Oleh Yuswanto
BEBERAPA waktu yang lalu Brigadir Jenderal Polisi Edward Syah Pernong, ketika berkunjung (manjau) ke redaksi Lampung Post mengemukakan gagasan beliau anjau silau sebagai Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Lampung yang baru. Gagasan ini menarik untuk diperbincangkan karena sebagai slogan tentu mengandung makna sebagai filsafat pandangan hidup (way of life, weltanschauung, wereldbeschouwing).
Sebagai pandangan hidup, slogan tersebut merupakan petunjuk arah aktivitas atau kegiatan polisi di segala bidang tugas dan fungsinya ke depan. Sebagai Kapolda Lampung, tentu beliau akan menjadikan anjau silau sebagai petunjuk arah atau kegiatan kepolisian di Sai Bumi Ruwa jurai ini.
Pertanyannya adalah, apa yang dimaksud dengan anjau silau itu? Kata “anjau” yang berarti “kunjung” yang apabila dijadikan kata kerja menjadi “manjau” atau “berkunjung”. Maka sering kita mendengar istilah manjau di bingi yang merupakan suatu program unggulan berpuluh-puluh tahun pada Radio Republik Indonesia (RRI) Stasiun Tanjungkarang yang dipancarsiarkan pada malam hari selama ini. Program ini menarik karena dikemas dalam bahasa Lampung yang beragam dengan penuh canda tawa penyiarnya.
Jika dipadankan dengan kata “kunjung”, maka “anjau” dapat berarti: 1) pergi (datang) untuk menengok (menjumpai, dsb); 2) bepergian; dan 3) melawat (KBBI, 2001: 614). Dengan mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sekadar contoh kalimat yang dapat dibentuk dalam pengertian tersebut. Pertama, pada hari Minggu yang lalu Kapolda Lampung pergi ke Kabupaten Pesisir Barat. Kedua, rombongan ibu-ibu Bhayangkari Polda Lampung akan bepergian ke Pantai Pasir Putih. Ketiga, Kapolda Lampung akan melawat ke Provinsi Banten.
Kata “silau” jika dipadankan dengan kata “tengok” dengan kata kerja “menengok” dapat berarti: 1) menjenguk; 2) melihat; 3) menilik; dan 4) meramalkan (KBBI, 2001:1175). Dengan mengacu pada KBBI, kalimat yang dapat dibentuk menggunakan kata “tengok” dapat dipahami berikut ini. Pertama, sudah lama kami tidak menjenguk nenek. Kedua, mereka senang melihat keluar jendela itu. Ketiga, jika menilik paras mukanya, tentulah ia seorang bangsawan. Keempat, ia pandai meramalkan keuntungan orang.
Slogan anjau silau jika dipadankan dengan kata “kunjung tengok”, pengertiannya menurut KBBI terlalu luas. Karena antara kata “anjau” dan “silau” maupun antara kata “kunjung” dan “tengok” sebenarnya merupakan sinonim sehingga kata “anjau” sudah mewakili kata “silau” dan kata “kunjung” juga sudah mewakili kata “tengok”. Jika konsepsi tersebut dapat diterima, pengertian “anjau silau” adalah pergi (datang) untuk menengok, yang merupakan pengertian pertama dari kata “anjau”. Tapi jika tidak dapat diterima, harus dicarikan kata lain yang dapat dipadankan dengan anjau silau sebagai jalan keluarnya.
Adapun kata lain yang dapat dipadankan dengan anjau silau jika kata kunjung tengok tidak dapat diterima karena pengertiannya yang terlalu luas adalah “anjang sana”. Alasannya, kata “anjang sana” lingkupnya tidak terlalu luas dan juga tegas. Kata “anjang sana”, selain mengandung kearifan lokal, juga bersifat agamais, yang juga sesuai dengan keberagaman masyarakat Lampung.
Dalam KBBI (2001: 53), kata “anjang sana” mengandung dua pengertian. Pertama, kunjungan unutuk melepaskan rasa rindu. Kedua, kunjungan silaturahmi (ke rumah tetangga, saudara, kawan lama, sahabat, dll). Pengertian yang kedua dari anjang sana inilah yang mungkin paling cocok untuk memaknai anjau silau. Karena selain orang Lampung memang gemar silaturahmi, juga silaturahmi merupakan perintah agama.
Jika anjau silau dimaknai dengan anjang sana, apa peran polisi dalam konteks itu? Secara normatif, tentu Kapolda sudah tahu jawabannya. Tapi secara konsepsi, gagasan ini memang perlu diaktualisasikan. Karena dengan silaturahmi antara polisi dan masyarakat, keamanan akan terjaga dengan kondusif. Persoalannya adalah akan menambah beban tugas bagi polisi itu sendiri.
Caranya adalah setiap anggota polisi yang ada harus mempunyai wilayah anjau silau masing-masing sebagai wilayah binaannya. Dan ini dimulai dari memberdayakan sektor, jika satu sektor mempunyai 20 anggota dan juga mempunyai 20 desa, masing-masing anggota membina satu desa dalam suatu periode tertentu. Jika pembagian wilayah sudah terbagi habis, tinggal membuat jadwal anjau silau tersebut. Persoalan kapan harus bertemu tokoh formal, tokoh, agama, tokoh adat, tokoh sosial dan lain, hal itu bisa diatur dengan jadwal yang terperinci.
