August 5, 2012

[Perjalanan] Memeluk Sepi di Danau Ranau

ANGIN Danau Ranau menerpa nyiur yang tak seberapa. Riaknya pun lembut bergumul dengan sepi tiada akhir.


Di bulan Ramadan, danau ini benar-benar hening. Hanya satu dua pengunjung meramaikan danau yang terletak di perbatasan Lampung Barat dan Sumatera Selatan ini. Hanya beberapa penduduk tampak asik dengan aktivitas harian mereka. Anak-anak pulang sekolah, dan nelayan yang menarik jaring ikan. Entah karena saat ini bulan puasa, atau memang beginilah potret Danau Ranau sehari-harinya.

“Sepi memang di sini, kalau cuma memancing dan bakar-bakar ikan, kayaknya jauh amat mau ke sini,” kata salah satu pengunjung yang ikut bersama tim Lampung Post. Padahal, dia sendiri adalah orang Lampung Barat yang tinggal di Liwa.

Penasaran dengan curhat-nya, perbincangan berlanjut tentang harapan pengelolaan Danau Ranau ini. “Coba di sini dibuat waterboom, tempat main anak-anak, ada banana boat, ya apalah yang bisa buat rekreasi keluarga. Apa danau ini tidak cukup aman kali ya,” ujarnya menyangsikan sendiri keinginannya itu.

Setelah melewati papan bertulis “Selamat Datang di Pekon Lumbok”, kami bertemu dengan beberapa rumah penduduk yang menyediakan pendopo dan tempat pemancingan. Akhirnya, kami pun mampir di salah satu pemancingan yang dikelola oleh pemerintah daerah bersama penduduk setempat.

Ada tiga kolam besar yang dibuat dengan cara disekat jaring-jaring besar. Dua pendopo di bagian depan, dan tempat berteduh untuk pemancingan dibangun sepanjang pinggiran kolam. Kembali, yang kami temukan hanya hening. Bahkan, ikan pun seperti enggan memakan umpan di hari itu. Hanya satu ikan yang berhasil ditangkap. Seekor ikan emas kecil yang mengalami sakit di matanya. Karena kasihan, ikan itu pun dilepaskan lagi.

FOTO-FOTO: LAMPUNG POST/HENDRIVAN GUMAY

Tidak tampak nelayan memancing di tengah danau, hanya ada dua nelayan yang menjaring ikan di pinggiran saja. “Apa danau ini tidak aman kali ya. Sepertinya tidak ada yang berani mencari ikan ke tengah-tengah,” kata penduduk asli Liwa yang ikut bersama kami itu.

Menurut dia, memang pernah ada rumor yang beredar tentang keangkeran Danau Ranau yang menyebabkan hilangnya pengunjung yang bermain ke tengah danau. Makanya, lanjut dia, di Danau Ranau itu tidak ada orang yang berani mandi dan berenang. “Mungkin hal ini yang menyulitkan pemerintah mengembangkan potensi-potensi di danau ini ya,” katanya masih terus memikirkan pariwisata danau itu.

Dia juga menawarkan solusi untuk itu. “Sebaiknya pemda menyurvei dulu kondisi danau ini, baru kemudian dikembangkan wahana-wahana untuk keluarga itu ya,” ujarnya seolah-olah meminta persetujuan dari kami.

Begitulah kondisi Danau Ranau saat itu. Bisa saja nasib kami yang lagi sial, berkunjung di waktu yang tidak tepat sehingga kami hanya bisa menikmati keindahan alam, riak air, bagan nelayan, dan semilir angin danau yang melelapkan.

Huahhh, bulan puasa tamasya ke Danau Ranau, bikin ngantuk, tidak bisa memancing, tidak bisa bakar-bakar ikan. Ini barangkali yang membuat danau ini terasa sepi. Bisa saja, di hari-hari lain, danau ini ramai dikunjungi wisatawan. Sebab, potensi pemandangan alam yang amat menyegarkan itu adalah komoditas amat berharga jika dikelola dengan serius. Semoga! (RINDA MULYANI/M-1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 5 Agustus 2012

No comments:

Post a Comment