Judul buku: Menulis dengan Telinga
Penulis: Adian Saputra
Penerbit: Indepth Publishing, 2012
Tebal: xiv + 138 hlm.
AHLI fisika terkemuka di dunia Albert Einstein pernah berkata, "Saya bukan memiliki bakat khusus. Hanya selalu menikmati rasa ingin tahu saja." Pernyataan Einstein membuat kita bertanya-tanya. Seperti apa rasa ingin tahu itu? Mengapa ada orang sukses, sementara banyak lainnya gagal?
Begitu juga kiranya sukses dan gagal dalam menulis. Semua manusia dilahirkan sama, dibekali kemampuan yang sama. Tetapi saat menjalani hidup, sukses atau gagal tergantung pada bagaimana memaksimalkan bekal lahirnya tersebut.
Menulis juga merupakan kemampuan lahiriah. Setiap orang sebenarnya mampu menulis. Tetapi bagaimana menulis yang baik, runut, dan mungkin berpengaruh terhadap lingkungannya, perlu keahlian tersendiri. Karena itu banyak-banyaklah menghabiskan banyak waktu membaca banyak bahan. Seperti misalnya membaca buku "Menulis dengan Telinga" karya Adian Saputra.
Dalam buku setebal 138 halaman ini, pria kelahiran Tanjungkarang, 27 Januari 1979, memaparkan secara gamblang akan dunia tulis menulis. Mulai dari perdebatan apakah bakat itu penting, menghilangkan ketergantungan pada mood, resep manjur memasarkan tulisan, menjadi penulis spesialis atau generalis, sampai kompetensi menjadi kolomnis media.
Sukses tidaknya menulis, kata Adian, sebenarnya dimulai dari kemauan untuk memulai. Bakat hanya bagian kecil dari kesuksesan menulis, meski dia juga tidak menampik bahwa genetis berperan besar membentuk ghiroh kepenulisan.
Bila kembali pada pernyataan Eisntein, kemampuan menulis juga tidak sepenuhnya berasal dari bakat khusus, yang mungkin diturunkan orangtua. Menikmati keingintahuan, selalu ingin belajar, membiasakan diri, dan tidak pernah menyerah pada mood, adalah kuncinya.
Menulis dengan Telinga menjadi semacam panduan menulis apik, yang menurut saya tidak menggurui. Kenapa? Si penulis Adian tidak panjang lebar mengurai teori-teori berat soal tulis menulis. Dalam buku ini dia hanya bercerita soal pengalaman menjadi penulis sejak 1999. Pengalaman-pengalaman itu yang kemudian dia kontemplasikan menjadi teori-teori ringan yang bertutur.
Tengok saja misalnya cerita dia soal Menulis itu Daily Activity. Menulis itu adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan penulis-penulis terkenal. Mereka setidaknya hanya melakukan tiga hal: menulis setiap hari, menulis (minimal) satu paragraf, dan membaca. Tidak ada teori berat yang dipaparkan Adian. Seperti halnya Einstein, Adian hanya mengajak pembaca untuk menikmati keingintahuannya terlepas dari bakat khusus yang dimilikinya.
Di bagian-bagian akhir buku, Adian mengatakan, penulis yang sukses semestinya tidak hanya sukses untuk dirinya sendiri. Mendapat honor besar atau terkenal karena tulisannya. Tetapi, kita juga memiliki tanggung jawab melahirkan penulis baru.Artinya, penulis sukses adalah mereka yang mampu menggandeng orang lain. Mampu membangkitkan minat masyarakat untuk bisa menulis. Adian menyebutnya penulis signifikan.
Buku Menulis dengan Telinga sudah seharusnya segera ada di tangan Anda. Kenapa? Karena penulis berpengalaman seperti Adian menjadikan bahasan serius soal tulis menulis menjadi garapan renyah.
Dia juga memberikan panduan-panduan ringkas bagaimana mewujudkan niat menulis, menggarap ide, sampai bagaimana caranya mengirimkan tulisan tersebut.
Di buku ini, Adian bahkan melampirkan besaran honor tulisan di media-media nasional dan lokal. Mungkin sebagai motivator bagi Anda yang ingin mendulang emas dari kata. Selamat membaca dan menulis..!! Tunggu juga kehadiran "Menulis dengan Telinga" bagian dua yang akan menjadi kejutan bagi Anda. (nashrullah haqiyudin)
Sumber: Tribun Lampung, Minggu, 1 Juli 2012
No comments:
Post a Comment