July 10, 2013

Bahasa Lampung: Tantangan dan Strategi Praktis Pemertahanannya

Oleh Iin Inawati

BAHASA Lampung adalah satu dari 746 bahasa daerah yang ada di Indonesia. Penutur sejati bahasa Lampung tidak hanya ada di Lampung namun juga di provinsi Sumatra Selatan dan Banten (Katubi, 2007). Bahasa Lampung tidak mengenal tingkatan seperti yang terdapat dalam bahasa Jawa atau pun bahasa Sunda. Namun, seperti halnya bahasa yang lain, bahasa Lampung memiliki ragam, seperti ragam resmi dan ragam tidak resmi. Berdasarkan peta bahasa, Bahasa Lampung memiliki dua subdialek. Pertama, subdialek A (api) yang dipakai masyarakat yang beradat Lampung Peminggir/Saibatin. Kedua, subdialek O (nyo) yang dipakai oleh masyarakat yang beradat Lampung Pepadun).

Bagi masyarakat Lampung, Bahasa Lampung masih dapat digunakan sebagai lambang daerah dan identitas daerah atau pun identitas diri masyarakat Lampung. Hal ini dibuktikan dengan masih digunakannya bahasa Lampung oleh masyarakat khususnya suku Lampung di daerah yang mayoritas penduduknya adalah suku Lampung. Dengan kata lain fungsi bahasa lampung sesuai pula dengan hasil Seminar Politik Bahasa nasional pada tahun 1975 dengan ditentukannya fungsi bahasa daerah sebagai (a) lambang kebanggaan daerah, b) lambang identitas daerah, (c) alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah. Namun demikian, terjadi pula pergeseran-pergeseran sikap penutur bahasa lampung terhadap bahasa Lampung itu sendiri pada sebagian masyarakat Lampung terutama generasi muda yang tinggal di perkotaan.


Sampai saat ini, dalam percakapan sehari-hari bahasa Lampung masih digunakan dalam percakapan sehari-hari dalam keluarga. Walaupun sudah banyak pula keluarga yang tinggal di kota sudah tidak lagi menggunakan bahasa Lampung namun menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini sangat disayangkan karena bahasa daerah yang digunakan sebagai bahasa Ibu memiliki kekayaan kultural yang tak tergantikan dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bahkan mengingat akan pentingnya pemertahanan bahasa ibu, UNESCO menetapkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. Pemertahanan bahasa Ibu (language maintenance lazim didefinisaian sebagai upaya yang disengaja, anatara lain untuk: 1) mewujudkan diversitas cultural; 2) memelihara identitas etis; 3) memunginkan adaptabilitas social; secara psikologis menambah rasa aman bagi anak; dan 5) meningkatkan kepekaan linguistic (Crystal, 1997 dalam Alwasilah, 2006). Dengan mengingat pentingnya mempertahankan bahasa Lampung sebagai bahasa Ibu, sudah seyogyanya bahasa Lampung dijaga dan dipertahankan di wilayah provinsi Lampung.

PERSEPSI PENUTUR SEJATI BAHASA LAMPUNG

Banyak akademisi maupun budayawan yang mengecam tentang keengganan generasi muda lampung untuk menggunakan bahasa Lampung dalam komunikasinya. Namun pendapat mereka belumlah didukung oleh data penelitian yang lebih akurat. Berikut adalah cuplikan hasil penelitian tentang sikap bahasa penutur jati bahasa lampung di 27 wilayah penggunaan bahasa lampung di provinsi Lampung dan Sumatra Selatan yang dilakukan oleh Katubi (2006).

Ø Mereka tertarik untuk membaca dan menulis dalam bahasa Lampung karena ada keingininan untuk menjada bahasanya sebagai warisan kebudayaan leluhur mereka.

Ø Mayoritas responden menyatakan bahwa bahasa Indonesia layak diajarkan di sekolah karena bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu berbagai kelompok etnis di Lampung dan di Indonesia. Selain itu bahasa Inggris juga dianggap penting untuk dipelajari karena itu adalah bahasa internasional.