Jika program ini bisa berjalan dengan baik, citra Provinsi Lampung yang sudah telanjur buruk dengan berbagai bentuk tindak kriminal akan bersih kembali. Jika pembegalan, pemalakan, dll bisa ditekan, ekonomi biaya tinggi akan teratasi. n
Yuswanto, Dosen Fakultas Hukum Unila
Sumber: Lampung Post, Jumat, 3 Juli 2015
BEBERAPA waktu yang lalu Brigadir Jenderal Polisi Edward Syah Pernong, ketika berkunjung (manjau) ke redaksi Lampung Post mengemukakan gagasan beliau anjau silau sebagai Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Lampung yang baru. Gagasan ini menarik untuk diperbincangkan karena sebagai slogan tentu mengandung makna sebagai filsafat pandangan hidup (way of life, weltanschauung, wereldbeschouwing).
Sebagai pandangan hidup, slogan tersebut merupakan petunjuk arah aktivitas atau kegiatan polisi di segala bidang tugas dan fungsinya ke depan. Sebagai Kapolda Lampung, tentu beliau akan menjadikan anjau silau sebagai petunjuk arah atau kegiatan kepolisian di Sai Bumi Ruwa jurai ini.
Pertanyannya adalah, apa yang dimaksud dengan anjau silau itu? Kata “anjau” yang berarti “kunjung” yang apabila dijadikan kata kerja menjadi “manjau” atau “berkunjung”. Maka sering kita mendengar istilah manjau di bingi yang merupakan suatu program unggulan berpuluh-puluh tahun pada Radio Republik Indonesia (RRI) Stasiun Tanjungkarang yang dipancarsiarkan pada malam hari selama ini. Program ini menarik karena dikemas dalam bahasa Lampung yang beragam dengan penuh canda tawa penyiarnya.
Jika dipadankan dengan kata “kunjung”, maka “anjau” dapat berarti: 1) pergi (datang) untuk menengok (menjumpai, dsb); 2) bepergian; dan 3) melawat (KBBI, 2001: 614). Dengan mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sekadar contoh kalimat yang dapat dibentuk dalam pengertian tersebut. Pertama, pada hari Minggu yang lalu Kapolda Lampung pergi ke Kabupaten Pesisir Barat. Kedua, rombongan ibu-ibu Bhayangkari Polda Lampung akan bepergian ke Pantai Pasir Putih. Ketiga, Kapolda Lampung akan melawat ke Provinsi Banten.
Kata “silau” jika dipadankan dengan kata “tengok” dengan kata kerja “menengok” dapat berarti: 1) menjenguk; 2) melihat; 3) menilik; dan 4) meramalkan (KBBI, 2001:1175). Dengan mengacu pada KBBI, kalimat yang dapat dibentuk menggunakan kata “tengok” dapat dipahami berikut ini. Pertama, sudah lama kami tidak menjenguk nenek. Kedua, mereka senang melihat keluar jendela itu. Ketiga, jika menilik paras mukanya, tentulah ia seorang bangsawan. Keempat, ia pandai meramalkan keuntungan orang.
Slogan anjau silau jika dipadankan dengan kata “kunjung tengok”, pengertiannya menurut KBBI terlalu luas. Karena antara kata “anjau” dan “silau” maupun antara kata “kunjung” dan “tengok” sebenarnya merupakan sinonim sehingga kata “anjau” sudah mewakili kata “silau” dan kata “kunjung” juga sudah mewakili kata “tengok”. Jika konsepsi tersebut dapat diterima, pengertian “anjau silau” adalah pergi (datang) untuk menengok, yang merupakan pengertian pertama dari kata “anjau”. Tapi jika tidak dapat diterima, harus dicarikan kata lain yang dapat dipadankan dengan anjau silau sebagai jalan keluarnya.
Adapun kata lain yang dapat dipadankan dengan anjau silau jika kata kunjung tengok tidak dapat diterima karena pengertiannya yang terlalu luas adalah “anjang sana”. Alasannya, kata “anjang sana” lingkupnya tidak terlalu luas dan juga tegas. Kata “anjang sana”, selain mengandung kearifan lokal, juga bersifat agamais, yang juga sesuai dengan keberagaman masyarakat Lampung.
Dalam KBBI (2001: 53), kata “anjang sana” mengandung dua pengertian. Pertama, kunjungan unutuk melepaskan rasa rindu. Kedua, kunjungan silaturahmi (ke rumah tetangga, saudara, kawan lama, sahabat, dll). Pengertian yang kedua dari anjang sana inilah yang mungkin paling cocok untuk memaknai anjau silau. Karena selain orang Lampung memang gemar silaturahmi, juga silaturahmi merupakan perintah agama.
Jika anjau silau dimaknai dengan anjang sana, apa peran polisi dalam konteks itu? Secara normatif, tentu Kapolda sudah tahu jawabannya. Tapi secara konsepsi, gagasan ini memang perlu diaktualisasikan. Karena dengan silaturahmi antara polisi dan masyarakat, keamanan akan terjaga dengan kondusif. Persoalannya adalah akan menambah beban tugas bagi polisi itu sendiri.
Caranya adalah setiap anggota polisi yang ada harus mempunyai wilayah anjau silau masing-masing sebagai wilayah binaannya. Dan ini dimulai dari memberdayakan sektor, jika satu sektor mempunyai 20 anggota dan juga mempunyai 20 desa, masing-masing anggota membina satu desa dalam suatu periode tertentu. Jika pembagian wilayah sudah terbagi habis, tinggal membuat jadwal anjau silau tersebut. Persoalan kapan harus bertemu tokoh formal, tokoh, agama, tokoh adat, tokoh sosial dan lain, hal itu bisa diatur dengan jadwal yang terperinci.
Jika program ini bisa berjalan dengan baik, citra Provinsi Lampung yang sudah telanjur buruk dengan berbagai bentuk tindak kriminal akan bersih kembali. Jika pembegalan, pemalakan, dll bisa ditekan, ekonomi biaya tinggi akan teratasi. n
Yuswanto, Dosen Fakultas Hukum Unila
Sumber: Lampung Post, Jumat, 3 Juli 2015
No comments:
Post a Comment