai kegiatan tambahan di luar jam sekolah.
Lewat sekolah menulis yang memiliki kurikulum, maka anak-anak akan mendapatkan materi dan pratek langsung untuk menulis, puisi, cerpen, bahkan novel.
?Sekolah ini ibarat membimbing seperti mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi. Peserta sekolah dibimbing sampai bisa menghasilkan karya, baik cerpen atau buku,? kata istri Ahmad Suryanto ini. Selama ini, anak-anak dan pelajar hanya mendapatkan pelatihan singkat. Pelatihan memang baik, tapi tidak terlalu efektif sampai mereka bisa menghasilkan karya. Lewat sekolah menulis, pelajar akan dibimbing sampai bisa dan mampu berkaya hingga menerbitkan karyanya.
Ketertarikan Sri dengan dunia menulis dimulai sejak SD. Kedua orang tuanyalah yang menumbuhkan hobi itu melalui buku-buku cerita yang dibeli untuknya. Buku cerita anak dan majalah anak sudah mulai dibaca sejak SD.
Saat masih kecil, ayah Sri kerap memangkunya sambil membaca koran. Pengalaman inilah yang terekam dalam ingatannya. Virus membaca dari ayahnya inilah yang juga membuatnya senang membaca buku dan koran.
?Orang tua sudah mengajarkan untuk gemar membaca sejak kecil. Dari SD saya sudah mulai menulis cerita dan puisi, dan berlanjut hingga ke perguruan tinggi,? kata bungsu dari lima bersaudara ini.
Sumber: Lampung Post, Minggu, 14 Oktober 2012
No comments:
Post a Comment