June 19, 2011

[Wawancara] Menghidupkan Kesenian Lampung

Syafariah Widianti
Ketua Umum Dewan Kesenian Lampung



MASYARAKAT Lampung harus tersentuh dengan kesenian. Sebab, seni akan membuat hidup lebih indah. Seni juga akan membangun harmoni hidup lebih baik. Oleh sebab itu, kesenian harus tetap hidup pada diri kita semua.

Lampung menjadi salah satu nama yang cukup mapan dalam perkembangan kesenian di Indonesia. Produktivitas dan kreativitas seniman Bumi Ruwa Jurai ini cukup baik dan selalu ambil bagian dalam setiap event seni budaya nasional, bahkan internasional.

Seni memang idealnya tumbuh dan hidup dari dalam dirinya sendiri yang mampu menampilkan keindahan lahir maupun batin. Itu yang terjadi pada karya-karya seni murni (fine art). Nama-mana seperti Bali, Yogya, dan Bandung, misalnya, adalah contoh dari kehidupan seni yang sesungguhnya. Di situ, seni sudah menjadi komoditas yang menjanjikan.

Di Lampung, atmosfer fine art memang belum subur. Namun, beberapa cabang seni, seperti teater, sudah mulai menempatkan pada posisi idealnya. Kita bisa simak kiprah Teater Satu Lampung yang dinobatkan sebagai teater terbaik nasional 2010 versi Majalah Tempo yang kini sudah “laku” di pentas nasional dan mancanegara.

Meskipun demikian, perkembangan seni juga harus didorong pemerintah. Sebab, untuk menjaga agar para seniman tetap berkarya dan berkreasi untuk kemudian menjadi eksis, memang butuh dukungan moral dan meterial. Itulah mengapa Dewan Kesenian Lampung (DKL) masih begitu diperlukan sebagai penjaga seni dan seniman.

Untuk mengetahui apa kiprah dan visi DKL dalam menjaga dan mengembangkan seni budaya Lampung, berikut petikan wawancara wartawan Lampung Post Hesma Eryani, Wiwik Hastuti, dan Sudarmono dengan Ketua DKL Syafariah Widiyanti, Kamis (16-6), usai pengukuhan DKL masa bakti 2011—2014.

Anda baru saja dikukuhkan kembali menjadi ketua umum DKL. Apakah merasa berhasil mengantar DKL pada periode lalu?



Bukan seperti itu. Untuk sesuatu tugas yang diamanahkan, saya selalu menganggapnya sebagai kepercayaan yang harus dijalankan. Itu adalah bagian dari cita-cita hidup saya, agar bisa bermanfaat bagi lebih banyak orang lain.

Soal apakah berhasil atau tidak dari apa yang saya kerjakan, itu bukan bagian saya. Penilaian saya serahkan kepada orang lain, terutama kepada pihak yang memberi amanah. Dalam hal ini, amanah itu diberikan kepada saya dari para seniman dan pekerja seni. Nah, saya tidak tahu mengapa mereka meminta saya untuk kembali memimpin DKL. Maka, saya serahkan penilaian itu kembali kepada Anda.

Apa yang sudah Anda lakukan untuk kesenian di Lampung?

Terus terang belum maksimal apa yang saya lakukan untuk kesenian di Lampung melalui DKL. Meskipun banyak orang menilai sejak beberapa tahun terakhir, kegiatan kesenian dan agenda-agenda untuk memajukan kesenian juga lebih terasa.

DKL berusaha aktif untuk mengikuti setiap agenda seni budaya di luar daerah, bahkan luar negeri. Saya berusaha keras agar seniman-seniman Lampung bisa ikut pada kegiatan-kegiatan yang levelnya lebih luas. Intinya, agar tidak hanya berkutat di daerahnya. Lebih dari itu, ini adalah kesempatan seni budaya dan Lampung pada umumnya agar dikenal di dunia luar. Kalau cuma hebat di daerahnya sendiri, ya bagaimana?

