June 13, 2013

Pemda Setengah Hati Kembangkan Budaya Lampung

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pemerintah daerah (pemda) masih setengah hati dalam mengembangkan seni-budaya Lampung. Padahal seni-budaya penting bagi karena mendekatkan setiap orang pada kemanusiaannya.

DISKUSI SENI-BUDAYA. Penyair Syaiful Irba Tanpaka (kanan) mengemukakan
pandangannya dalam Diskusi Menggali Potensi Seni-Budaya Lampung  yang
digelar Lampung Post di aula harian, Rabu (12-6). Hadir dalam acara ini
Pembicara lain dosen IAIN Raden Inten Fauzi Fattah dan pemerhati seni-
budaya Asarpin. (LAMPUNG POST/HENDRIVAN GUMAY)
Itulah benang merah dalam Seri Diskusi Lampung Bangkit 1 yang mengusung tema Menggali potensi seni-budaya Lampung yang digelar Lampung Post, di aula harian ini, Rabu (12-6).


Diskusi ini menghadirkan dosen IAIN Raden Intan Fauzi Fattah, penyair Syaiful Irba Tanpaka, dan esais Asarpin. Ikut hadir Pemimpin Redaksi Lampung Post Gaudensius Suhardi, cerpenis Arman AZ dan Alexander GB, serta penghayat budaya Lampung Seem Canggu dan Diandra Natakembahang.

Menurut Syaiful Irba Tanpaka, kurang perhatian tersebut terlihat dari misalnya, kelalaian dalam pembangunan gedung kesenian Lampung. Padahal pembangunan gedung kesenian tersebut sudah berlangsung sejak 2008 lalu. Namun hingga hampir lima tahun, belum juga terealisir. "Kami berharap gedung kesenian Lampung bisa selesai sebelum Gubernur Sjachroedin Z.P. lengser," harap Syaiful.

Ia menjelaskan gedung kesenian Lampung merupakan utang budaya, yang harus segera diwujudkan. Menurutnya, jika gedung kesenian selesai nantinya tidak hanya sebagai tempat pertunjukan, diskusi para seniman, tapi juga menjadi tempat spiritual. Sehingga nilai-nilai filosofis akan tercipta karena banyaknya interaksi antarseniman.

"Walaupun gedung kesenian Lampung nantinya tidak se-representatif seperti gedung kesenian Jakarta namun akan pertunjukan yang dapat menumbuhkan kreativitas masyarakat khususnya para seniman," ujar Syaiful dalam diskusi yang dimoderatori Redaktur Budaya Lampung Post Udo Z. Karzi.

Pemimpin Redaksi Lampung Post Gaudensius Suhardi melihat pentingnya seni budaya bagi masyarakat. Namun ia menilai pengembangan budaya di Lampung cenderung terjebak dalam situasi yang sangat birokratis. Padahal, seharusnya budaya itu adalah sebuah kreativitas yang harus ditumbuhkembangkan kepada masyarakat.

Untuk itu, kata Gaudensius, perlu sebuah tempat yang representatif untuk mengeksplore kreativitas tersebut. Pada kesempatan ia berharap pemda memberikan ruang seluas-luasnya untuk menampilkan kreativitas, ide, dan gagasan msayarakt, khusus seniman. Yakni dengan menghidupkan kembali Pasar Seni.

Penyair Arman A.Z. menilai Lampung kaya akan seni dan budaya. Terlihat dari catatan sejarah yang lengkap dibandingkan dengan provinsi lain di Sumatra. Ia mencontohkan tentang berbagai peristiwa sejarah seperti meletusnya Gunung Krakatau. Berbagai sejarawan dunia menuliskan tentang kedahsyatan peristiwa tersebut. Bahkan penulis dari Eropa menuliskan tentang Krakatau.

Namun hingga ini Lampung belum memiliki museum khusus Krakatau. Padahal di provinsi lain, seperti Sumatra Utara sudah memiliki museum Danau Toba.

Dalam diskusi tersebut terungkap tentang upaya seniman Lampung dalam menggali dan mengeksplorasi budaya Lampung. Asarpin misalnya, melahirkan kumpulan cerbun (cerpen) Cerita-cerita jak Bandar Negeri Semuong (2009), Udo Z. Karzi yang menelurkan karya Mamak Kenut: Orang Lampung Punya Celoteh (2012).

Ada juga novel Perempuan Penunggang Harimau karya karya M. Harya Ramdhoni. Kreativitas Teater Satu dapukan Iswadi Pratama dalam mengangkat tradisi lisan (warahan) dalam format modern yang sudah go internasional.

Beberapa nama juga lekat dengan kesenian dan akar budaya Lampung seperti Komunitas Berkat Yakin, Syapril Yamin, Wayan Mochoh (I Wayan Sumerta Dana Arta), Wayan Mestika, Isbedy Stiawan, dan lain-lain.

Pada kesempatan tersebut Fauzi Fattah melantunkan sastra lisan Lampung, Hahiwang bertajuk Janji Sebudi yang mengisahkan kekecewaan seorang bujang karena ditinggal kekasihnya yang menikah dengan orang lain.

Assalamualaikum, munyayan unyin kutti,
Ajo surat bitian, jama niku pakkalni,
Ajo hiwang ni badan, tanno haga kubiti,
Hijjo radu bagian, hurikku pissan sinji
Tabik di jama tian, perwatin sai ngedengi,
Kittu ratong pengeran, ampun di bawah kaki...


"Kalau dibaca dengan perasaan orang bisa menangis membacanya," ujarnya. (CR6/S1)

Sumber: Lampung Post, Kamis, 13 Juni 2013

No comments:

Post a Comment