April 6, 2014

Melihat Sejarah Lampung dari Satu Sisi

Oleh Udo Z. Karzi

Dengan gaya tuturan langsung, akan sangat terlihat bagaimana kekhasan Sjachroedin berbicara: apa adanya, tanpa tedeng aling-aling, dan terkadang meledak-ledak. Cukup memadai untuk memahami karakter Oedin, terutama selama memimpin Lampung.

Data buku:
Merampungkan Tugas Sejarah: Memoar Komjen
Pol. (Purn.) Drs. H. Sjachroedin Z.P., S.H.
Satu Dekade Memimpin Pembangunan Lampung
(2004- 2014)

Zulfikar Fuad
Alifes Inc.-by PT Media Kisah Hidup, Jakarta
I, Januari 2014
xvi + 292 hlm.
MEMBACA, mendengar, dan menyaksikan sendiri sepak terjang seorang Sjachroedin selama satu dasawarsa memimpin Lampung memang terasa menggetarkan. Ya, memang butuh orang yang luar biasa dalam memimpin provinsi ujung pulau ini. Wajar jika ada ujaran yang menyebutkan, "Kalau bukan Bang Oedin..." Sungguh tak terbayang bagaimana jadinya Lampung.

Menjelang habisnya masa jabatannya, Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. memberikan kenangan indah bagi masyarakat berupa sebuah memoar: Merampungkan Tugas Sejarah, Memoar Komjen Pol. (Purn.) Drs. H. Sjachroedin Z.P., S.H. Satu Dekade Memimpin Pembangunan Lampung (2004-2014).

Memoar ini ditulis Zulfikar Fuad, seorang penulis kisah hidup yang berpengalaman menulis biografi berbagai tokoh, seperti Susilo Bambang Yudhoyono, B.J. Habibie, Andi Achmad Sampurnajaya, dan Abdurrachman Sarbini.

Ini memang bukan buku pertama tentang Sjachroedin. Sebelumnya, Demimu Lampungku, Padamu Bhaktiku, Untukmu Indonesiaku yang ditulis Harun Muda Indrajaya dkk. dan Inspirator Tanpa Kultus (2013) karya Hesma Eryani. Boleh dibilang ini buku ketiga mengenai Sjachroedin.

Namun, berbeda dengan dua buku sebelumnya yang menggunakan pendekatan biografis dengan sudut pandang orang ketiga (dia, Sjachroedin), Merampungkan Tugas Sejarah ditulis dengan pendekatan memoar dengan sudut pandang orang pertama (saya).

Dengan gaya tuturan langsung, akan sangat terlihat bagaimana kekhasan Sjachroedin berbicara: apa adanya, tanpa tedeng aling-aling, dan terkadang meledak-ledak. Sebenarnya sangat menarik mengkaji lebih dalam pidato-pidato Sjachroedin. Tapi, buku ini cukup memadai untuk memahami karakter Sjachroedin, terutama selama memimpin Lampung.

Di antara berbagai peristiwa sepanjang tahun 2004—2014, satu peristiwa yang sangat simbolis dan sangat bisa menjadi multitafsir dalam kehidupan Sjachroedin adalah manakala patung Gubernur kedua Lampung Zainal Abidin Pagaralam, di Kalianda, Lampung Selatan, digugat dan kemudian dirobohkan massa, 30 April 2012. Kita bisa baca reaksi Oedin di bawah judul bab Ketika Patung Ayah Saya Dirobohkan: "Terkait tudingan orang-orang itu, saya katakan mereka salah besar. Tidak ada pemborosan uang rakyat hanya karena pembangunan patung Zainal Abidin Pagaralam. Dan tidak ada kaitannya dengan feodalisme. Pembangunan patung Zainal Abidin Pagaralam adalah prakarsa masyarakat atas pertimbangan peran ayah saya yang cukup besar..." (hlm. 227)   

Pembaca boleh membayangkan ekspresi dan bahasa tubuh Oedin saat mengemukakan kalimat-kalimat itu. Zulfikar Fuad, tahu benar Sjachroedin seorang pembicara yang sangat jujur, terbuka, dan  ekspresif, sehingga ia pun memilih bentuk memoar untuk mendeskripsikan pola pikir Sjachroedin.