Di periode kedua kepemimpinan, apa yang akan Anda lakukan?

Saya berpikir kesenian adalah sesuatu yang indah. Kata orang bijak, dunia akan indah jika ada seni. Dan saya juga yakin, setiap kegiatan manusia jika dilandasi dengan seni dan keindahan, hidup ini akan terasa lebih indah. Bagitu, kali ya.

Oleh sebab itu, saya menganggap kesenian harus menjadi bagian dari hidup kita. Seni dan budaya tentu saja yang bermuatan kebaikan-kebaikan, harus masuk kepada setiap orang, termasuk para pejabat, politisi, profesional, dan lainnya.

Beberapa waktu lalu saya pernah mengajak Gubernur untuk ikut main warahan. Dia sudah mau, tetapi kebetulan belum dapat waktu yang tepat dan senggang. Nah, dengan main sandiwara warahan itu, kita akan mengenal dunia seni. Dan diharapkan semua orang kenal dengan seni. Dengan demikian, pekerjaan apa pun, kita tetap bisa enjoy. Atau setidaknya, berkesenian bisa menjadi saluran positif untuk menghibur diri melepaskan penat.

Anda sendiri sudah pernah main warahan?

Lo, enggak pernah nonton berarti, ya? Saya memang tidak punya keahlian di bidang seni. Memang, kalau baca puisi dan nyanyi-nyanyi, ya bisalah sedikit-sedikit. Nah, dengan modal sedikit modal suka dan sedikit nekat, saya berusaha ikut dan merasakan menjadi seniman.

Apa manfaat seni itu bagi Anda?

Sekali lagi, saya meyakini bahwa seni itu akan membuat kita lebih berbudaya. Artinya, orang akan lebih peka, lebih mudah simpati, lebih lembut jiwanya dari pada orang yang tidak pernah berkesenian.

Kalau manfaat secara pribadi, ya tentu saja kesenian itu membuat kita lebih rileks. Orang menyanyi-nyanyi itu kan bisa gembira dan terlepas dari ketegangan.

Tentu kalau kami main warahan ya bukan yang lakonnya serius. Ya, seperti ketoprak humor, begitulah. Jadi, kita kan bisa ketawa-ketawa. Dan itu bisa membuat kita lega.

Kembali ke program DKL tiga tahun ke depan, konkretnya seperti apa?

Soal program kerja memang sedang kita godok untuk ditetapkan menjadi program nyata. Yang pasti, semua program yang selama ini menjadi agenda DKL dan dalam evaluasinya punya imbas positif dan signifikan, kami akan teruskan.

Untuk diketahui, DKL hanyalah suatu wadah yang diakui pemerintah dan bertugas menjadi fasilitator bagi tumbuh-kembangnya kesenian di daerah. Oleh sebab itu, kami akan memfasilitasi setiap kegiatan yang bersifat seni budaya untuk mendapatkan tempat dan fasilitas yang sepadan dengan prestasi dan kiprahnya.

Evaluasi selama tiga tahun Anda pimpin, seperti apa?

Ya, masih banyak yang harus kita benahi dan tingkatkan. Pada kepengurusan yang baru ini, ketua hariannya berganti kepada Mas Harry (Harry Jayaningrat). Saya yakin, dia bisa menjembatani para seniman di semua lapisan masyarakat di Lampung untuk bisa tumbuh dan berkembang bersama.

Kami ingin kesenian ini benar-benar menjadi seni yang bisa dinikmati masyarakat, bukan seni yang hanya dinikmati oleh para seniman sendiri. Pendek kata, kesenian harus membumi.

Soal seni yang membumi, seperti apa contoh konkretnya?

