July 21, 2012

Mengais Jejak Lampung di Negeri Kincir Angin

Oleh S Pujiono dan Aryanto (PUSSbik)


Berangkat dari keinginan untuk mempelajari masa lalu tentang Lampung, Pusat Studi Strategi dan Kebijakan (PUSSbik) belum lama ini mengirimkan dua orang utusan, Aryanto dan S Pujiono, berkunjung ke Belanda, guna mencari dan mempelajari beberapa foto, naskah, dan petunjuk lain yang berkenaan dengan Lampung tempo dulu. Catatan perjalanan penting itu, ditulis oleh keduanya berikut ini:

Kedua penulis saat di depan gedung wali kota Leiden Belanda (FOTO: ANTARA LAMPUNG/Dok. PUSSbik)

Budaya Lampung memiliki sebuah medan sosial yang cukup unik dan sangat kompleks yang merupakan perpaduan dari beberapa etnis yang cukup beragam.

Bila ditarik kepada akar inti dari sejarah khususnya Lampung hingga saat ini, masih banyak versi dan misteri berkabut di baliknya.

Jejak sejarah dapat dilihat dari banyaknya peninggalan yang ada, tentunya memerlukan kajian yang lebih mendalam hingga dapat merangkai dan membentuk sebuah cerita yang jelas tentang sejarah Lampung itu. 

Demikian halnya bagi setiap keping sejarah Lampung.

Banyak kalangan, hingga saat ini mengakui tentang berserak jejak sejarah mengenai Lampung, sehingga untuk menggabungkan serpihan-serpihan jejak tersebut kadangkala mengalami kesulitan.

Hingga saat ini Lampung sangat miskin akan data-data mengenai sejarahnya sendiri.

Informasi yang diperoleh, sebagian naskah kuno dari Provinsi Lampung diketahui justru tersimpan di lembaga-lembaga asing di luar negeri.

Seperti halnya petunjuk awal yang diperoleh dari Museum Negeri "Ruwa Jurai" Provinsi Lampung, sebagian naskah-naskah kuno Lampung itu justru berada di luar negeri, seperti di Leiden (Belanda).

Berangkat dari keinginan guna mempelajari masa lalu tentang Lampung, Pusat Studi Strategi dan Kebijakan (PUSSbik) mengirimkan dua orang utusan berkunjung ke Belanda untuk mencari dan mempelajari beberapa foto, naskah, dan petunjuk lain yang berkenaan dengan Lampung tempo dulu. 

Diharapkan, hasil yang akan diperoleh minimal dapat menyumbang beberapa petunjuk sejarah, sehingga serpihan "puzzle" yang masih kosong dapat terisi dengan adanya petunjuk baru, agar ke depan generasi penerus dapat mengetahui jejak sejarah Provinsi Lampung secara lebih jelas dan utuh.

Di samping itu, berdasarkan data Pemprov Lampung, naskah-naskah kuno ini tersebar di Belanda, Denmark, Inggris, dan Jerman.

Di Amsterdam, Belanda, tercatat disimpan 40 buah naskah kuno dari bahan kulit kayu, rotan, dan kertas.

Di Leiden, setidaknya ada lima buah naskah kuno yang disimpan bersama-sama koleksi dari Sumatera Selatan.

Lalu, di Inggris, disimpan sepuluh buah naskah kuno Lampung yang dikumpulkan penelitinya, MA. Jaspan.

Berbekal informasi awal yang dimiliki dan dana yang tergolong pas-pasan, kami berangkat dengan pilihan negara Belanda, untuk mencari foto Lampung tempo dulu, setelah sebelumnya melakukan korespodensi dengan pihak beberapa perpustakaan dan museum di sana.

Leiden, Belanda, wilayah berpenduduk 118 ribu jiwa yang terletak di antara Kota Amsterdam, Den Haag, dan Rotterdam, memperoleh predikat sebagai kota tahun 1266.

Sesuai namanya, Leiden berasal dari kata "leithon" yang berarti berada pada jalur air.

Bila berbicara mengenai Kota Leiden, hampir selalu kita mengaitkannya dengan Universitas Leiden.

Universitas ini memang menjadi ikon dan aset berharga kota tersebut, merupakan perguruan tinggi tertua di Belanda yang didirikan tahun 1575 oleh Pangeran William Orange yang dikenal sebagai Pemimpin Revolusi.

Adalah Sang Pangeran yang mengusulkan kepada Pemerintah Federal Belanda bahwa sebagai hadiah atas semangat heroik warga kota menentang invasi Spanyol, agar didirikan universitas sebagai simbol kebebasan dan pemerintahan yang berdasarkan tata hukum yang baik.

Beberapa ilmuwan kenamaan yang membawa Universitas Leiden dikenal luas di antaranya Albert Einstein yang pernah beberapa tahun bermukim di universitas tersebut, ada juga Snouck Hurgronje, dan pakar hukum adat Cornelis van Vollenhoven, juga turut mengharumkan nama universitas yang memiliki reputasi Internasional tersebut.

Yang unik dari Universitas Leiden adalah koleksi bacaan dan publikasi tentang Indonesia yang sangat lengkap.

Tidaklah berlebihan jika orang mengatakan bahwa kalau ingin belajar tentang Indonesia seseorang harus pergi ke Leiden.

Di perpustakaan Fakultas Hukum, khususnya di Van Vollenhoven Institute (VVI) dan Perpustakaan The Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volkenkunde/Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studie, koleksi tentang Indonesia terawat dan tertata rapi yang bisa dilacak mulai tahun 1811.

