July 8, 2013

Sang Aktivis dalam 'Death and The Maiden'

BANDAR LAMPUNG -- Korban pergolakan politik selalu mengalami ketidakadilan. Tidak sedikit dari mereka mengalami kekecewaan mendalam dengan jiwa traumatis akibat sistem dari rezim berkuasa. Keadilan akhirnya menjadi barang langka.

Demikian simpulan sederhana dari pergelaran teater oleh Teater Satu Lampung di Taman Budaya Lampung, Sabtu (6-7) malam. Pemanggungan kali ini berjudul Death and The Maiden karya Ariel Dorfman (Cile). Death and The Maiden yang dipergelarkan itu bercerita tentang kisah aktivis perempuan yang menuntut keadilan pascaruntuhnya rezim militer yang dikuasai oleh Jenderal Augusto Pinochet.


Iswadi Pratama, sang sutradara sekaligus aktor yang memerankan Dokter Miranda, mengatakan walaupun mengangkat karya penulis asing, benang merahnya dari rezim Pinochet juga ada dalam konteks keindonesiaan.

Iswadi mengatakan rezim Pinochet atas dukungan Amerika Serikat itu banyak terinspirasi pergolakan 1965 di Indonesia, yakni saat peralihan kekuasaan dari rezim Soekarno ke rezim Soeharto. "Revolusi di Cile itu banyak terpengaruh dengan revolusi Jakarta 1965 yang juga dibantu Amerika Serikat," kata Iswadi.

Korban pergolakan politik, kata dia, setali tiga uang karena tidak bisa menuntut hak-haknya secara penuh dari negara.

Sebelum para aktor berlakon,Humaidi Abas membawakan bentuk sastra lisan dalam bentuk sastra bubiti berjudul Butangguh. Humaidi masih mampu menarik perhatian dalam permainan kecapi yang dimainkannya secara tunggal.

Pertunjukan malam itu dihadiri Wakil Bupati Tulangbawang Heri Wardoyo, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lampung Soegiarto, Kepala Taman Budaya Lampung Yusuf Usman, serta Wakil Pemimpin Umum Lampung Post Djadjat Sudradjat.

Soegiarto mengatakan ke depan rencana membangun Taman Budaya Lampung sebagai laboratorium seni dan budaya Lampung. Dia juga memberikan apresiasi kepada Iswadi Pratama dan kawan-kawan yang akan diundang pada penutupan festival internasional di Salihara, Jakarta, pada 12?13 Juli mendatang.

Iswadi mengatakan sebelum mementaskan pergelaran di Jakarta pada 12?13 Juli, dia berlatih selama empat bulan mempersiapkan naskah dan lakon karya Ariel Dorfman ini. Hasilnya, ratusan penonton tidak beranjak dari kursinya karena menikmati perhelatan teater hingga acara usai. (CR4/S3)

Sumber: Lampung Post, Senin, 8Juli 2013 

No comments:

Post a Comment