BANDAR LAMPUNG (Lampost): Diperlukan komitmen pemerintah daerah untuk membangkitkan kesadaran dan kepercayaan diri masyarakat Lampung guna melestarikan kembali bahasa Lampung.
Rektor Universitas Lampung Muhajir Utomo, mengatakan bahasa Lampung berbeda dengan bahasa Jawa, Minang atau bahasa Madura yang berkembang cepat dalam masyarakat mana pun. Kepercayaan diri masyarakat menggunakan bahasa daerahnya menjadi tameng utama untuk menghindari kepunahan bahasa ibunya.
"Kalau bahasa Jawa atau Minang tidak usah dimotivasi dari pemerintah sudah bisa berkembang dengan sendiri dalam masyarakat. Tetapi, kalau bahasa Lampung kan tidak. Bahasa Lampung membutuhkan komitmen dan kesungguhan pemerintah daerah untuk membangkitkan kembali bahasa daerahnya," kata Muhajir, Kamis (22-2).
Menurut dia, sekitar tahun 1999--2000 atas desakan DPRD Provinsi Lampung, Unila membuka rogram D-2 dan D-3 Bahasa dan Sastra Lampung, tetapi usaha pelestarian bahasa Lampung dalam bidang pendidikan itu tidak mendapat dukungan pemerintah kabupaten/kota. "Bahkan, Unila sudah mendirikan Pusat Penelitian Bahasa Lampung dan Pusat Studi Budaya Lampung, tetapi saat mengajukan kerja sama ke daerah-daerah, kami malah ditolak," kata dia.
Menurut Muhajir, Program Studi Bahasa Lampung itu bisa dibuka lagi apabila ada perjanjian hitam di atas putih bahwa pemerintah benar-benar mendukung pendidikan bahasa Lampung. "Kita lihat saja bagaimana komitmen pemerintah daerah. Katanya Pasar Seni Enggal malah ditutup, bagaimana ingin melestarikan budaya Lampung," kata dia.
Hal yang sama dijelaskan Pembantu Rektor Bidang Akademik, Tirza Hanum. Menurut dia, program studi D-2 dan D-3 Bahasa dan Sastra Lampung itu pernah dibuka pada tahun ajaran 1999--2000, tetapi ditutup pada tahun 2003--2004. "Padahal, mahasiswanya berjumlah 40 orang, tetapi pemerintah tidak menyediakan formasi bagi lulusan Bahasa Lampung, kasihan lulusannya kesulitan mencari pekerjaan," kata dia.
Menurut Tirza, pendirian Program Studi Bahasa Lampung merupakan desakan DPRD dalam rangka menjaga kelestarian bahasa dan budaya Lampung agar terhindar dari kepunahan. Selain komitmen dalam bidang pendidikan, pemerintah juga harus membangkitkan kesadaran masyarakat Lampung untuk membudayakan bahasa Lampung dalam kehidupan sehari-hari, baik di lembaga formal maupun nonformal.
Sementara itu, pemantauan Lampung Post, hampir sebagian besar SD, SMP, dan SMA di Lampung menjadikan bahasa Lampung sebagai mata pelajaran muatan lokal. Sayang, pelajaran Bahasa Lampung hanya diajarkan di atas kertas, bukan dalam bahasa sehari-hari di sekolah. Guru dan siswa lebih sering menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam pengantar mata pelajaran dan aktivitas di sekolah. n RIN/S-1
Sumber: Lampung Post, Jumat, 23 Februari 2007
No comments:
Post a Comment