January 16, 2011

Peluncuran Novel Sejarah Pertama Lampung: Harya Terinspirasi Cerita Sang Kakek

TRIBUN-Ratu Sekeghumong sekuat tenaga berusaha mempertahankan keberadaan kerajaannya dari Islamisasi yang dilakukan kerajaan Samudra Pasai. Ratu yang hidup pada abad keduabelas ingin keyakinan kerajaannya, Skalabrak, sebagai penganut agama Hindu mampu melawan Islamisasi.

NOVEL DILUNCURKAN. Novel Perempuan Penunggang Harimau karya dosen FISIP Unila M Harya Ramdhoni diluncurkan, Sabtu (15/1) (Tribunlampung.co.id/marzuli)

Perjuangan Ratu Sekeghumong menjadi alur cerita yang diuraikan M Harya Ramdhoni secara lengkap dalam novel berjudul Perempuan Penunggang Harimau. Kerajaan Skalabrak berada di Liwa, Lampung Barat. Kerajaan tersebut diduga menjadi salah satu kerajaan tertua di Lampung yang mewariskan budaya Lampung Sai Batin saat ini.

"Saya tidak berani mengklaim itu budaya tertua di Lampung. Karena, mungkin saja di daerah lain seperti Tulangbawang ada kerajaan lain. Tetapi, itu salah satu budaya tertua di Lampung," ungkap Harya.

Ratu Sekeghumong merupakan ratu terakhir kerajaan Skalabrak. Walaupun Islamisasi berhasil masuk di daerah Liwa, tetapi penerus kerajaan Skalabrak tetap bertahan. Harya mengungkapkan, peninggalan Skalabrak sangat banyak terdapat di Liwa.

"Orangnya pun masih ada. Salah satu raja di Skalabrak yang ada saat ini adalah Edwar Syah Pernong. Beliau pernah menjadi Kapolwiltabes Semarang," kata pria kelahiran 15 Juli 1981 itu.

Novel berjudul Perempuan Penunggang Harimau merupakan fiksi yang diangkat dari kenyataan sejarah di Lampung. Harya menjelaskan, meskipun fiksi, sejarah dari kerajaan Skalabrak merupakan fakta. "Makam Ratu Sekeghumong ada di Liwa. Itu jelas sebuah fakta," tutur Harya.

Sayangnya, lanjut Harya, banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang kerajaan Skalabrak. Bahkan, masyarakat Lampung Sai Batin yang mewarisi budaya kerajaan itu pun sedikit yang mengetahui.

"Makanya saya membuat novel yang diangkat dari sejarah. Saya melihat mulai ada pengikisan budaya Lampung dari orang Lampung sendiri. Keinginan membuat novel sudah ada sejak saya masih kecil," ungkap pengajar FISIP Universitas Lampung tersebut.

Harya mengaku mendapat inpsirasi untuk membuat cerita yang diangkat dari sejarah Lampung berasal dari kakeknya. Ketika kecil, kakeknya kerap menceritakan mengenai kerajaaan Skalabrak.

Saat dewasa, ternyata Harya menemukan data yang lebih ilmiah. Tepatnya pada periode 2004-2006, ketika Harya menjadi mahasiswa pascasarjana di Universitas Kebangsaan Malaysia.

Harya pun menggabungkan data dan cerita dari kakeknya dan menuangkannya dalam sebuah novel. "Sebenarnya literatur sudah saya dapatkan sejak kecil. Saya mempelajari cerita tentang kerajaan Skalabrak dari tambo-tambo kuno yang masih dimiliki keluarga saya di Liwa," ujar Harya.

Tambo merupakan buku yang ditulis dari kulit kayu. Tambo-tambo tersebut menceritakan tentang kerajaan Skalabrak dalam bahasa Lampung Kuno.

Menurut Harya, jumlah tambo yang dia baca mencapai ratusan buah.
Ketika ditanyakan lama waktu pembuatan novel tersebut, Harya mengatakan, pembuatan novel membutuhkan waktu enam bulan. "Itu hanya menulisnya saja. Karena, bahan-bahan kan sudah terkumpul sejak kecil," ucap Harya.

Mengenai pilihan menuangkan karyanya dalam bentuk novel, Harya menjelaskan, karena masyarakat lebih tertarik membaca novel. "Membaca sejarah dengan novel jauh lebih menarik dibandingkan membaca sejarah secara utuh," papar kandidat Doktor Ilmu Politik pada Universitas Kebangsaan Malaysia itu.

Kesimpulan itu didapatkan Harya dari kajian kecil yang dia lakukan. Ketika menulis novel pertamanya yang belum diterbitkan berjudul Perempuan Komunis Terakhir pada 2005, Harya menanyakan hal tersebut kepada teman- teman adiknya yang masih SMA.

"Selain itu, saya bukan sejarawan. Bukan wilayah saya untuk membuat buku sejarah. Lagipula, saya banyak menulis sastra seperti novel, puisi, maupun cerpen," urai Harya.

Untuk judul novel setebal 525 halaman, yaitu Perempuan Penunggang Harimau, Harya mengatakan, judul tersebut diangkat dari legenda Ratu Sekeghumong yang menungganggi harimau.

"Tetapi, saya sangat percaya itu bukan hanya mistik. Karena, banyak raja-raja di Sumatera diceritakan menunggang harimau. Harimaunya pun bukan harimau yang seperti sering dilihat di kebun binatang. Pada masa itu, ukurannya lebih besar," katanya.

Novel Perempuan Penunggang Harimau, menurut Harya, merupakan novel perdana dari pentalogi novel yang akan diterbitkan. "Saya sudah menyelesaikan empat buku. Setiap novel akan diterbitkan setiap satu tahun sekali," kata Harya.

Pimpinan BE Press sebagai pihak penerbit Y Wibowo mengatakan, novel tersebut merupakan novel pertama di Lampung yang ditulis berdasarkan kenyataan sejarah. "Di Indonesia sudah banyak novel yang dituliskan berdasarkan sejarah. Tetapi, di Lampung belum," kata Wibowo.

Untuk cetakan pertama, BE Press mencetak sebanyak dua ribu eksemplar. Wibowo mengungkapkan, masyarakat bisa mendapatkan buku tersebut di toko buku mulai pekan depan. (rid)

Sumber: Tribun Lampung, Minggu, 16 Januari 2011

1 comment:

  1. sejarah perlu di publikasikan demi kelestarian budaya lampung

    ReplyDelete