Ø Mayoritas responden menyatakan bahwa anak-anak lebih baik belajar berbicara bahasa Lampung namun juga harus belajar bahasa Indonesia untuk kepentingan komunikasi.

Ø Semua responden menggunakan bahasa Lampung dalam ranah privat. Hal ini dibuktikan bahawa mereka selalu menggunakan bahasa daerah ketika marah atau bercanda.

Ø Responden menyatakan bahawa mereka tidak merasa malu menggunakan bahasa daerah di tempat mereka tinggal.

Ø Responden menyatakan bahwa dengan sesama orang Lampung mereka suka menggunakan bahasa lampung namun dalam situasi percakan yang melibatkan lebih dari satu kelompok etnis mereka lebih menyukai menggunakan bahasa Indonesia.

Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penutur sejati bahasa Lampung masih menjaga dan menggunakan bahasa Lampung di wilayah privat dan ketika berbicara dengan sesama suku Lampung namun lebih suka menggunakan bahasa Indonesia di ranah yang lebih umum dan melibatkan lawan bicara dari suku lalin.

PERMASALAHAN

Menjaga dan melestrarikan bahasa Lampung bukanlah hal mudah dan bukan tanpa masalah. Berikut adalah beberapa masalah yang terjadi dalam usaha mempertahankan bahasa lampung di provinsi lampung.

v Jumlah penduduk yang bersuku Lampung hanya sekitar 20% dari total jumlah penduduk propinsis Lampung. Penduduk lain yang tinggal di provinsi lampung adalah para transmigran yang berasal dari Jawa, Sunda, Bali dan kelompok suku yang lain. Dengan demikian sangatlah wajar jika terjadi persaingan bahasa secara alamiah dimana para penduduk yang hidup di Lampung namun bersuku lain lebih suka menggunakan bahasa daerahnya daripada menggunakan bahasa lampung.

v Kurangnya kebanggaan orang Lampung menggunakan bahasa Lampung (Sunarti dalam Arsandi, 2013). Orang-orang tua sesama suku lampung mau menggunakan bahasa Lampung tapi anak-anak mudanya lebih menyukai untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat misalnya di wilayah kampus seperti Universitas Lampung jarang sekali terdengar orang bercakap-cakap dalam bahasa lampung. Jika pun ada itu adalah percakapan orang-orang yang sudah tua dan dengan sesama suku Lampung. Hal ini sangat berbeda dengan penggunaan bahasa Sunda di kampus khususnya Universitas Pendidikan Indonesia (tempat penulis menempuh pendidikannya saat ini), banyak dosen, para mahsiswa, dan staff administrasi menggunakan bahasa Sunda sebagai alat komunikasinya. Bahkan hampir setiap pendatang mengenal kosakata sederhana, seperti: punten, nuhun, muhun, kumaha, mangga, dll.

v Bahasa Lampung digunakan dalam konteks yang terbatas, yaitu: di rumah, di desa yang ditinggali oleh suku Lampung, dan selama pertemuan tradisional di desa (Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 1978 dalam Katubi 2007). Kebanyakan orang yang tinggal di kota besar tidak lagi menggunakan bahasa Lampung dan hanya menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat di kota Bandar Lampung, misalnya, sangat jarang terdengar percakapan dalam bahasa Lampung. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Katubi di tahun 2006 di sebagian wilayah lampung dimana data diambil, ditemukan bahwa Bahasa Lampung masih dipilih untuk digunakan dalam ranah keluarga dan lingkungan. Tetapi, pergeseran mulai tampak dalam ranah penggunaan bahasa yang lebih tinggi, yaitu dalam ranah pendidikan, agama, acara-acara adat dan perdagangan, di mana Bahasa Lampung tidak lagi menjadi pilihan utama.

v Terjadi pergeseran dalam pilihan penggunaan bahasa Ibu dalam keluarga. Semula orang tua yang bersuku Lampung menggunakan bahasa Lampung sebagai bahasa ibu dalam keluarga namun sekarang banyak orang tua yang memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu anak-anak mereka Hasan (2009 dalam Putra, 2013). Konsekuensinya, anak-anak tidak bisa berbahasa Lampung, karena memang tidak diajari dan tidak lagi menemukan tempat di mana mereka bisa menggunakan Bahasa Lampung.

