BANDAR LAMPUNG (Lampost): Bahasa Lampung yang ditengarai terancam punah harus diatasi sejak sekarang. Salah satu cara yang efektif melalui pendidikan. Namun penekanannya bukan pada aksara, melainkan pada penggunaan bahasa Lampung.
"Apa yang sudah dilakukan saat ini memang sudah baik, yakni dengan masuknya bahasa Lampung menjadi muatan lokal (mulok) di sekolah. Namun, seharusnya penekanannya bukan kepada aksara, melainkan lebih kepada bahasa Lampung. Saat ini siswa mampu menulis aksara Lampung, tapi belum tentu bisa berbahasa Lampung," kata Agus Sri Danardana, mantan Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung, yang sejak 3 Agustus lalu menjadi Kepala Kantor Bahasa Provinsi Riau.
Ia dihubungi Lampung Post, Rabu (12-8), terkait upaya revitalisasi budaya Lampung melalui multimedia oleh Admi Syarif, peneliti dari Unila yang memperoleh penghargaan dari Kementerian Riset dan Teknologi, beberapa hari lalu.
Menurut Agus, Asim Gunarwan, peneliti dari Universitas Indonesia, pada 2004 lalu telah melakukan riset tentang keberadaan bahasa Lampung. Ia memprediksi bahasa daerah ini akan punah 70 tahun lagi, berarti tinggal satu generasi setelah generasi sekarang. Jika tidak dirawat, proses kepunahan semakin cepat.
Agus mengatakan ahli bahasa telah memberikan ukuran tentang keberadaan suatu bahasa. Salah satunya, jumlah etnis penutur bahasa. Bahasa yang dianggap terancam punah, jumlah penuturnya di bawah satu juta orang.
Jika dilihat dari sudut pandang demikian, bahasa Lampung masih tergolong aman karena jumlah penuturnya masih di atas satu juta. "Kalau saya tidak menganggap demikian, apakah ke depan keamanan itu masih terjaga. Kalau kita melihat kenyataan agak mengkhawatirkan jika tidak ada penanganan yang serius," kata Agus.
Dia menilai hal itu memang sudah menjadi hukum alam. Masyarakat desa akan berubah menjadi masyarakat kota, termasuk perilaku dan bahasa daerahnya. Keluarga muda biasanya tidak mengajarkan bahasa ibu kepada anak-anaknya. Lampung saat ini sudah menjadi kota besar.
Agus mengatakan payung hukum sudah ada berupa Perda Pelestarian Bahasa Lampung. Bahasa Lampung telah menjadi muatan lokal dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah pertama. Namun, titik tekannya bukan pada bahasa, melainkan sebatas aksaranya saja.
"Akibatnya anak-anak kita mampu menulis aksara Lampung tetapi tidak bisa berbahasa Lampung. Huruf dikuasai tapi bahasanya tidak. Padahal aksaranya boleh dipelajari tetapi untuk tingkat lanjut," kata dia.
Untuk itu, ia mengatakan upaya yang telah dilakukan oleh Admi Syarif harus ditindaklanjuti. Keunggulan peneliti Unila itu adalah bidang teknologi informasi. Siswa akan mendapatkan kemudahan dari sana.
"Namun yang lebih penting adalah melakukan kesepakatan bersama untuk menyusun standardisasi bahasa Lampung, antara peminggir dan pepadun. Setelah itu baru persiapan kurikulum dan sarana pembelajar yang baik. Dan yang tak kalah penting adalah pengadaan SDM, dalam hal ini guru pengajar bahasa lampung," kata dia.
Oleh karena itu, menurut Agus, Unila perlu mengadakan kembali program studi bahasa Lampung. Dulu sempat didirikan Program Studi D-3 Bahasa Lampung di Unila, tetapi sekarang telah ditutup. Seharusnya ke depan diadakan kembali dan ditingkatkan menjadi Program Studi S-1 Bahasa Lampung. n MG14/S-1
Sumber: Lampung Post, Kamis, 13 Agustus 2009
Harus kita pertimbangkan secara cermat bahwa sebagian besar peserta didik adalah anak pendatang, dan sebagain besar gurunya juga bukan penutur bahasa Lampung. Pelajaran ini juga akan bermakna bila didapatkan value dan attitude serta lebih sempurna bila mampu menghadirkan vocasional dalam pembelajaran itu. Materi pelajaran selama ini menjadi kering karena mengingkari filosofi dari budaya Lampung itru sendiri, sehingga pembelajaran menjadi kering, tampa makna.
ReplyDelete