October 4, 2009

Tradisi Lebaran: Menjalin Silaturahmi dengan 'Sekura'

AWALNYA topeng sekura digunakan untuk perang saudara di Suku Tumi. Tetapi pada pertengahan abad ke-19, topeng sekura berubah fungsi menjadi sarana silaturahmi bagi warga Lampung Barat.

Raja Semilau Dalom Umardani, warga Pekon Canggu, Kecamatan Batu Brak, Lampung Barat, mengatakan munculnya budaya sekura (pesta topeng) berawal dari niat lima orang pengembara yang berasal dari Kerajaan Pagaruyung untuk menguasai dan menyebarkan ajaran Islam di Suku Tumi yang berada di daerah Sekala Brak waktu itu.



FOTO-FOTO LAMPUNG POST/ANSORI

Topeng sekura digunakan sebagai sarana penyebaran agama Islam dengan menyusup ke Suku Tumi. Sebagian Suku Tumi menerima ajaran Islam, sedangkan sebagian lagi tidak sepaham dengan ajaran yang dibawa lima orang Pagaruyung itu. Suku Tumi terpecah belah dan terjadi peperangan antara Suku Tumi. Pada waktu itulah sekura atau yang biasa disebut topeng kayu muncul.

"Sekura digunakan oleh Suku Tumi untuk menutupi wajah mereka agar tidak diketahui oleh suku yang lain pada saat peperangan terjadi. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan rasa kasihan dikarenakan akan berperang dengan saudara sendiri," ujar Umar.

Seiring bergulirnya waktu, pada pertengahan abad 19, sekura berubah fungsi sebagai topeng perang antarsaudara, menjadi sarana silaturahmi. Silaturahmi dilaksanakan warga setiap tahun. Lokasi perayaan sekura berpindah-pindah sesuai kesepakatan antarwarga pekon. Saat ini acara sekura atau yang disering disebut sekuraan selalu dilakukan masyarakat Lampung Barat menjadi rangkaian perayaan Hari Raya, baik Idulfitri maupun Iduladha.

Pada awal kemerdekaan sekitar tahun 1945--1946, sekura kamak yang dahulunya menggunakan perlengkapan serbakayu, mulai dari baju, celana, hingga topeng, berubah menjadi sekura betik (sekura bersih). Sekura betik masih memiliki arti yang sama dengan sekura kamak. Yang membedakan hanyalah bahan dasar pakaian yang dikenakan. Sekura kamak telah menggunakan pakaian dengan bahan dasar dari kain.

Menurut Umar, saat ini generasi muda terkesan mulai melupakan dan menganggap budaya ini sebagai hal yang kampungan.

"Saya berharap para pemuda dapat menjaga dan melestarikan budaya. Indonesia sangat dikenal karena kekayaan akan budayanya. Untuk itu, kita harus bangga dengan budaya yang kita miliki," kata Umar. n ANSORI/M-1

Sumber: Lampung Post, Minggu, 4 Oktober 2009

No comments:

Post a Comment