v Pengajaran Bahasa Lampung terjebak pada pembelajaran aksara dan bukan komunikasi dalam Bahasa Lampung. Hal ini dapat disebabkan banyak faktor, misalnya faktor guru dan faktor materi ajar. Guru bahasa Lampung banyak yang tidak memiliki kualifikasi sebagai pengajar bahasa. Sebagian guru yang mengajar bahasa Lampung adalah penutur sejati bahasa Lampung yang ditunjuk untuk mengajar bahasa lampung. Jadi guru ditunjuk bukan karena keahliannya dalam mengajar bahasa. Maka sangatlah wajar jika metode yang digunakan tidak memadai dalam mengajarkan bahasa Lampung. Selain itu juga faktor materi ajar. Disekolah diajarkan materi yang kosakatanya terlalu sulit dan tidak akrab dalam penggunaan sehari-hari. Maka hasilnya banyak anak-anak yang di rumah berkomunikasi dalam bahasa Lampung pun mengalami kesulitan ketika menerima materi pelajaran Bahasa Lampung yang disampaikan oleh guiru di sekolah. Selain itu, bahan bacaan dalam bahasa Lampung pun masih sangat terbatas sehingga bagi siswa yang ingin memperdalam pengetahuan bahasa Lampung belum memiliki akses yang memadai.

UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN

1. Adanya Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 tentang pemeliharaan budaya Lampung. Perda tersebut antara lain mengatur pemeliharaan bahasa dan aksara Lampung (BAB IV, bagian kedua) dalam dua pasal. Pasal 7 yang berbunyi: Bahasa dan aksara Lampung sebagai unsur kekayaan budaya wajib dikembangkan. Pasal 8 yang berbunyi: Pelestarian bahasa dan atau aksara Lampung dilakukan melalui cara-cara antara lain sebagai berikut.

Peraturan daerah tersebut diperkuat lagi oleh Peraturan Gubernur Lampung No. 4 Tahun 2011 Tentang pengembangan, pelestaraian Bahasa Lampung dan Aksara Lampung, yang berisi:

Pasal 3

Pengembangan, pembinaan dan Pelestarian bahasa Lampung dan Aksara lampung bertujuan untuk:

a. Memantapkan keberadaan dan kesinambungan penggunaan bahasa, sastra dan aksra Lampung sehingga tetap menjadi faktor tumbuhnya jati diri dan kebangaan daerah;

b. Mamantapkan kedudukan dan fungsi bahasa, sastra dan aksara Lampung;

c. Mengembangkan kebudayaan Lampung sebagai bagian dari kebudayaan nasional;

d. Memanfaatkan peran bahasa, sastra dan aksra Lampung sebagai sarana pembentuk budi pekerti; dan

e. Mengembangkan penggunaan bahasa Lampung dalam tata titi adat yang masih dilalksanakan oleh masyarakat.

BAB IV

PELESTARIAN BAHASA DAERAH DAN AKSARA LAMPUNG

Pasal 6

Pelestarian bahasa lampung dan atau aksara lampung dilakukan melalui cara-cara antara lain:

a. Penggunaan bahaasa lampung sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan pendidikan/belajar mengajar, di lingkungan kantor, forum pertemuan resmi pemerintahan daerah dan dalam kegiatan lembaga/badan usaha swasta serta organisasi kemasyarakatn di daerah.

b. Penggunaan aksara lampung pada dan atu sebagai nama bangunan/gedung, nama jalan/petunjuk jalan, iklan, nama komplek permukiman, perkantoran, perdagangan, termasuk papan nama instansi/lembaga/badan usaha/badan social dan sejenisnya, kecuali untuk merek dagang, nama perusahaan, lembaga asing dan tempat ibadah.

c. Sosialisasi, pemberdayaan dan pemanfaatan media masa daerah, baik media cetak, media elektronik maupun media untuk membuat rubric/siaran yang berisi tentang bahasa Lampung dan aksara Lampung.

d. Penyediaan bahan-bahan pengajaran untuk sekolah dan luar sekolah serta bahan-bahan bacaan untuk perpustakaan dan penyediaan fasilitas bagi kelompok-kelompok studi bahasa dan aksara;

e. Pengenalan dan pengajaran bahasa Lampung dan aksara Lampung mulai jenjang Kanak-kanak, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah sampai dengan Perguruan Tinggi yang pelaksanaannya disesuaikan dengan ketentuan yang diberlakukan di daerah, kondisi dan keperluan; dan

f. Pengenalan dan pengajaran pengguanaan bahasa dan aksara lampung yang mengutamakan tata titi adat Lampung.

