December 2, 2010

Seni Tradisional Lampung: Penghargaan untuk Sang Maestro ‘Dadi’

BANDAR LAMPUNG-Sudah lama Masnuna tidak nyuara (melantunkan dadi) di depan khalayak. Ada kerinduan yang luar biasa dari para pencinta sastra tradisi lisan Lampung kepada-kalau boleh dibilang-legenda pelantun dadi. Namun, fisik wanita kelahiran Kampung Segalamider, Pubian, Lampung Tengah, tahun 1932 ini tidak memungkinkan lagi untuk menampilkan kemahirannya mendendangkan bait-bait.

Masnuna (DOK LAMPUNG POST)

Terakhir, Masnuna tampil dalam Lampung Art Festival (LAF) III tahun 2005. Meskipun tetap berkarya dan mengembangkan sastra lisan Lampung di kampungnya, sejak itu sosok yang masuk buku 100 Tokoh Terkemuka Lampung terbitan Lampung Post tahun 2008 ini lamat-lamat mulai menghilang dari ingatan publik. Kesenian dadi di Lampung pun seolah terbenam.

Di saat publik mulai lupa, Oktober lalu, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) memutuskan untuk memberi penghargaan kepada sosok seniman tradisi ini dengan menasbihkannya sebagai Maestro Seni Tradisi 2010.

Seniman tradisi, Riagus Ria, mengatakan pertengahan Oktober lalu Masnuna mendapat bantuan dana Rp7,5 juta dari Kemenbudpar. "Lampung patut berbangga dengan prestasi yang ditorehkan Masnuna. Kami sangat mengapresiasi kepedulian pemerintah ini," kata Riagus, keponakan Masnuna, kepada Lampung Post, Rabu (1-12).

Perhatian Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni, dan Film ini, menurut dia, patut diacungi jempol. "Kami cukup terkejut. Sudah lama dia tidak tampil di depan publik. Tapi, ternyata Kemenbudpar menaruh perhatian besar. Kami tahu, pemerintah daerah hingga saat ini belum serius mengembangkan kesenian tradisional Lampung."

Dadi merupakan sastra tutur yang mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi dalam membawakannya karena membutuhkan pernapasan yang panjang dan lengkingan suara yang tinggi. Dalam bahasa Lampung Pubian mengandung sindiran dan makna yang sangat mendalam.

Pernikahan Masnuna dengan Abdul Hasan, pemuda dari Tanjungkemala, Lampung Tengah, pada 1955, tak menghalanginya untuk terus memelihara dadi. Bahkan, Masnuna menjadi guru dadi sekaligus guru mengaji di kampungnya.

Riagus menaruh harapan besar dadi dan sastra lisan Lampung lainnya dapat berkembang luas dan terus dipertahankan. Meskipun di sisi lain Riagus pesimistis akan munculnya "Masnuna-Masnuna" baru dari generasi muda. Sebab, Riagus mengakui generasi muda Lampung tidak gandrung lagi dengan hal-hal yang berbau tradisi. Padahal, dadi membutuhkan teknik pelantunan dengan lengkingan tinggi dan pemahaman kata dalam bahasa Lampung yang bermakna ganda.

Dewan Kesenian Lampung (DKL) pernah mengadakan pelatihan pelantunan dadi dengan menghadirkan Masnuna secara langsung. Namun, kesenian dengan tingkat kesulitan tinggi tersebut sangat susah diserap oleh peserta yang rata-rata adalah pelajar SMA. "Regenerasi akan terputus. Jangankan untuk melantunkan dadi, anak muda sekarang saja malu menggunakan bahasa Lampung dalam kehidupan sehari-hari," kata Riagus. (VERA AGLISA/P-1)

Sumber: Lampung Post, Kamis, 2 Desember 2010

No comments:

Post a Comment