BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pemerintah daerah masih setengah-setengah mendukung perkembangan seni tradisi daerah Lampung. Buktinya hingga kini belum ada gagasan membuat kebijakan dalam melestarikan dan mengembangkan seni tradisi musik dan tari.
"Akhirnya, seni tradisi Lampung belum menjadi tuan di rumahnya sendiri dan belum dapat sejajar dengan perkembangan seni musik daerah lain seperti Sunda, Minang, dan Batak, bahkan Betawi," kata seniman dan budayawan Lampung Isbedy Setiawan Z.S., Selasa (23-1).
Menurut Isbedy, di seni musik banyak produk-produk lagu Lampung yang diciptakan seniman musikus. Namun, akhirnya tak begitu diterima masyarakat umum, sehingga akhirnya terpendam hanya di kalangan tertentu. Mulai dari zaman Arifin, Andy Achmad, Syaiful Anwar sampai zaman Edi Pulampas dan zaman sekarang di mana lagu-lagu Lampung terus dicipta. "Perlu ada dukungan pemerintah untuk lebih memasyarakatkan lagu-lagu Lampung," katanya.
Misalnya dengan membuat sebuah kebijakan untuk mewajibkan pemutaran lagu-lagu Lampung di tempat dan fasilitas umum. Misalnya hotel, restoran, dan pasaraya bahkan juga dapat menggunakan potensi kendaraan umum, yaitu bagi kendaraan angkutan umum yang mempunyai fasilitas teknologi harus memutar lagu Lampung saat beroperasi di kawasan Lampung.
"Sampai akhirnya, lagu-lagu Lampung dapat benar-benar menyentuh setiap lapisan masyarakat dalam etnis atau kelompok apa pun," katanya.
Namun, kebijakan itu harus jelas legal formal-nya yang dibuat dalam bentuk Peraturan daerah (perda), Peraturan Gubernur (pergub) atau juga instruksi gubernur. Sehingga pengembangan seni tradisi Lampung tidak akan terpengaruh akibat pergantian pimpinan daerah.
"Saat ini ada harapan besar untuk itu karena Gubernur Sjachroedin Z.P. terlihat sangat peduli dengan seni dan tradisi daerah. Harapannya dapat dijadikan sebuah aturan daerah dalam rangka pelestarian lingkungan dan Gubernur sebagai penggagasnya," katanya.
Di lain pihak, kata Isbedy, para seniman tradisi di Lampung juga harus berani berkreativitas. Sehingga seni-seni tradisi yang dibuat dapat lebih diterima masyarakat daerah Lampung kebanyakan yang heterogen. Misalnya dengan memberikan warna tersendiri ataupun kolaborasi dengan jenis musik lainnya.
"Seniman harus berani berkreativitas, sekalipun ia seniman tradisi. Karena tradisi itu juga ada yang dapat dikreasikan selain yang harus dijaga kelestariannya,"
katanya. n AAN/K-2
Sumber: Lampung Post, Rabu, 24 Januari 2007
Asw.
ReplyDeletesy Maliki sedang kuliah di BDG.
di Kampus sy baru dgn Unit Kegiatan Mahasiswa : Unit Budaya Lampung.
Sy melihat ketidakeksisan unit ini dengan unit yang lain. Bagaimana budaya Lampung bisa tersiar kalo yg di Lampung sndiri ogah2an dlm menjaga budayanya?
Bang udo, unit Lampung ini miskin instrumen musik, yg ada cuma 1 set talo,1 kecrek, gong, 1 gendang, gambus yg sdh rusak, dan ga ada kulintang peghing sm sekali.
Apa di Lampung masih ada ia yg jual instrumen2 ini? bagaimana harganya?
Trims