Adanya peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai revitalisasi bahasa Lampung memerlukan usaha yang lebih lanjut dari berbagai pihak, baik dari pihak pemerintah sendiri maupun dari akademisi, Lembaga non-/semi pemerintah, serta organisasi-organisasi yang ada dalam masyarakat (Kaplan and Baldauf Jr, 1997: 6).

2. Lembaga kebudayaan yang dapat memberi ruang kepada berbagai pihak untuk dapat mencurahkan pemikiran dan karyana dalam menjaga dan memelihara bahasa Lampung sangatlah penting keberadaannya. Di provinsi Lampung sudah dibentuk Dewan Kesenian Lampung yang merupakan lembaga yang menjadi penghubung antara Pemerintah Daerah Lampung dan seniman Lampung. Pendirian Dewan Kesenian Lampung merupakan tindak lanjut dari instruksi Menteri Dalam Negeri No. 5.A tahun 1993 agar Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia membentuk Dewan Kesenian di daerahnya masing-masing. Oleh karena itu, pada 9 September 1993, Dewan Kesenian Lampung (DKL) didirikan. Drs. H. Indra Bangsawan selaku Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Lampung dipercaya oleh para seniman Lampung untuk menjadi ketua DKL yang pertama.

3. Dibukanya program studi D III BahasaLampung sejak tahun akademik 1998-1999 namun tutup pada tahun 2007 karena alasan praktis tentang lapangan pekerjaan bagi lulusannya atau tidak diangkatnya para lulusan sebagai PNS. Seharusnya pihak universitas tidak hanya berorientasi pada menjadikan mahasiswanya menjadi PNS dikarenakan masih banyak sekali lahan pekerjaan bagi yang menguasai bahasa maupun kesenian Lampung. Namun ada baiknya juga bagi pemerintah untuk lebih memperhatkan ujung tombak pengajaran bahasa Lampung di sekolah karena bagaimana pun jalan pendidikan merupakan salah satu cara yang strategis untuk mempertahankan bahasa Lampung.

4. Kamus Bahasa Lampung-Indonesia dan Kamus Bahasa Indonesia-Lampung untuk menunjang pembelajaran bahasa Lampung sudah dibuat oleh Admi, salah satu Tim Peneliti dari Univesitas Lampung. Selain itu kamus bahasa Lampung juga sudah tersedia dalam media internet dengan website khusus yakni http://kamus.lampung.cc. Adanya kamus yang dapat diakses melalui internet merupakan sebuah langkah yang patut diacungi jempol karena hal ini memudahkan siapapun yang ingin belajar bahasa lampung dapat mengaksesnya dengan mudah.

SOLUSI-SOLUSI PRAKTIS


Ada beberapa pilihan pemecahan masalah yang terjadi pada pemertahanan bahasa Lampung yang dapat dilakukan dengan sinergi berbagai pihak. Berikut adalah beberapa ide yang dapat dilakukan mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat.

1. DI KELUARGA

Menggunakan Bahasa Lampung dalam Keluarga

Hal ini dapat ditempuh dengan penguatan bahasa Lampung sebagai alat komunikasi keluarga. Keluarga-keluarga yang bersuku Lampung khususnya harus didorong untuk menggunakan bahasa lampung dalam lingkungan keluarga. Dengan demikian terdapat komunitas untuk menggunakan bahasa Lampung dalam percakapan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa setiap anggota keluarga didorong untuk melakukan pemantapan kedwibahasaan dikarenakan mereka harus menguasai berbagai bahasa.

