March 13, 2011

[Perjalanan] Menyusuri Rel Palembang-Lampung

SATU ekspedisi bertajuk Susur Rel Kereta Api Palembang-Lampung dilakukan UKM Fotografi Zoom Unila bulan lalu. Tim beranggota 9 orang itu berburu foto sambil “menikmati” pengalaman lain di jalur sejauh 389 km. Berikut catatan perjalanan mereka.




Satu seremoni sederhana digelar di Stasiun Tanjungkarang, 20 Februari 2011 malam. Acara penuh haru itu untuk melepas sembilan “penantang” yang akan menapaki setiap ruas rel dari Palembang—Tanjungkarang.

Tim dari UKM Fotografi Zoom Unila itu terdiri dari Tegar Mujahid, Yolli M., Rahmad Anefri, Belly Maishela, Fahmi Rahmat, Rama Kapitan, Resca Ridhatama, Aryanti Widyaningrum, dan Kukuh Rubiyanto. Mereka didamping tim support terdiri dari Ari Martha, M. Andriyan, Riky Efran Gambit, dan Lian Edvantris yang telah lebih dahulu berangkat.

Bertolak ke Palembang dengan kereta api Limex Sriwijaya malam, mereka bermodal semangat mengasah kepekaan dan menjajal trek berbeda. Ucapan-ucapan selamat jalan dan semangat mengiringi keberangkatan yang membesarkan dada.

Berjam-jam di dalam kereta, pagi menyapa, dan kota tujuan telah ditapaki roda sepur. Tim support yang menjadi bagian dari ekspedisi ini telah berada di Stasiun Kertapati menyambut dan menyiapkan segala sesuatu.

Satu sambutan kecil oleh pihak PT KA Stasiun Kertapati berbarengan dengan briefing menjelang bendera start. Persiapan, dari sekadar mandi sampai sarapan selesai, ekspedisi diawali dengan foto-foto bersama. Dengan langkah gagah kami memulai hitungan perjalanan. Selain alat keselamatan dan bekal, satu alat utama kami adalah kamera. Ini yang menjadi alat pokok karena ekspedisi ini juga diembel-embeli reli foto.

Di sekitar Stasiun Kertapati, banyak objek yang kami temui, terutama human interest. Ada pekerja yang sedang membenarkan rel, ada anak-anak yang sedang bermain, orang-orang yang lalu lalang dan lain sebagainya. Langkah awal kami semangat, ligat, dan sigap. Setiap ada objek menarik kami siap kamera dan membidik.

Meskipun sibuk dengan kamera, kami tetap bersosialisasi dengan menyapa warga sekitar rel. Sambutan senyum hangat pun mereka berikan. Sesekali terjadi percakapan antara kami dan warga. Mereka bertanya tentang kegiatan yang kami lakukan, dengan bangga kami menjawab bahwa kami sedang melaksanakan kegiatan ekspedisi susur rel Palembang—Lampung.

Dengan wajah dan nada suara kaget mereka menanggapi jawaban kami. Walaupun tidak begitu percaya, mereka memberikan semangat dan doa kepada kami agar kami bisa sampai di Lampung, khususnya Stasiun Tanjungkarang, dengan keadaan selamat dan sehat.

Semakin jauh berjalan kami semakin meninggalkan daerah permukiman warga, yang kami temui hanyalah semak belukar, seperti hutan tapi bukan hutan. Ada juga beberapa rawa-rawa. Menjelang siang, terik matahari menyapa.

Cuaca panas di daerah Sumatera Selatan memang terasa lebih panas. Hal ini membuat langkah kami terasa berat, kami berjalan mulai melambat. Keringat pun mulai membasahi baju, gerah rasanya membuat tidak nyaman.

Menjelang tengah hari kami beristirahat. Tempatnya sepi, hanya ada beberapa rumah penduduk. Kami membuka bekal nasi bungkus.

Dalam 15 menit, acara lunch selesai. Sejurus, ransel sudah bertengger di punggung dan perjalanan di terik diteruskan.

Menjelang sore hari, kami mencapai stasiun kecil pertama, yaitu Stasiun Simpang Tiga. Dengan napas terengah-engah kami duduk sambil meluruskan kaki. Beberapa anggota sudah ada yang mulai mengeluh. Seperti saya yang meminta plester untuk memplester jempol kakinya.

