July 29, 2007

Bingkai: Bahasa Sang Bumi Ruwa Jurai Menangis

-- Sarip*

BAHASA daerah yang merupakan ciri yang tidak dapat dihilangkan dari setiap daerah, merupakan sesuatu yang tidak dapat dimungkiri. Tapi, kini bahasa Lampung yang merupakan kebanggaan daerah Lampung, sekarang kering sekali di daerahnya sendiri atau sedang mengalami sakit. Keterpurukan bahasa Lampung itu sendiri akan menjadikan nilai budaya Lampung semakin menipis, terutama di generasi muda. Memang dewasa ini banyak digembar-gemborkan di Lampung tentang budaya Lampung agar tetap eksis, malahan saya tidak pernah mengerti budaya yang mana, apakah budaya tari atau lagu daerah Lampung itu sendiri.

Apabila kita mau menyadari kenapa bahasa Lampung kurang sekali mendapatkan perhatian terutama di kalangan anak muda sekarang, dapat diketahui ada beberapa penyebabnya antara lain, pertama, anak muda sekarang lebih senang menggunakan bahasa Indonesia dalam berdialog di Daerah Lampung sendiri. Kedua, pembinaan bahasa Lampung kurang mendapat dukungan dari Pemerintah Lampung dan masyarakat Lampung sendiri.

Saya merasa terkejut sekali setelah melihat situs Unila yang menyatakan Pendidikan Program Diploma Tiga (D-3) Bahasa dan Sastra Lampung Unila tahun akademik 2007--2008 dihentikan sementara. Walaupun sebagai pendatang saya merasa heran kenapa itu harus terjadi, sementara apabila kita mau berpikir secara sehat di mana pun kita berada, maka bahasa daerah begitu penting. Dengan dihapuskannya program Bahasa Lampung di Unila, tentunya akan mengurangi pengembangan bahasa daerah Lampung sendiri.

Patut disadari oleh pemerintah daerah Lampung sendiri, apabila berkunjung ke daerah lain, suasana bahasa daerahnya begitu kental sekali, bahkan ada yang menamakan bahasa daerahnya adalah bahasa ibu dan bahasa nasional sebagai bahasa alternatif.

Selain itu kendala dalam bidang bahasa budaya Lampung juga terkendala oleh sejarah daerah Lampung itu sendiri. Itu terbukti, pada saat di dunia akademis saya bertanya pada anak Lampung sendiri, bagaimana sih sejarah Lampung? Mereka hanya menjawab kurang paham bahkan ada yang tidak tahu sama sekali, sehingga dapat diperoleh hampir 75% anak muda Lampung tidak mengetahui sejarah daerahnya sendiri.

Hal ini sangat berbeda dengan daerah lain, ketika saya bertanya tentang bagimana sejarah Medan pada anak Medan, bagimana sejarah Banten pada anak Banten, dan bagaimana sejarah Palembang pada anak Palembang, dan anak pendatang lainnya? Semuanya memaparkan dengan sangat baik tentang sejarah daerahnya dan hampir semua jawaban yang diberikan mempunyai kesamaan atas daerah yang sama. Ini membuktikan bahwa selain problematika yang dihadapi oleh anak muda tentang bahasa Lampung juga problematika tentang sejarah Lampung itu sendiri.

Akibat kurangnya dukungan atau perhatian terhadap bahasa Lampung di Unila sendiri kelihatanya sedang mati suri hal ini terbukti dengan penghentian sementara lantaran program studi (prodi) tersebut akan ditutup, melainkan ingin melihat peluang dan formasi dalam perekrutan calon pegawai negeri sipil (CPNS) apakah terserap atau tidak.

Di sini terlihat sekali bahwa apabila pemerintah daerah tidak memperhatikan bahasa daerah Lampung dalam perekrutan CPNS, akan ditutup, hal ini sudah sewajarnya dilakukan sebab setiap universitas tidak menginginkan anak didiknya yang lulus menjadi penganguran. Di sinilah seharusnya peran pemerintah daerah yang bekerja sama dengan Unila meningkatkan kembali bahasa Lampung. Memang penutupan prodi tidak akan terjadi apabila pemerintah daerah sendiri menyadari betapa pentingnya bahasa Lampung sebagai ciri yang mudah dikenal di manapun mereka berada.

Peryataan tersebut disampaikan Ketua Prodi D-3 Bahasa dan Sastra Lampung Iqbal Hilal saat dihubungi Lampost, Kamis (12-7) malam terkait dengan prodi ini yang tidak menerima mahasiswa baru pada tahun akademik 2007--2008. Kendala yang dihadapi bagi lulusan bahasa Lampung sendiri adalah sejak dibuka pada tahun akademik 1989--1999 sudah meluluskan sekitar 800 orang. "Memang lulusan kami separo menjadi guru kontrak di SD dan SMP, namun mereka belum banyak yang diangkat. Kami juga menunggu reaksi dan perhatian pemerintah daerah terhadap Prodi D-3 Bahasa dan Sastra Lampung."

Sebetulnya perlu disadari keberadaan bahasa Lampung sendiri bukanlah ada pada masalah peminat ternyata justru permasalahan yang besar terletak pada perhatian pemda itu sendiri terhadap kemajuan bahasa Lampung. Hal tersebut dibuktikan dari setiap tahun ajaran akademik bahasa dan sastra lampung hanya dapat menampung 40 mahasiswa sementara yang mendaftar mencapai 300 orang.

Sudah saatnyalah sekarang ini dengan konsep otonomi daerah yang ada, pemerintah maupun universitas membuka diri terhadap budaya sendiri. Sebab, sebagai pendatang yang bergelut di dunia akademis terkadang merasa malu di saat pulang ke kampung halaman ditanya sekitar bahasa Lampung, ternyata kejadian serupa tidak hanya menimpa saya seorang diri bahkan hampir seluruh mahasiswa pendatang saat pulang kampung halaman ditanya hal yang sama. Hanya saya bisa berharap walaupun tidak bisa bahasa Lampung tapi jangan hilangkan nilai luhur diri sendiri sebab ada pepatah bilang "Orang melayu dapat dikenali bukan dari bukan dari bentuk fisik oleh sesama orang Melayu tapi oleh bahasanya". Hal ini akan mengandung makna bagaimana Lampung dapat dikenal kalau dalam bahasa sendiri tidak pernah digunakan.

* Sarip, Alumnus Fakultas Hukum Unila 2007

Sumber: Lampung Post, Minggu, 29 Juli 2007

1 comment:

  1. hay... met kenal yaa... bagus juga ya tulisanya, kalo punya waktu maen ke lekkopitu.blogspot.com

    ReplyDelete