Menurut Mbete (2010) pemantapan kedwibahasaan adalah sebuah keniscayaan bagi sebagian anak bangsa , khususnya generasi muda. Mereka dikondisikan untuk menguasai dan menggunakan dua atau tiga bahasa. Yang pertama adalah bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa Asing. Masing masing bahasa memiliki fungsinya. Hal ini juga sesuai dengan poenelitian Kutubi yang menyatakan bahwa masyarakat penutur jati bahasa Lampung menyetujui untuk menggunakan bahasa Lampung di lingkungan keluarga namun anak-anak muda lampung pun harus dapat berbahasa Indonesia untuk dapat bertahan hidup di kota.

2. DI SEKOLAH

Mengunakan Bahasa Lampung di Dalam dan Luar Jam Pelajaran

Sampai saat ini, bahasa Lampung merupakan mata pelajaran muatan lokal yang wajib diajarkan di sekolah-sekolah di Lampung. Sehingga, menciptakan kegiatan yang kaya akan penggunaan bahasa Lampung dalam pembelajaran bahasa Lampung di sekolah adalah hal yang sangat memungkinkan untuk mempertahankan bahasa Lampung dan agar bahasa Lampung semakin dicintai oleh penutur maupun pembelajarnya. Kegiatan-kegiatan pengguanaan bahasa lampung dapat dilakukan pada saat jam pelajaran, yaitu: sebelum pembelajaran atau pun ketika jeda waktu belajar. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan pada saat tersebut adalah: menyanyi, bercerita, berpantun, pertunjukan satu menit, tunjukkan dan ceritakan (show and tell), puisi, cerita lucu, kuis, dan tebak-tebakkan.

Selain itu kegiatan dapat pula dilakukan ketika di luar jam pelajaran, misalnya: saat upacara hari senin, waktu istirahat, kegiatan ekstrakurikuler, setelah ulangan umum, atau saat liburan panjang. Kegiatan yang dapat dilakukan pada saat tersebut antara lain: lomba bercerita, lomba menulis, kunjungan dan wawancara, diskusi dan debat, drama, perkemahan bahasa lampung, reader’s theater, drama, dll.

Kegiatan-kegiatan pengajaran bahasa Lampung yang telah disebutkan tadi merupakan kegiatan yang dapat mendukung pemerolehan bahasa dan juga mendukung perkembangan kreativitas, berpikir kritis, komunikasi interpersonal, dan ketrampilan-ketrampilan berbahasa yang lain (Mox, et al., 2006). Untuk terwujudnya situasi pembelajaran yang demikian, tentu saja dukungan berbagai pihak sangatlah diperlukan dan yang terpenting adalah komitmen guru untuk terus mengembangkan profesionalismenya.

3. DI MASYARAKAT

Festival Seni Budaya

Pemertahanan bahasa Lampung Berkonteks budaya dapat juga dimanafaatkan sebagai sarana pemertahanan bahasa Lampung. Festifal seni dan budaya Lampung telah rutin digelar setiap tahunnya dalam Festival Krakatau. Dalam festival ini diselenggarakan berbagai macam lomba mulai dari tari, pantun, puisi, menyayi, dsb. Dalam hal ini ada baiknya tidak hanya digelar lombanya saja namun juga diskusi dengan menggunakan bahasa lampung.

Sanggar Seni

Pemertahanan Bahasa lampung lewat sanggar seni dapat dilakukan oleh masyarakat. Lebih jauh lagi sanggar seni dapat melakukan pembinaan seni dan budaya lampung dengan media bahasa lampung. Misalnya anak-anak yang belajar tari lampung akan mengguanakan istilah-istilah dalam bahasa lampung yang akan menunjang proses mereka belajar menari. Atau yang belajar musik lampung pun demikian, mereka akan mengenal istilah-istilah yang dapat menunjang mereka belajar musik.

Belajar dari jawa barat dengan Saung Ujo atau Yogyakarta dengan Rumah Tembi, alangkah baiknya jika Lampung juga memiliki sanggar budaya yang demikian kaya dan dapat diakses oleh masyarakat umum secara luas. Selain seni dan dan sastra, rumah budaya dapat pula menyajikan beragam kuliner khas Lampung sehingga masyarakat yang berkunjung dapat menikmati kuliner khas lampung dan dapat mengetahui kosakata jenis nama makanan dan minuman khas Jawa. Selain itu dapat pula dijelaskan cara pembuatannya dengan menggunakan bahasa Lampung sehingga pengunjung dapat menambah kosakata bahas lampung melalui kuliner.