Masih tetap diterpa cuaca panas saat sore, kami perlahan melangkah. Jarak antaranggota tim pun mulai menjauh. Kami pun mulai mengeluh kelaparan.

Perjalanan diteruskan. Di bulak panjang, kami melihat seekor babi besar melintas. Ini pertama kali kami melihat babi liar di hutan. Kami juga sempat dikejar anjing menjelang magrib.

Hari semakin gelap, letih mengganggu konsentrasi berjalan hingga membuat emosi memuncak. Walaupun jarak ke stasiun berikutnya hanya 4 km lagi, terasa sangat jauh. Harapan untuk istirahat mulai ada ketika kami sudah melihat cahaya lampu dari stasiun kecil yang kami tuju.

Langkah kaki semakin cepat. Sekitar pukul 20.30 kami sampai ke stasiun kecil, Paya Kabung. Di tempat ini kami bermalam dengan beberapa kejadian gaib yang membuat bergidik. Saat pagi, kami baru tahu jika di stasiun itulah tempat mayat-mayat dikumpulkan saat terjadi kecelakaan kereta api beberapa waktu lalu.

Pada hari kedua, kami lanjutkan ekspedisi hanya dengan delapan orang karena Yolly sakit. Stasiun demi stasiun kami lewati. Selama perjalanan kami lewati suka dan duka bersama. Teman yang paling setia menemani kami dan sangat menolong kami di saat kami kelaparan adalah roti Donal.

Berikutnya kami melanjutkan perjalanan dari Blumbangan hingga Prabumulih dengan terus “membekukan” setiap objek foto.

Dari Prabumulih, kami Stasiun Baturaja. Dari Baturaja, stasiun berikutnya adalah Martapura. Tempat yang menarik adalah jembatan yang sangat besar dan panjang. Di situ kami puas berfoto, selain jembatan yang menarik di sana merupakan tempat penambang pasir. Jadi banyak objek menarik yang dapat kami foto.

Meski masih separuh perjalanan, selepas Martapura kami sudah terasa lebih tenteram di hati ketika memasuki wilayah Lampung. Stasiun Blambangan Umpu meneguhkan bahwa satu provinsi telah terlewati.

Setelah dari Blambangan Umpu kami melanjutkan ke Stasiun kotabumi. Terasa sudah Lampung tercinta, perasaan kangen dengan keluarga di rumah makin terasa. Rasanya ingin cepat-cepat sampai ke Stasiun Tanjungkarang. Perasaan inilah yang membuat kami semakin bersemangat agar cepat sampai tempat tujuan terakhir.

Setelah bermalam di Kotabumi, kami melanjutkan kembali perjalanan. Istirahat pertama kami di Stasiun Kalibalangan, selanjutnya di Blambangan Pagar dan tempat terakhir pada hari itu adalah Stasiun Sulusuban.

Perjalanan selanjutnya ke Stasiun Haji Pemanggilan dengan kawalan hujan deras. Terus melewati beberapa stasiun kecil, akhirnya kami disambut dengan haru oleh keluarga dan segenap warga kampus. Tak kurang, Rektor juga hadir menyambut.

Pukul 16.15, kami sampai di Stasiun Tanjungkarang. Perasaan campur aduk, dari bahagia, haru, bangga dan lain-lain menjadi satu. Hari yang sangat berkesan. (TIM/M-1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 13 Maret 2011

3 comments:

  1. saya pernah naik limeks srwijaya dan rajabsa lintas KPT-TNK PP. saya tahu betapa capai dan lelahnya. apalgi kalian hanya berjalan kaki.. mungkin bisa ditambah lagi dengan hasil foto foto sepanjang perjalnan itu.

    btw saya salut

    ReplyDelete
  2. Sholeh bandung. Selamat n sukses. Dlu d perhimpunan pencinta alam sma dbandung Ada jg program menyelusuri rel ka tp tahun 95 An sudah dihapus. Apalagi sekarang berjalan di atas rel ka adalah pelanggaran hukum.

    ReplyDelete
  3. mohon maaf , boleh bertanya tentang apa saja nama nama jembatan untuk rel kereta api yang dilalui kereta api palembang lampung . Terimahkasih.

    ReplyDelete