October 25, 2019

Apa Kabar Dramawan Lampung?

Oleh HM Indrajaya


Gedung Wanita yang diberikan Pemda untuk Kegiatan Kesenian di Lampung.

TAHUN-TAHUN belakangan ini statistik tidak resmi kegiatan teater di kawasan nusantara menunjukkan frekuensinya yang menaik terutama di kalangan remaja, lebih-lebih di Jakarta, pementasan, pergelaran, dan kegiatan drama tak putus-putus. Baik itu dinaikkan oleh group-group Teater Remaja maupun group-group yang sudah profesional.

Kegiatan semacam itu bukan saja di Jakarta, tetapi mendengung juga di Jogja, Bandung, Surabaya, Tegal, Semarang, Purwokerto, Ujung Pandang, dan lain-lain.



Tapi buat daerah Lampung, yang namanya Seni Drama belakangan ini sedang tidur nyenyak, kalau belum boleh dibilang “mati sama sekali”. Sudah cukup lama Daerah Tingkat I ini bersepi-sepi dari soal kegiatan Drama, apalagi di tahun 1976 tidak sebuah nomerpun yang muncul, kalau toh ada itu di tahun 1975 yang merupakan letupan-letupan kecil tiada arti, yang berbau sekolahan. Paling-paling, sekali-sekali terdengar sandiwara radio melalui RRI atau radio-radio amatir saja. Sedang kegiatan yang boleh dikategorikan berbobot tidak terdengar.

Kesunyi-senyapan ini, hampir tidak masuk akal sama sekali. Sebab di Lampung banyak bermukim tokoh-tokoh drama yang kemampuan dan kebolehannya serta dedikasinya, seyogyanya tidak usah diragukan di daerah Sang bumi ruah jurai itu. Akan kita dapati tokoh-tokoh teater yang tidak asing lagi nama dan kemampuannya. Yakni BM Gutomo, Alumnus ASDRAFI Jogjakarta, kemudian ada pula Gianti, yang pernah pula sebengkel dengan Rendra dedengkot dramawan Indonesia, pernah pula berkumpul dengan  Teater Alam-nya Azwar AN, ada pula AD Sucipto juga dari ASDRAFI Jogjakarta, yang pernah bermukim di Palembang dan puluhan tokoh lainnya yang juga cukup punya potensi sebagai orang teater! Selama ini di Lampung kehidupan drama banyak diandili oleh BM Gutomo yang sudah dianggap Bapak oleh kalangan teater di kawasan paling ujung Sumatra Selatan sana. Buat kalangan orang-orang drama, BM Gutomo jebolan Akademi Seni Drama dan Film (ASDRAFI) asuhan D. Djajakusuma ini, cukup dikenal.

Sebab di awal-awal tahun enam puluhan BM GUtomo pernah merajai pentas-pentas teater di Jogjakarta seangkatan dengan Kusni Sudjarwadi, Maruli Sitompul, Purbatin Hadi (Kini wartawan di Jogja), dan lain-lain. Bahkan si brewok satu ini lebih dulu terjun ke film, lewat lahirnya “Gatot Kaca”, “Aksi Kalimantan”, “Sayem”, “tangan-tangan yang Kotor” dan lain-lain. Selesai studinya ia kembali ke Lampung di tahun 1964 dan di daerah kelahirannya itu BM Gutomo disamping menjadi pegawai negeri berupaya mengembangkan dan membina teater di kampungnya sehingga harus diakui dialah pembawa drama yang berdasarkan ilmu teater (dramaturgie) di Lampung. Dibentuknya sanggar Sendratari dan Acting Course Drama dan Teater serta Film yang melahirkan dramawan-dramawan berbakat yang kemudian anak-anak asuhannya ni banyak membentuk grou sanggar-teater. Sehingga di akhir tahun enam puluhan sampai awal tahun tujuh puluhan, seni drama berkembang pesat di ampung, ditambah dengan pulangnya beberapa orang teater ke Lampung yang hal ini seharusnya merupakan barisan potensi untuk pengembangan dan peningkatan tehnik mutu drama di Lampung. Namun demikian, kenyataan yang ada dan terjadi hampir terbalik seratus persen. Mengapa harus demikian yang terjadi? Entahlah? Mungkin perlu didiskusikan secara santai dari hati ke hati.

