July 28, 2015

Rektor Logam Mulia

Oleh Fathoni


TAHUN ini adalah tahun yang istimewa bagi Universitas Lampung (Unila) karena di tahun ini Unila memasuki usianya yang ke-50. Usia 50 tahun sering diidentikkan dengan tahun emas, perlambang pencapaian gilang-gemilang bagi seseorang, institusi, bahkan suatu negara.

Emas yang digolongkan sebagai logam mulia memang setua peradaban manusia. Tetapi, tulisan ini tentu tidak berbicara tentang emas sebagai logam. Ini hanya metafora saja untuk tahun emas dies natalis Unila (1965—2015).

Tentu usia 50 Unila tidak dapat diidentikkan dengan usia biologis manusia, tetapi barangkali dapat dipersonifikasikan bahwa di usia 50 ini Unila menjadi semakin matang dan mantap arahnya. Menjadi institusi pendidikan yang lebih berkualitas, bermartabat, dan mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Tahun ini juga menjadi istimewa karena di tahun ini akan terjadi pergantian rektor di Unila untuk periode 2015—2019.

Beberapa media menyebutnya suksesi, tetapi penulis kurang setuju dengan istilah itu, karena ada konotasi di benak penulis bahwa kata suksesi bermakna politis. Padahal, pergantian kepemimpinan di Unila mestinya bersifat kontestasi program akademik demi mencari pemimpin terbaik.

Rektor Radikal
Visi Unila untuk menjadi 10 perguruan terbaik di Indonesia pada 2015 menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi rektor yang baru kelak. Sebagai institusi pendidikan tinggi terbesar di Bumi Ruwa Jurai, Unila telah melahirkan banyak ilmuwan pemikir dan cendekiawan perenung. Unila juga telah memberikan sumbangan pemikiran dan perenungan untuk pemerintah dan masyarakat melalui tugas Tridarma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Hampir seluruh kebijakan pemerintah daerah telah melalui pengkajian mendalam oleh Unila, baik secara institusional maupun personal. Unila telah menjadi intitusi ilmu (‘ulama’) tempat bertanya bagi institusi pemerintah (umaro’).

Subjudul Mencari Rektor Radikal terkesan provokatif, tapi memang itu yang diperlukan Unila di tahun emas ini. Rektor yang mampu melakukan akselerasi bagi pengembangan Unila, meneruskan kerja rektor sebelumnya. Dalam KBBI, kata radikal dimaknai dengan “secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip); maju dalam berpikir atau bertindak”. Kata radikal ini diadopsi dari kata radix yang bermakna “akar”.

Mencari rektor yang hatinya menancap bagi kemajuan Unila, sedangkan keilmuan dan wawasannya meneduhkan bagai dedaunan hijau. Barangkali, dari sini slogan Unila Kampus Hijau beranjak. Kampus yang menyejukkan bagi siapa saja. Rektor yang radikal adalah rektor yang mampu menjadi pemimpin sekaligus manajer yang baik. Pemimpin adalah simbol kewibawaan, sedangkan manajer adalah perlambang kemampuan membagi kerja sesuai kapasitas dan kapabilitas.

Tantangan ke Depan
Pengembangan Unila ke depan sebagai institusi pendidikan tinggi tidak hanya dibatasi pemaknaannya pada pembangunan yang bersifat fisik. Sebagai institusi keilmuan, peradaban Unila ke depan adalah membangun kualitas pendidikan yang baik, sehingga Unila menjadi kampus bermartabat.

Martabat keilmuan tidak hanya dibangun di atas gedung-gedung megah, tapi juga dapat dimulai dari bilik-bilik sederhana. Tidak mesti semegah kastil layaknya universitas di Eropa yang berhantu, tapi martabat Unila dapat diukur dari manfaatnya bagi masyarakat.

Unila tentu jangan sekadar menjadi menara gading yang hatinya sepi dari hiruk-pikuk masalah masyarakat di sekitarnya. Unila harus menjadi solusi, teman bagi masyarakat dan sivitas akademika yang hidup di dalamya. Barangkali Unila membutuhkan tempat yang nyaman untuk proses belajar-mengajar, hal itu sudah mulai dilakukan.

Unila memerlukan rumah sakit pendidikan, tiang-tiangnya sudah tertancap dengan kokoh. Unila membutuhkan gedung serbaguna (GSG) yang representatif, itu adalah tugas kita semua. Unila memerlukan sektor usaha, rektor Unila ke depan tinggal mewadahi sektor-sektor ini yang telah menjamur di sekeliling Unila bagai cendawan.

Tantangan Unila ke depan barangkali bukan hanya di tingkat nasional, tetapi juga internasional. Meskipun kerja sama internasional sudah banyak terjalin, namun perlu ditingkatkan. Salah satu PR bagi rektor Unila periode ini adalah meneruskan fondasi penerbitan untuk publikasi karya ilmiah. Wadah-wadah berupa jurnal terakreditasi nasional bahkan internasional harus mulai diseriusi.

Tridarma yang bermakna “tiga kewajiban, tugas hidup, dan kebajikan” bukanlah sekadar kebaikan hati (darma, charity), tetapi juga merupakan kewajiban (duty). Ketiganya harus berjalan beriringan. Proses pendidikan tidak hanya dimaknai perolehan IPK tinggi, Penelitian bukan sekadar penghimpunan dana, dan pengabdian kepada masyarakat bukan seremoni belaka. Kesemuanya harus membawa manfaat bagi masyarakat.

Selain mewujudkan Tridarma Perguruan Tinggi, tidak kalah penting adalah pengembangan pendukung Tridarma, yaitu kelembagaan dan tata kelola, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, teknologi informasi dan komunikasi, dan kerja sama yang baik. Apabila ini semua telah terwujud, kebaikanlah bagi Unila. Rektor Unila macam ini layak dinobatkan sebagai “Rektor Logam Mulia”. Tabik.

Fathoni, Dosen Mata Kuliah Logika, Fakultas Hukum Universitas Lampung

Sumber: Lampung Post, Selasa, 28 Juli 2015

No comments:

Post a Comment