Pemenang Berbagai Kemelut

Setelah membaca sambutan Ketua MPR RI, Sidarto Danusubroto dan prolog dari Sjachroedin, memoar ini dibuka dengan bab Panggilan Tanah Kelahiran sampai tiga bab awal, sebelum masuk ke terpilih menjadi Gubernur Lampung dalam Pemilihan Gubernur Lampung ulang oleh DPRD Lampung pada 24 Mei 2004 (bab 4).

Sejak awal Reformasi, Provinsi Lampung memang menjadi wilayah yang luar biasa menarik dalam dinamika perpolitikan. Diboikot DPRD Lampung, sempat ada Gubernur Lampung semester pendek, Syamsurya Ryacudu, yang sebelumnya wakilnya, Sjachroedin akhirnya selalu tampil sebagai pemenang berbagai kemelut politik.

Sulit betapa sulit memahami mau ke mana Pak Gub Sjachroedin pada awal-awal pemerintahannya. Ini jawabannya: "Keyakinan itu dibangun di atas visi masa depan yang tergambar di benak saya. Ekonomi Lampung akan maju pesat, dan anak cucu kita akan hidup dengan kesejahteraan yang jauh lebih baik. Mereka menikmati beragam fasilitas modern yang tersedia, mulai jalan tol, bandara internasional, terminal agrobisnis, kota baru, taman rekreasi, dan sebagainya. Fasilitas yang membuat anak cucu kita hidup terasa penuh: sejahtera, bahagia, produktif, dan bermakna." (hlm. 43)

Sungguh sebuah ungkapan yang terasa mengharukan di balik gaya blak-blakan Sang Gubernur. Ya, memang dengan pandangan ini berdirilah dengan megah Menara Siger menandai gerbang Sumatera di Bakauheni, Lampung Selatan. Tidak berhenti sampai di situ ide-ide besar program pembangunan pun seperti peningkatan status internasional Bandara Radin Inten II dan menjadikan bandara ini embarkasi haji. Lalu, yang juga sudah mewujud adalah terminal agrobisnis di Lampung Selatan, rumah sakit keliling, dan Institut Teknologi Sumatera (Itera). Dua lagi insya Allah bisa terealisasi, yaitu kota baru dan Jembatan Selat Sunda.

Tiga puluh bab buku ini terasa asyik dibaca karena semua berasal dari ucapan langsung Sjachroedin mengenai apa yang dia pikirkan dan apa yang dia rasakan. Memoar ini dilengkapi pula dengan pesan, kesan, dan kenangan warga Lampung berikut album kenangan.

Juni tahun ini, masa jabatan Gubernur Lampung yang diamanahkan kepada Sjachroedin akan berakhir. Dan, Lampung akan sulit menemukan sosok pemimpin seperti Sjachroedin.

Ia pun berpesan kepada para pemuda, calon pemimpin masa depan: "... hendaklah kalian tidak pernah takut berbuat, karena satu-satunya yang paling buruk di dunia ini adalah tidak berbuat apa-apa untuk daerahnya dan bangsanya." (hlm. 245). Lalu, Sjacroedin berujar, "Saatnya saya istirahat." (hlm. 249). Tapi, agaknya setelah ini dinamika ekonomi-politik Bumi Ruwa Jurai tak akan membiarkan Sjachroedin berdiam diri. Sebagai seorang yang dinamis, bisa jadi Sjachroedin akan selalu bergerak. Soalnya Lampung tetap membutuhkan pemikirannnya.

Begitulah sejarah Lampung (2004—2014) dari satu sisi melalui penuturan Sjachroedin Z.P. Ya, tentu saja memoar ini harus dikonfirmasikan dengan apa fakta dan data Lampung hari ini.

Kita pun berharap selepas Sjachroedin, Tanoh Lada masih akan mengukir sejarah-sejarah baru. n

Udo Z. Karzi, pembaca buku

Sumber: Lampung Post, Minggu, 6 April 2014

No comments:

Post a Comment