Sementara itu, guna memenuhi semacam instruksi Gubernur Lampung, yang maksudnya untuk membina pengembangan dan meningkatkan aspirasi seni budaya di tahun 1974 telah dibentuklah Dewan Kesenian Lampung (DKL) yang dilanjutkan dengan rentetan pembentukan DKL di masing-masing tingkat II. Maksudnya memang baik, tujuan memang bagus, tapi kenyataannya? Setelah dibentuk kemudian diresmikan dengan acara-acara gegap gempita, DKL-DKL ini hanya tinggal di atas kertas. Padahal dengan adanya Instruksi Gubernur ini, tadinya sempat melapang dadakan para seniman di daerah Lampung. Tapi nyatanya begini, bukan pembawa gairah, tapi pembawa kesunyian dari berseni-seni inklusif seni drama? Menurut pendapat tokoh-tokoh seni budaya Lampung, tidak berfungsinya DKL ini disebabkan tokoh-tokoh yang didudukkan dalam Dewan tersebut didominir oleh orang-orang yang kurang mengerti dan faham tentang seni budaya disamping pegawai negeri. Sehingga para seniman Lampung tampaknya kurang bergairah untuk mempertisipasi dirinya dalam berseni-seni secara langsung. Saya kira DKL masih perlu dipertahankan dan terus dengan catatan diaktfkan secara real dengan lebih dahulu perombakan Anggota Dewan dengan orang-orang berbobot  dan berpotensi seni dan mau berkorban untuk aspirasi seni.

Faktor lain yang menunjang kesepian ini, adalah kurangnya perhatian Pemda dan masyarakat terhadap seni tersebut, sebagai contoh soal jarang  sekali pimpinan teras Pemerintah yang sudai membuang waktunya untuk hadir menyaksikan pementasan-pementasan drama atau sejenisnya.      Dan kurangnya minat orang-orang berkantong tebal buat membantu atau melancarkan kegiatan yang berbau seni dan sejenis itu, sebagai sponsor pergelaran.

Sebab belum pernah ada sejarahnya, pementasan drama yang panitianya untung, ataupun kembali modal.

Sehingga setiap pementasan sama dengan buang-buang duit. Sudah barang tentu hal ini disebabkan karena di Lampung belum ada gedung representatif untuk sebuah pertunjukan, sehingga karena kapasitas tempat duduk yang terbatas,  terpaksa karcis agak lumayan mahalnya, inipun akibat dari sewa gedung yang teramat mahal, belum lagi biaya-biaya lainnya yang membuat orang-orang teater kapok untuk naik pentas lagi.

Tapi di tahun 1977 ini, sudah ada gedung Wanita yang baru usai dibangun, kapasitas lumayan, dapat menampung 1.500 orang, belum lagi Gedung Olah raga (Gelanggang remaja) di Enggal Tanjung karang yang sudah hampir rampung dan harus diingat di situ ada juga panggung terbukanya.

Gedung ini perlu dan harus dimanfaatkan untuk gelanggang  Arena berseni-seni, terutama oleh seniman-seniman daerah lampung sendiri. Sebab saya kira sudah waktunya para pencinta teater dan remaja berbakat, untuk bangun dan kemudian bangkit dari tertidurnya yang lelap. Kapan lagi kita akan melangkah maju membina dan mengembangkan bakat dan aspirasi yang berkobar-kobar menyala di dalam dana kita itu. []

Sumber: Minggu Merdeka, Jakarta, 27 Pebruari 1977.

* Tulisan ini diambil dari blog Seputar Teater Indonesia, klik: (Merdeka, 1977) Apa Kabar Dramawan Lampung? 

2 comments:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    ReplyDelete