June 22, 2015

[Tajuk] Menguji Anjau Silau

PEMIMPIN baru selalu datang membawa program baru. Program tersebut digulirkan untuk memperbaiki program lama yang belum sepenuhnya sempat terealisasi.

Program baru tentu saja akan membawa suasana baru di lingkungan kerja. Kebaruan itu pula yang dibawa Brigjen Edward Syah Pernong setelah dilantik sebagai kepala Kepolisian Daerah Lampung di Jakarta dua pekan lalu.

Edward mengusung program anjau silau untuk mengatasi gangguan keamanan di Bumi Ruwa Jurai. Dalam bahasa Lampung, anjau silau berarti saling datang berkunjung.

Dalam pengertian umum, melalui anjau silau, aparat keamanan dan masyarakat saling berkunjung untuk menjalin komunikasi sebelum terjadi gangguan keamanan.

Metode itu merupakan langkah preventif menekan kriminalitas sejak masih di tingkat embrional. Intinya, aparat keamanan dan seluruh komponen masyarakat saling berkomunikasi tanpa harus menunggu sampai terjadi gangguan keamanan. Dalam hal ini, fungsi bimbingan masyarakat dari kepolisian lebih dikedepankan dibandingkan tindakan represif.

Andaipun gangguan keamanan tetap muncul setelah anjau silau dilaksanakan, aparat keamanan akan lebih mudah mengidentifikasi pelaku dan menyelesaikan sesuai dengan koridor hukum.

Program anjau silau sebenarnya penajaman dari program rembuk pekon yang digulirkan pejabat sebelumnya, yakni mantan Kapolda Brigjen Heru Winarko.

Bedanya, dalam rembuk pekon aparat yang mendatangi masyarakat, tetapi dalam anjau silau aparat keamanan dan masyarakat saling berkunjung dalam suasana yang menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal.

Kesamaan rembuk pekon dan anjau silau, kedua program tersebut lebih mengutamakan tindakan preventif. Hal ini sekaligus mengubah paradigma lama tentang keberhasilan aparat keamanan. Jika sebelumnya sukses kepolisian dilihat dari banyaknya pelaku kriminal yang diproses hukum, kini paradigma itu diubah, yakni dari minimnya tingkat gangguan keamanan.

Perubahan paradigma itu menjadi sangat penting karena tujuan penegakan hukum bukan untuk menggiring sebanyak-banyaknya para pelaku kriminal ke bui, melainkan menciptakan kondisi kemasyakaratan yang tertib, aman, dan nyaman. Hanya dalam suasana yang tertib hukum pembangunan dapat berjalan dengan lancar.

Sebagai pejabat yang sering bertugas di berbagai daerah, tentu saja Edward memahami benar tantangan tugas di Lampung. Namun, setidaknya ada dua tantangan utama Raja Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Pernong itu.

Pertama, pemberantasan begal sepeda motor. Aksi begal menjadi ancaman serius sehingga di beberapa wilayah denyut ekonomi berakhir setelah petang. Hanya orang tertentu yang berani keluar pada malam hari karena komplotan begal selalu mengintai.

Tantangan kedua, pembebasan lahan jalan tol trans-Sumatera dari Bakauheni hingga Terbanggibesar. Tidak mudah membebaskan lahan 2.670 hektare yang melintasi 70 desa di tiga kabupaten.

Perlu pendekatan intensif kepada masyarakat terutama yang berkaitan dengan lahan tertentu, seperti makam leluhur. Munculnya calo dan spekulan dari luar daerah juga harus diantisipasi.

Dua tantangan tersebut, begal dan pembebasan lahan tol, menjadi batu uji pertama efektivitas program anjau silau. Masyarakat Lampung tentu mendukung aparat kepolisian dalam setiap tugas penegakan hukum. n

Sumber: Lampung Post, Senin, 22 Juni 2015

No comments:

Post a Comment