Kebetulan beberapa waktu lalu DKL membuat kegiatan melukis bersama di Kelumbayan. Kami mengajak sekitar 130 pelukis, termasuk kami mengundang pelukis dari Jerman, datang ke Desa Batulayar, Kelumbayan, Tanggamus. Di situ kami mengundang masyarakat sekitar, bersama-sama melukis keindahan alam Kelumbayan. Di situlah kami merasakan masyarakat harus kita libatkan agar menjadi bagian dari kesenian itu sendiri.

Dan ternyata, warga sangat antusias dan bergembira bersama kami. Mereka bisa tahu dan kenal dengan pelukis-pelukis terkenal, mengenal karya lukis yang baik, dan ini menjadi pendidikan tentang seni rupa kepada masyarakat. Artinya, seni lukis itu harus juga dinikmati masyarakat. Dan masih banyak contoh lain. Ke depan, kita akan lebih banyak membuat kegiatan yang membumi seperti itu.

Banyak yang menyoroti DKL tidak peduli dengan kesenian yang tumbuh sendiri di masyarakat, seperti kuda kepang, ketoprak, atau sejenisnya. Apa komentar Anda?

Penilaian seperti itu bisa saja benar. Kami sudah berusaha untuk mengakomodasi semua kesenian, tetapi mungkin belum bisa seluas yang kami inginkan. Tetapi baik, itu akan menjadi bahan evaluasi dan menjadi acuan menyusun rencana kerja mendatang.

Soal fasilitas kesenian di Lampung, apa komentar Anda?

Ya, saya kira seni juga harus ditunjang modal. Meskipun idealnya seni itu seharusnya bisa menghidupi dirinya sendiri. Itu terjadi pada kesenian-kesenian yang sudah mapan atau kesenian tradisional yang mendapat upah dari menjual karyanya. Tetapi, untuk seni secara umum masih belum.

Oleh sebab itu, sejak tiga tahun lalu kami sudah mendesak Pemprov untuk menyediakan atau membangun gedung kesenian. Sejak tahun lalu pembangunan gedung kesenian Lampung sudah dimulai, tetapi sampai sekarang belum rampung. Tadi pada acara pengukuhan DKL, Pak Berlian (Sekprov) sudah memberi sinyal bahwa melalui anggaran perubahan, pembanguan gedung kesenian akan berlanjut tahun ini. Minta doanya supaya segera terwujud, ya.

Apa arti penting gedung kesenian?

Ya, tentu penting sekali. Percuma kita latihan seni kalau tidak bisa pentas. Nah, gedung kesenian yang representatif menjadi penting ada.

Selain itu, gedung kesenian diharapkan akan menjadi rumah bersama para seniman. n



BIODATA

Nama : Hj. Syafariah Widianti, S.H., M.H.
Kelahiran : Bandar Lampung, 27 November 1945

Anak :
1. Reza Pahlevi, S.T.
2. Diza Noviandi, S.T., M.Sc.
3. Andi Trevino, S.H.
4. Mona Monica, S.S.S.
5. Donna Febiola, S.E., M.M.
6. Dimas Aditya, S.H., M.H.
7. M. Rinaldi

Pendidikan :
- SD Xaverius Tanjungkarang (1958)
- SMPN 1 Tanjungkarang (1961)
- SMAN 5 Bandung (1964)
- S-1 FH Unila (1969)
- S-1 FH Unila (2002)

Organisasi :
- Ketua Umum DKL (2007—2010, 2011—2014)
- Bendahara Majelis Penyimbang Adat Lampung
- Anggota Komisi IV DPRD Lampung
- Wakil Ketua DPD PDIP Perjuangan Lampung

Sumber: Lampung Post, Minggu, 19 Juni 2011


2 comments:

  1. Weits.... Setuju sekali nih sama misinya untuk Menghidupkan kesenian lampung, terlebih kalau bisa go internasional... Mantabbbb

    ReplyDelete
  2. salam hormat buat ibu ketua DKL Hj. Syafariah Widianti, S.H., M.H.,, semoga kesenian lampung tambah heboh wabil khusus dimasyarakatnya sendiri maupun manca negara,,

    ReplyDelete