June 23, 2013

[Lentera] Sutarman dan Sejarah Pariwisata Lampung

Sutarman Sutar
TUBUH kerempeng itu masih lincah saat harus berpacu mengejar nara sumber atau memandu wisatawan. Sutarman Sutar, orang itu, lebih dikenal sebagai wartawan majalah pariwisata lokal yang ia terbitkan sendiri.

Umurnya tak muda lagi selaras dengan rambutnya yang mulai memutih dan giginya yang banyak tanggal. Tetapi semangatnya untuk pariwisata Lampung tidak bisa dibendung.


Selasa siang (18-6), ditemui di café Lamban Daun depan kantor Gubernur Lampung, dengan bahasa naratif dia seolah mengenalkan sejarah pariwisata Lampung melalui lisan.

Suatu Senin pagi pada tahun 1997, pukul enam pagi, kisah dia, semua guide (pemandu wisata) mula sudah siap di Pelabuhan Panjang Bandar Lampung.  Kapal pesiar Awani Dream, Asmara Lumba-lumba mulai bersandar. Ada bus Parahyangan dan mini bus travel Krakatau Lampung yang sudah siap menunggu kedatangan wisatawan asing dan lokal berkeliling Lampung.
Objek tujuannya seperti Taman Nasional Way Kambas, hingga wisata ke anak gunung Krakatau. Ada juga yang hanya berkeliling kota Bandar Lampung— city tour, melihat taman rekreasi Taman Buay Zaman (Taman Wisata bumi kedaton saat ini).

Dengan keahliannya berbahasa inggris, Sutarman menemani turis mancanegara itu berkeliling Lampung. Semua wisatawan harus segera berada di pelabuhan sebelum pukul 12.00. Tengah hari kapal sudah mulai berlabuh lagi. Itulah rutinitas guide di Bandar Lampung tiap Senin pagi.
Namun, sejak krisis moneter, kata dia, kapal mewah itu tak lagi bersandar di Bandar Lampung. Wisatawan pun yang berkunjungpun menurun. Kerja part time sebagai guide atau pemandu wisata tak lagi memberi harapan kehidupan bagi Sutarman.

Modal pergaulan dan amat intim dengan pariwisata mengarahkan Sutarman kepada aktifitas jurnalistik. Namun, pariwisata tak pernah ia tinggal. Maka, remah-remah pariwisata Lampung, termasuk masa kejayaan Lampung yang pernah rutin disinggahi Awani Dream ia jadikan modal liputannya.
Menurut Sutarman, menjadi seorang pemandu wisata bukan hanya jago bahasa inggris dan tahu tentang pariwisata di Lampung. Guide juga harus memunyai pengetahuan dan wawasan luas.

“Misalnya tentang kakao, lada, gajah, Krakatau, fermentasi , dan apapun yang bisa dilihat selama perjalanan. Sebisa mungkin turis tidak bertanya, kita yang terus menjelaskan. Kasih joke—candaan bila perlu,” kata dia.

Sesama guide, kata dia, akan bertukar informasi, berdiskusi selama perjalanan. “Jangan banyak bertanya masuk ke ranah pribadinya, misalnya pekerjaan mereka, jumlah anak mereka, istri mereka. Tugas guide adalah memberikan informasi sebanyak-banyaknya saat perjalanan menuju lokasi hingga di lokasi tujuan wisata.”

***

Sejak kelas tiga Sekolah Dasar Sutar sudah belajar bahasa Inggris. Ketika itu guru lesnya pernah berpesan untuk menekuni bahasa inggris dan coba untuk mengajari anak-anak yang lain.  Dulu orang kenal Sutar adalah guru bahasa inggris SMP, SMA bukan Guide.

Kepandaian berbahasa Inggris menjadi pintu rezekinya. Saat satu hotel berbintang di Bandar Lampung kekurangan guide (pemandu wisata), Sutar menjadi salah satu titik bidiknya. Saat itu Sutar masih menekuni mengajar bahasa inggris di sekolah, hingga les privat ke rumah-rumah.
Sutar mengaku pernah mengalami titik jenuh. Bahkan ia tak sampai hati terus-menerus izin tidak mengajar tiap kamis, jumat dan sabtu karena menjadi pendamping wisatawan.  Sutar mulai banting setir, dan sejak tahun 1992-1996 menjadi dirinya Guide.

Melalui majalah Promo Wisata yang ia terbitkan, Sutarman bisa memperkenalkan pariwisata yang ada di Lampung, bukan hanya Waykambas Krakatau saja. Kini sudah ada air terjun, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Arung Jeram, pantai hingga lumba-lumba di Teluk Kiluan.
Di ajang festival Krakatau mendatang Sutar berpesan agar Lampung memunyai pemandu wisata yang handal, jangan sampai wisatawan mengeluh. “Jika tahun lalu ada 25 kedutaan yang hadir dan tahun ini semoga bias lebih banyak lagi,” harapnya.

Sutarman menambahkan, sejak Way Kambas diresmikan tahun 1985, wisatawan mulai banyak mendatangi Lampung. Di tahun 1987 warga Australia telah memperkenalkan Lampung ke negaranya. Tapi sekarang, Pantai Tanjung Setia di Pesisir Barat akan menjadi kiblat pariwisata di Lampung.
Dari data yang diperolehnya ada 8000 orang permusim dari Eropa, Italia berdatangan kesana. Ombaknya kelas empat di dunia, bisa diselancari oleh amatir dan professional. Penduduknya yang belum terlalu padat menjadi keunggulan lain Tanjung Setia. “Bupati Kabupaten Pesisir Barat harus lebih siap, optimal untuk menggali potensi wisata ini, jangan sampai mereka balik lagi ke Bali,” ujarnya.

Menurutnya Gubernur Lampung telah melakukan gebrakan cukup baik untul Lampung. Bandara Raden Inten II untuk menjadi Bandara Internasional, menara Siger sebagai identitas Lampung, dan jembatan sulat sunda, dan akan menghidupkan Bandara Serai di Pesisir barat. “Lampung sebagai pintu gerbang Sumatera harus lebih maju,” ucapnya. (DIAN WAHYU/M-1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 23 Juni 2013

No comments:

Post a Comment