January 11, 2008

Dialog Budaya: Menara Siger Ikon Budaya

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Menara Siger sebagai ikon kebudayaan Lampung harus didukung dengan optimalisasi seni dan budaya, serta pariwisata. Tujuannya, mendukung keberhasilan Visit Lampung 2009.

Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. mengatakan hal itu pada gelar budaya dan dialog interaktif sebagai perekat budaya bangsa di Mahan Agung, Selasa (8-1), pukul 20.00. Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama Pemerintah Provinsi Lampung, RRI, dan TVRI Lampung, dimoderatori Parni Hadi, Direktur RRI. Selain Sjachroedin, narasumber lain, yaitu Satono (Bupati Lampung Timur), Meisary Berti Mu'min, perwakilan budayawan, dan Anshori Djausal sebagai pengamat budaya.

Pendengar RRI di mana pun saat itu dapat mendengarkan secara langsung acara ini. Selain itu, pendengar dapat melayangkan pertanyaan melalui pesan singkat. Pada acara yang juga disiarkan TVRI Lampung, Sjachroedin menjelaskan Menara Siger adalah kebanggaan masyarakat Lampung, yang menyiratkan nilai-nilai budaya Lampung, yaitu harga diri, suka bergaul, menjunjung rasa malu, dan sebagainya. Nilai-nilai itulah yang mempererat masyarakat Lampung, meskipun dalam keberagaman.

Dalam rangka itu, anggaran pengembangan budaya dan seni, menurut Sjacroedin telah ditingkatkan. "Tetapi, anggaran itu tersebar di berbagai satuan kerja bisa menjadi bagian kerja dari Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata, dan sebagainya."

Anshori Djausal mengatakan dinamika kebudayaan Lampung cukup mengalami perkembangan. "Sebelum tahun 1980-an belum ada tari siger penguten, demikian juga sebelum tahun 2005 belum ada Menara Siger," ujarnya yang diikuti tepuk tangan para undangan.

Menurut dia, pengembangan seni dan budaya serta potensi pariwisata harus memiliki keunggulan tersendiri dibanding dengan daerah lainnya. "Meskipun Lampung juga memiliki kawasan wisata bahari yang indah, jangan diarahkan sama dengan Bali."

Meisary Berti lebih menyoroti masalah bahasa daerah. Dia mengaku prihatin dengan minimnya penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari. "Tampaknya sekarang, masyarakat pendatang masih enggan menggunakan bahasa tersebut. Jadi siapa pun yang berpijak di bumi Lampung harus dapat berbahasa daerah." n DWI/K-1

Sumber: Lampung Post, Jumat, 11 Januari 2008

No comments:

Post a Comment