BANDAR LAMPUNG (Lampost): Sejarah Paksi Pak Sekala Berak bersumber dari kebudayaan suku Tumi di Gunung Pesagi. Keempat paksi yang ada, yakni Buay Nyerupa, Buay Blunguh, Buay Bejalan, dan Buay Pernong, bersifat otonom dan independen, serta saling menghormati dan tidak saling menguasai antarsatu dan lainnya.
Demikian kesimpulan dari seminar dan dialog Sejarah Budaya Lampung bertema Paksi Pak Sekala Berak, menguak jejak muasal dan menguntai sinergi mengawal adat budaya Lampung di kampus FKIP Unila, Kamis (2-2).
Dalam seminar itu disimpulkan kebudayaan Paksi Pak Sekala Berak bermula dari kebudayan suku Tumi di Gunung Pesagi, tetapi teori membutuhkan kajian ilmiah yang lebih mendalam.
Upaya menguak sejarah utuh Paksi Pak Sekala Berak mutlak dilakukan, dan upaya tersebut harus dilakukan secara objektif serta tidak menghilangkan runtutan sejarah secara utuh.
"Sejarah ini harus ditulis secara utuh. Harus diakui asal muasal Paksi Pak Sekala Berak berasal dari suku Tumi yang telah ada terlebih dahulu dengan kebudayaan animisme dan dinamisme," kata Anshori Djausal, pembicara dalam dialog tersebut.
I Wayan Mustika sebagai salah satu peneliti yang intens meriset Sekala Berak menuturkan menguak asal muasal sejarah masyarakat Lampung, termasuk sejarah Paksi Pak Sekala Berak, harus dilakukan secara utuh dan menyeluruh.
Penulisan sejarah juga harus bernilai objektif, tidak menghilangkan unsur-unsur tertentu serta berpegang pada metode penulisan sejarah yang cermat dan akurat berdasarkan bukti-bukti dan referensi sejarah yang ada.
Seminar ini dibuka langsung Rektor Universitas Lampung Sugeng P. Harianto dengan menghadirkan empat tokoh sebagai pembicara utama, yakni Salman Alfarsi dari Buay Nyerupa, Yanuar Fermansyah dari Buay Belunguh, Wirda D. Puspanegara dari Buay Bejalan di Way, dan Erlina Rupaidah dari Buay Pernong.
Dalam sambutannya, Rektor menyatakan miris rasanya jika kita yang lahir, hidup, tinggal, dan mencari nafkah di bumi Lampung tidak mengetahui sejarah asal usulnya daerahnya, serta tidak mengakui bahwa dia merupakan bagian dari masyarakat Lampung.
Dialog juga menghadirkan Ali Imron selaku antropolog Unila, Hendri Susanto selaku sejarawan Unila, Abdul Sani selaku sosiolog Unila, dan I Wayan Mustika selaku peneliti kebudayaan yang telah menghabiskan tujuh tahun hidupnya untuk meriset kebudayaan masyarakat Lampung. (MG1/S-2)
Sumber: Lampung Post, Jumat, 3 Februari 2012
assalamualaiku wr wb
ReplyDeletekami berencana membuat buku Kopi Lampung Barat, sejarah, budaya dan fungsi ekonominya, buku ini bukan untuk kepentingan komersil tapi lebih pada mengenalkan kopi robusta lampung barat sebagai produk yang memiliki berbagai fungsi bagi masyarakat