Mini-Drama

Pemertahannan bahasa lampung tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan festival dalam lingkup yang besar namun dapat pula dilakukan dalam lingkup yang lebih kecil seperti pada tingkat RT, RW atau pun tingkat desa. Salah satu contoh kegiatan yang dapat membantu memepertahankan bahasa Lampung adalah dengan menggunakan bahasa Lampung dalam kegiatan kemasyarakatan. Misalnya, dalam rangka perayaan hari kemerdekaan biasanya diadakan pesta rakyat yang diisi dengan berbagai kegiatan. Masyarakat dapat mengadakan pementasan mini-drama dengan bahasa-bahasa masyarakat setempat. Misalnya, masyarakat dapat mengadakan pementasan drama kemerdekaan dengan menggunakan bahasa Indonesia, bahasa Lampung, dan bahasa jawa. Mengadakan pementasan drama dalam bahasa-bahasa yang berbeda akan membuat penutur bahasa tersebut bangga dan penutur bahasa lain semakin mengenal bahasa anggota masyarakat lainnya.

KESIMPULAN

Bahasa Lampung merupakan salah satu bahasa daerah yang dimiliki bangsa Indonesia yang mesti dijaga dan dilestarikan sebagai kekayaan nusantara. Upaya-upaya pemertahanannya haruslah dilakukan oleh semua pihak baik itu penutur sejati maupun bukan karena bahasa Lampung sebagai bahasa daerah memiliki muatan kultural yang kaya. Seperti halnya bahasa daerah yang lain, pemertahanan bahasa Lampung bukanlah tanpa masalah. Namun hal itu bukanlah sesuatu yang patut disesalkan namun harus terus dicari solusinya. Berbagai pihak telah melakukan upaya untuk mempertahankan bahasa Lampung di provinsi Lampung dan hal tersebut haruslah dipertahankan dan terus dievaluasi agar selalu terlihat tingkat keberhasilannya. Selain itu, berbagai ide praktis yang ditawarkan diatas dapat dijadikan alternatif pemertahanan bahasa Lampung yang dapat dilakukan oleh keluarga, sekolah maupun masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A.C. 2012. Pemertahanan Bahasa Ibu: Kasus Bahasa Sunda. Dalam Pokoknya Rekayasa Literasi. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana UPI bekerjasama dengan Kiblat.

Arsandi, D. 2013. Menggalakkan Bahasa lampung di Lingkungan Kampus. (www.academia.edu)

Kamus Bahasa Lampung Online. (http://kamus.lampung.cc.)

Katubi, O. 2006. Sikap Penutur Jati Bahasa Lampung. Pusat Penelitian dan Kebudayaan (PMB)-LIPI. (sastra.um.ac.id)

Katubi, O. 2007. Lampungic Languages: Looking for New Evidence of Language Shift in Lampung and the Question of Its Reversal. Studies in Philipphine Languages and Cultures Vol. 16, 1-10.

Kaplan, R.B. and Baldauf-Jr, R. 1997. Language Planning: From Practice to Theory. Sydney: Multilingual Matters Ltd.

Mok, A., Chow, A., Wong, W. 2006. Strengthening Language Arts in English Language Teaching in Hongkong. In Penny McKay (Ed). 2006. Planning and Teaching Creatively within a Required Curriculum for School-Age Learners. Virginia: TESOL, Inc.

Mbete, A.M. 2010. Strategi Pemertahanan Bahasa-Bahasa Nusantara. Seminar Nasional Pemertahanan Bahasa Nusantara.

Putra, K.A. 2013. Revitalisasi Bahasa Lampung. Lampung Post, 13 Februari 2013.


Iin Inawati, Mahasiswa Pascasarjana UPI

Sumber: Kompasiana, 29 Juni 2013


No comments:

Post a Comment