July 15, 2007

Hadiah Rancage: Cambuk Perkembangan Sastra Lampung

Bahasa-sastra Lampung menjadi salah satu aset kekayaan seni budaya daerah Lampung sekaligus nasional. Untuk itu kewajiban setiap warga,terutama akademisi dan sastrawan mengembangkan salah satu cabang seni ini. Semua pihak, baik kalangan pemerintah, swasta maupun perorangan dapat melakukan hal untuk pengembangannya.

Hadiah Rancage

Adalah Yayasan Rancage yang rutin memberikan penghargaan terhadapsastrawan daerah. Yayasan tersebut menilai lebih pada sastra berbahasa daerah yang ada di Indonesia. Yayasan yang dikomandani Ajib Rosidi itu memberikan penghargaan juga berupa uang senilai Rp5 juta setiap satu buku yang dipilihnya.

Pada tahun 2007, misalnya, Yayasan Kebudayaan Rancage memberikan Hadiah Sastra Rancage 2007 kepada sastrawan dan orang yang berjasa mengembangkan sastra daerah. Penyerahan hadiah bekerja sama Universitas Islam Bandung (Unisba) dan bertempat di aula kampus tersebut.

Hadiah sastra Rancage diberikan setiap tahun untuk dua bidang kreativitas. Pertama, bidang karya, yakni penulisan dan penerbitan buku dalam bahasa daerah. Kedua, bidang jasa, yakni pemeliharaan dan pengembangan bahasa dan sastra daerah.

Untuk tahun 2007 hadiah sastra Rancage untuk kategori berbahasa Sunda diberikan kepada Rukmana sebagai pengarang Oleh-Oleh Pertempuran (kumpulan cerita pendek terbitan Kiblat Buku Utama--KBU), R. Rabindranat Hardjadibrata (orang yang berjasa dalam memelihara dan mengembangkan bahasa Sunda).

Untuk kategori berbahasa Jawa, hadiah Rancage diberikan kepada Ahmad Tohari yang mengarang roman Ronggeng Dukuh Paruk Banyumasan terbitan Yayasan Swarahati Purwokerto dan Maria Kadarsih (orang yang berjasa mengembangkan bahasa Jawa).

Untuk kategori berbahasa Bali, hadiah sastra diberikan kepada I Made Suarsa yang mengarang Gede Ombak Gede Angin (kumpulan cerita pendek) dan Ida Bagus Darmasuta (berjasa mengembangkan bahasa Bali). Setiap pemenang akan mendapatkan piagam dan uang penghargaan Rp5 juta.

Pemberian penghargaan ini ternyata mampu mendongkrak jumlah karya sastra yang diterbitkan. Hal itu dapat dilihat dari jumlah buku sastra yang dinilai mengalami perkembangan. Tahun 2006 saja, untuk buku sastra berbahasa Sunda terdapat 27 judul, buku sastra bahasa Jawa 10 judul, dan buku sastra berbahasa Bali 19 judul.

Peluang Sastra Lampung

Sampai saat ini, Hadiah Rancace baru diberikan untuk karya sastra berbahasa Sunda, Jawa, dan Bali. Namun pihak Yayasan Kebudayaan Rancage sebenarnya tidak menutup kemungkinan Hadiah Rancage dianegerahkan pada karya sastra berbahasa daerah lainnya. Peluang ini sebenarnya bisa diambil sastra dan sastrawan Lampung. Lampu hijau sudah ada bagi kemungkinan sastra Lampung mendapatkan Hadiah Rancage.

"Untuk tahun 2008, kemungkinan ada sebuah buku sastra dari Lampung yang dinilai, yaitu buku puisi dwibahasa Lampung-Indonesia, Momentum karya Udo Z. Karzi terbitan 2002," kata Sekretaris Yayasan Kebudayaan Rancage Hawe Setiawan yang dihubungi beberapa waktu lalu.

Setelah ini, harus ada komitmen dari para sastrawan Lampung untuk terus berkarya. Harus ada jaminan buku sastra Lampung modern terbit minimal satu buku setiap tahun.

Dengan pernyataan inilah sastrawan Lampung harus dapat terpicu bangkit menerbitkan karyanya.Sebab, panghargaan tersebut dapat diraih para sastrawan Lampung.

Bahkan, seorang pengamat budaya Lampung di Bandung Irfan Anshory, menantang seluruh komunitas sastra di daerah asalnya untuk mendapatkan itu. "Asalkan sastrawan Lampung punya komitmen menerbitkan buku karena yayasan tidak menilai karya sastra yang hanya dilisankan," kata Irfan Anshory yang juga salah seorang pengurus Yayasan Rancage Bandung, Rabu (11-7).

