January 6, 2013

[Fokus] Kebersamaan dalam Secangkir Kopi

IJA ram ngupi pai (Ayo kita ngopi dulu)." Ini kebiasaan masyarakat Lampung. Setiap pagi sebelum ke ladang, minum kopi bareng di rumah tokoh adat. Sebagai balas jasa, tokoh adat mendapat bagian hasil panen.


BERSANTAI MENIKMATI KOPI. Sejumlah anak muda menikmati kopi di Waroeng Kopi di Jalan Nusa Indah, Bandar Lampung, Sabtu (5-1). Minum kopi saat ini menjadi teman di pagi, sore, dan malam hari. Membuka inspirasi memulai obrolan ringan yang akrab sampai membahas masalah yang pelik. (LAMPUNG POST/IKHSAN DWI NUR SATRI0)

Hujan baru saja reda menjelang sore, Jumat (4-1). Sisa-sisa air hujan masih membasahi rumah panggung milik Holid Balaw di Jalan Hayam Wuruk, Bandar Lampung. Hunian khas masyarakat Lampung ini kedatangan empat orang tamu.



Suguhan pertama penghangat suasana adalah kopi dan siwok (kue dari ketan). Kepulan asap dan aroma kopi dari teko membangkitkan semangat. Menikmati kopi memang tidak cukup dengan lidah, tapi juga lewat hidung, mengisap aroma khasnya. Ah, ngupi pai!

Holid adalah salah satu tokoh adat Lampung di Kedamaian, Bandar Lampung, yang masih melestarikan tradisi mengopi bersama ini. Meskipun dia tidak lagi mampu minum kopi karena masalah kesehatan, komoditas khas Lampung ini selalu tersedia di rumahnya.

Menurut Holid, dulu orang Lampung membuat kopi sendiri. Memetik di kebun, menjemur, menggoreng, hingga menumbuk dengan lesung kayu. Citarasa kopi lebih alami. ?Biasanya tamu akan bilang, nah ini baru kopi!? ujar Holid menggambarkan citarasa khas dari kopi olahan tangan itu.

Para tamu mulai menyeruput kopi. Kafeina memacu adrenalin secara cepat. Tawa pun berderai di rumah panggung itu. Diawali dengan obrolan ringan tentang kondisi keluarga, obrolan terus menghangat tentang masalah desa, ekonomi kota, bahkan masalah politik. Mungkin ada benarnya, minum kopi merangsang inspirasi. Tema perbincangan Holid dan para tamu seperti tak ada habisnya.

Menurut Holid, mengopi bareng tidak hanya menjadi keseharian masyarakat Lampung, tapi juga menjadi suguhan dalam acara-acara adat. ?Kalau tidak ada kopi rasanya acara adat menjadi kurang sah,? kata dia. Hampir semua acara adat menyertakan kopi sebagai jamuan, termasuk acara para bujang gadis.

Pada acara-acara adat, biasanya kopi disajikan bersama siwok. Selain siwok, kopi juga asyik dinikmati dengan durian. Bustomi Ismali, warga Kedamaian, adalah salah satu penggemar kopi durian. Satu biji durian matang dia celupkan ke dalam kopi yang masih panas. Aromanya semakin tajam.

Kebiasaan unik hanya ditemukan di Lampung. Makanya, tidak heran, kopi rasa durian dipelopori oleh para pengusaha Lampung.

Ngupi menjadi teman di pagi, sore, dan malam hari. Membuka inspirasi memulai obrolan ringan yang akrab sampai membahas masalah pelik yang berat.

Jika tradisi ini lestari, perselisihan antarwarga cukup diselesaikan dengan mengopi bareng. Payu, ngupi pai, wah. (PADLI RAMDAN/M-2)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 6 Januari 2013

No comments:

Post a Comment