June 24, 2012

[Buku] Praktek Keuangan Negara


Data buku   
Hukum Desentralisasi Keuangan. Dr. Yuswanto, S.H., M.H. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Mei 2012. xiv + 256 hlm.

PUBLIK tentu masih ingat kasus dugaan suap dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID). Selain melibatkan anggota Badan Anggaran (Banang) DPR, kasus yang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pertengahan tahun lalu itu, juga sempat menyeret nama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar.

Kasus PPID merupakan salah satu dari sekian banyak kasus keuangan. Bukan hanya mengenai para pejabat yang diduga menerima fee, melainkan bagaimana seharusnya keputusan yang diambil tidak bertentangan dengan hukum. Ini penting karena suatu kebijakan idealnya tidak melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi, konsitusi menyatakan Indonesia merupakan negara hukum.

Buku berjudul Hukum Desentralisasi Keuangan ini menyoroti persoalan tersebut. Penulisnya, Yuswanto, menganalisis praktek-praktek keuangan negara dalam kacamata hukum. Kasus DPPID, misalnya. Yuswanto secara runut dan komprehensif mengurainya. Bahkan, dosen Universitas Lampung (Unila) itu mengaitkan persoalan DPPID dengan esensi dasar hukum, yakni keadilan. Pembaca bisa mengambil kesimpulan, apakah kasus DPPID melanggar hukum atau tidak.

Buku ini tidak hanya berhenti membahas kasus dugaan suap DPPID yang sempat menjadi headline surat kabar. Penulisnya juga mengkaji keseimbangan hubungan keuangan antara pusat dan daerah serta antardaerah di Indonesia. Timbulnya persoalan dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah disebabkan adanya keterbatasan sumber dana pada masing-masing level pemerintahan.

Persoalan lainnya adalah belum terdapat standar pelayanan publik minimum dalam setiap kewenangan pada setiap level pemerintahan. Padahal, hal tersebut merupakan tolok ukur dalam membuat rencana pengeluaran. Dalam bukunya, Yuswanto tidak hanya memaparkan berbagai persoalan dalam perimbangan keuangan, tetapi menawarkan solusi. Salah satunya, memfokuskan industri atau sektor ekonomi yang potensial dikembangkan dengan melibatkan masyarakat.
Buku ini semakin menarik karena membahas dana perimbangan untuk daerah pascabencana. Kita tahu bahwa Indonesia salah satu negara yang rawan bencana. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana bencana gempa bumi dan tsunami meluluhlantahkan Nangroe Aceh Darusalam (NAD) pada 26 Desember 2004.

Setahun kemudian, gempa bumi melanda Provinsi Sumatera Barat pada 28 Maret 2005. Setelah itu, Provinsi DIY Yogyakarta pada 26 Mei 2006. Bencana alam itu bukan hanya menelan korban jiwa, melainkan juga merusak bangunan dan fasilitas publik. Tidak sedikit dana yang digelontorkan pemerintah untuk membantu saudara-saudara kita disana. Bahkan, bantuan juga datang dari masyarakat internasional.

Sang penulisnya dengan lugas dan sederhana, tetapi tetap komprehensif membahas hal tersebut. Berbagai jenis dana yang diatur dalam perundang-undangan dikaitkan dengan dana perimbangan pascabencana. Misalnya, dana darurat yang diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pada dasarnya, biaya penanggulangan bencana nasional dibiayai APBD. Namun, Pemerintah Pusat bisa mengalokasikan dana darurat yang bersumber dari APBN dengan catatan dana APBD tidak mencukupi. Dengan demikian, Pemerintah Pusat dapat memberikan dana darurat pada daerah yang dinyatakan mengalami krisis solvabilitas. Adapun pengertian krisis solvabilitas ialah krisis keuangan berkepanjangan yang dialami selama dua tahun anggaran dan tidak dapat diatasi melalui APBD.

Suatu daerah dinyatakan mengalami krisis solvabilitas berdasarkan evaluasi pemerintah pusat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Krisis solvabilitas ditetapkan pemerintah setelah berkonsultasi dengan DPR. Selain dana darurat juga dibahas dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK) dan dana hibah.
Dengan berbagai dukungan bantuan ditambah hibah mestinya daerah-daerah yang mengalami bencana alam, khususnya, NAD bisa menjadi lebih baik. Setidaknya, roda pemerintahan disana bisa bergerak lagi.

Buku ini semakin lengkap karena membahas perkembangan otonomi daerah. Pembaca bisa memahami bagaimana praktek keuangan negara dalam otonomi daerah. Buku ini sayang dilewatkan para mahasiswa, praktisi hukum, dan jurnalis yang hendak mendalami problematika keuangan negara.

Hendry Sihaloho, pembaca buku, alumnus Fakultas Hukum Unila

Sumber: Lampung Post, Minggu, 24 Juni 2012

1 comment:

  1. Perkenalkan nama saya Tanda Setiya (Pengajar Pusdiklat KNPK Kementerian Keuangan)
    Mohon informasi bagaimana kami agar bisa membeli buku Hukum Desentralisasi Keuangan tersebut, dimana tokonya dan berapa harganya. TK

    ReplyDelete