Seperti penghargaan yang telah diterima para sastrawan Sunda, Jawa, dan Bali, Yayasan Kebudayaan Rancage mengapresiasi mereka karena komitmennya setiap tahun menerbitkan bukunya.

Mereka telah berkomitmen terus-menerus mengeluarkan buku karyanya. Dua daerah atau etnis yang memiliki "tradisi" kesusastraan yang pernah "dilirik" yayasan tersebut, yaitu etnis Sasak dan Lampung. Keduanya dianggap mempunyai sastra tradisi yang dapat digelontorkan ke masyarakat melalui cetakan buku. "Coba para sastrawan di Lampung membuat pernyataan itu dan dimuatkan di media massa. Tapi, tidak hanya sekadar pernyataan, tetap ada kelanjutannya," kata Irfan.

Pengembangan Sastra Lampung

Adanya tawaran penghargaan dari yayasan tersebut mendapat tanggapan positif. Salah satu penerbit di Bandar Lampung, yaitu Penerbit Matakata menyatakan siap menerbitkan buku-buku karya sastra modern berbahasa daerah setempat.

"Kami siap menerbitkan buku itu," kata salah seorang pengurus Yayasan Sekolah Kebudayaan Lampung (SKL) yang menaungi penerbitan Mata Kata, Budi Hutasuhut, yang ditemui di ruang
kerjanya, beberapa waktu lalu.

Bahkan, katanya, perusahaan tersebut telah menyiapkan sebuah buku sastra berbahasa Lampung. Buku itu karangan sastrawan Udo Z. Karzi yang rencananya meluncur pada bulan September 2007.

Selain itu ada beberapa buku sastra yang siap juga meluncur, tapi masih menunggu giliran. "Kalau untuk buku-buku umum, sudah 10 kali kami menerbitkannya. Sekarang giliran buku sastra concern kami," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Dewan Kesenian Lampung (DKL) Hary Jayaningrat mengaku pihaknya juga peduli dengan perkembangan sastra Lampung. Sebab, persoalan potensi memang menjadi kewajiban pihaknya untuk mengangkat. Dan khusus untuk sastra Lampung, dia berjanji terus mendorong sastrawan membuat karyanya dalam bahasa Lampung. "Untuk membukukannya, kami akan coba jajaki kerja sama dengan Jung Fundation, salah satu LSM yang peduli kesenian daerah Lampung," katanya.

Selama ini memang seniman sastra tradisi Lampung banyak yang mengembangkan sastra lisannya. Tapi, minim sekali buku sastra berbahasa Lampung yang terbit. "Ke depan, kami akan merancang hal itu agar ada kontinuitas sastra berbahasa Lampung Lampung," katanya.

Kemudian juga harus diakui dalam beberapa tahun ini, seniman sastra di Lampung "tidur", sehingga event sastra jarang sekali digelar di tanah Sang Bumi Ruwa Jurai. Untuk itu DKL, kata Hary, akan mencoba mengubah paradigma seniman yang terus mengangkat secara person dirinya.

Ke depan, harus ada sebuah agenda yang mampu mengangkat utuh seni dan budaya Lampung. "Penghargaan dari yayasan ini saya harap mampu membangunkan seniman dari tidurnya," katanya.

Tentang Ajip Rosidi

Sedikit cerita tentang penggagas Yayasan Kebudayaan Rancage Ajip Rosidi. Lelaki yang sempat bertualang ke Negeri Matahari Terbit itu menganggap buku merupakan hartanya yang paling berharga. Setelah 22 tahun menjadi pengajar mata kuliah Studi tentang Indonesia di University Foreign Studies Osaka, Ajip membawa sekitar 20 ribu buku dalam satu kontainer besar dan bahkan hanya membawa sedikit pakaian saat pulang.

Sekarang di Pabelan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dia membangun rumah untuk menjalani masa tuanya. Sastrawan yang memasuki usia ke-80 tahun ini sedang membangun rumah di areal seluas satu hektare. Selain tempat tinggal, ia juga membangun pendopo, ruang pertemuan, dan perpustakaan besar.

"Mungkin pekan ini dia datang dari Pabelan ke Bandung. Di situ saya berkesempatan menginformasikan komitmen sastrawan Lampung kepadanya. Ini menjadi 'cambuk' bagi perkembangan sastra Lampung," kata Irfan Anshory. n MUSTAAN/S-1

Sumber: Lampung Post, Minggu, 15 Juli 2007

No comments:

Post a Comment