July 20, 2015

Anjau Silau Buka

Oleh Umpu ni Hakim

KEDATANGAN Kapolda Lampung yang baru, Brigjen Edward Syah Pernong, yang digambarkan sebagai mulang pekon (pulang kampung)-nya seorang raja Lampung, seperti mengembalikan ingatan pada sesuatu yang sebenarnya sudah lazim dan menjadi kebiasaan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat adat Lampung.

Ya, tanpa harus menyebutkan anjau silau, ulun (masyarakat) Lampung memang sudah lazim melakukannya: ajau (manjau) dan silau (nyilau). Anjau atau manjau berarti berkunjung, bertamu. Sedangkan silau atau nyilau berarti menjenguk, menengok sesuatu yang barangkali jarang dilihat. Dalam bahasa Edward Syah Pernong, anjau silau adalah datangi dan sambangi.

Begitulah, anjau silau menjadi ajang silaturahmi dan menjadi kata lain dari nemui nyimah (saling mengunjungi dan ramah menerima tamu). Jadi, secara substansi anjau silau adalah sebuah tradisi untuk membangun hubungan antarmanusia, membangun saling pengertian, kebersamaan, dan kepedulian sesama, serta mengembangkan harmoni sosial di tengah masyarakat.

Nah, anjau silau ini mencapai puncaknya saat Lebaran, yang dalam bahasa Lampung disebut buka tiba. Orang Lampung menyebut Idulfitri dengan buka balak dan Iduladha dengan buka haji.Sekadar intermeso, saya punya cerita mengenai buka. Seorang teman bertanya dalam bahasa Lampung kepada saya, “Kapan dacok ratong mit mahan (Kapan bisa datang ke rumah)?”

Saya balas dengan mengatakan, “Kak jak buka gawoh (Nanti setelah Lebaran).”

Keesokan harinya, ia bertanya, “Kok enggak jadi datang habis buka puasa kemarin?”

Waduh, salah pengertian rupanya. Buka yang saya maksud adalah Lebaran. Sedangkan temannya saya yang sebenarnya juga ulun Lampung itu mengartikan buka sebagai berbuka puasa. Ia menyebut buka yang saya maksudkan dengan Lebaran. Agui kidah!Mulang BukaSeperti kebanyakan masyarakat Indonesia pada umumnya, pada saat Lebaran itulah ulun Lampung mulang buka (mudik). Mulang buka ialah kebiasaan perantau, masyarakat urban, atau pelajar/mahasiswa untuk kembali ke pekon saat momentum Lebaran.

Saat mulang buka inilah ulun Lampung berkesempatan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan, selain tentunya juga sowan dengan orang tua dalam waktu semingguan.
Inilah tradisi yang lahir dari tradisi keberagamaan yang kental di Indonesia, termasuk Lampung. Konon, selebrasi mudik ini sangat khas Indonesia, yang tidak akan ditemui di negara mana pun di luar negeri.

Meskipun ada teknologi telekomunikasi sedemikian canggih yang bisa mengatasi jarak dan waktu, tetap saja mulang buka menjadi kerinduan tersendiri bagi ulun Lampung. Ia menjadi kesempatan langka yang tak tergantikan. Saat mulang buka-lah semua bisa bertemu keluarga besar sekaligus merayakan Hari Kemenangan.

Ada beberapa alasan mengapa orang Lampung mulang buka. Pertama, mulang buka merupakan jalan mencari berkah dengan bersilaturahmi kepada orang tua, kerabat, dan tetangga. Kedua, sebagai pengingat asal-usul daerah bagi mereka yang merantau. Ketiga, mulang buka bisa untuk menunjukkan eksistensi keberhasilan di rantau. Selain itu, juga ajang berbagi kepada sanak saudara yang telah lama ditinggal untuk ikut merasakan keberhasilannya dalam merantau.

Keempat, mulang buka adalah terapi psikologis memanfaatkan libur Lebaran untuk berwisata setelah setahun sibuk dalam rutinitas pekerjaan sehingga saat masuk kerja kembali memiliki semangat baru.

Anjau Silau Buka


Dengan demikian, buka menjadi sarana anjau silau yang paling tepat dalam suasana yang lebih kondusif karena umat Islam baru saja meraih kemenangan setelah berhasil memerangi hawa nafsu selama sebulan penuh pada Ramadan. Anjau silau juga bisa menjadi sarana napak tilas kehidupan ulun Lampung yang telah mereka lalui dengan melewati tempat-tempat, minak-muari (sanak famili), dan indai kanca (karib kerabat) yang pernah menjadi bagian dari hidup pada masa kecil.

Melalui anjau silau saat buka juga ulun Lampung memiliki kebiasaan untuk menemukan dan menyambungkan silsilah (tambo) yang sempat terlupakan. Dari sinilah kemudian akan terbangun sebuah suasana kekeluargaan, menguatkan kemuarian (kekerabatan), dan membangun rasa persaudaraan (muangkon). Semoga. n

Umpu ni Hakim, Penghayat budaya Lampung, tinggal di Lampung

Sumber: Lampung Post, Kamis, 20 Juli 2015  

No comments:

Post a Comment