Koleksi itu berisi surat kabar pada waktu Pemerintahan Belanda di Indonesia, catatan pemerintahan dan kondisi geografis setiap Pulau (Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan), peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan (yurisprudensi), hukum adat di berbagai daerah, jurnal, tesis, dan disertasi tentang Indonesia.

Begitupula kumpulan kepustakaan sejak Kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang.

Kumpulan peraturan daerah (perda) dari berbagai provinsi di Indonesia, sampai undang-undang terbaru tahun 2007, semuanya sudah terkoleksi di sana.

Publikasi tentang Indonesia yang ada tidak hanya dalam bahasa Belanda, tetapi juga bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, termasuk komik pendidikan politik anggaran PUSSbik dengan judul "Ayoo, partisipasi. Anggaran daerah milik kita" yang dibuat pada tahun 2007, dengan kode buku M 2009 A 3783.

Di perpustakaan ini, kami berhasil menemukan kurang lebih 507 lebih foto tentang Lampung era 1860-1940, termasuk di dalamnya foto koleksi kain tapis dan pernak pernik ornamen Lampung yang dijadikan koleksi di Tropen Museum di Amsterdam. 

Namun semua koleksi tersebut tidak semuanya dapat diambil, mengingat minimnya "sangu" yang kami bawa.

Pihak perpustakaan itu, mengenakan harga untuk setiap foto yang akan diambil dan dipergunakan. Untuk satu foto dikenakan harga sebesar 6 Euro (sekitar Rp72.000).

Beberapa foto yang menarik itu, antara lain foto Teloek Betoeng tempo dulu (sekarang menjadi Kota Tanjungkarang-Telukbetung/Bandarlampung, ibu kota Provinsi Lampung) yang dimiliki perpustakaan di Leiden, menggambarkan sebuah jembatan melengkung (dikenal dengan Jembatan Beton, di kawasan Kecamatan Telukbetung Barat, Bandarlampung), dan hingga kini jembatan ini masih kokoh berdiri.

Adapula foto udara wilayah Teluk Lampung yang diabadikan tahun tahun 1930-1933, tampak tempat pelengan ikan (Ujung Bom, saat ini) masih dikelilingi dengan hamparan sawah dan Pulau Pasaran di kejauhan.

Lalu, foto kendaraan yang digunakan dengan plat nomor BE 46, digunakan oleh JH Brinkgreve Van Ir, salah satu petinggi Belanda yang bertanggungjawab dalam "proyek" daerah trasmigrasi Metro di  Lampung tahun 1935--dikenal dengan Kolonisasi.

Tersimpan pula foto sebuah sebuah keluarga di Menggala, Tulangbawang yang menggunakan pakain adat Lampung, tahun 1900.

Selain itu, salah satu contoh informasi yang diperoleh adalah tentang keterangan pembagian wilayah di daerah Lampung, berikut pengaturan tata administratifnya.

Beberapa wilayah di Provinsi Lampung pada zaman Pemerintahan Penjajah Belanda itu, dijadikan Onder Distrik.

Masing-masing Onder Distrik dikepalai oleh seorang Asisten Demang, sedangkan Distrik dikepalai oleh seorang Demang.

Sedangkan atasan dari Distrik adalah Onder Afdeling yang dikepalai oleh seorang Controleur berkebangsaan Belanda.

Tugas dari Asisten Demang mengkoordinir Marga yang dikepalai oleh Pesirah, dan di dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh seorang Pembarap (Wakil Pesirah), seorang juru tulis dan seorang pesuruh (opas).

Pesirah selain berkedudukan sebagai kepala marga, juga sebagai Ketua Dewan Marga.

Pesirah itu dipilih oleh Penyimbang-penyimbang Kampung dalam marganya masing-masing.

Marga terdiri dari beberapa kampung, yaitu dikepalai oleh Kepala Kampung, dan dibantu oleh beberapa Kepala Suku.

Kepala Suku diangkat dari tiap-tiap suku di kampung itu.

Sedangkan Kepala Kampung dipilih oleh penyimbang-penyimbang dalam kampung.

Pada waktu itu Kepala Kampung harus penyimbang kampung, dan kalau bukan penyimbang kampung tidak bisa diangkat, serta Kepala Kampung adalah anggota Dewan Marga.

                              Tropen Museum
Selain di Leiden, "sarang" tentang beberapa koleksi benda-benda sejarah Indonesia dan juga Lampung berada, adalah di Tropen Museum yang terletak di Amsterdam Oost [Amsterdam Timur] yang dapat dijangkau menggunakan angkutan umum, dengan jumlah tempat parkir di sekitar terbatas. Pilih antara: tram 3, 7, 9, 10, 14, bus 22 atau Canal Bus.

Museumnya terletak di salah satu gedung bersejarah yang paling bagus di Amsterdam.

Di museum ini, disimpan benda-benda yang khas dan menakjubkan dari pelosok nusantara: objek-objek etnologis, seni populer, dan seni kontemporer.

Kami sempat "ternganga" (baca: takjub) melihat koleksi yang dimiliki oleh museum ini, dari yang berbentuk kecil hingga perahu milik Suku Asmat (Papua) yang panjang ada di dalamnya.

Belum lagi beberapa keris dan mahkota raja-raja Jawa yang terbuat dari emas asli terpampang rapi di dalam kaca.

Dari museum ini, "oleh-oleh" yang kami peroleh adalah peta kuno Bandarlampung (Telok Betong) yang dibuat pada tahun 1912, dan Provinsi Lampung (1860).

Berdasarkan peta ini, kita bisa mengetahui desa-desa asli Lampung (sebelum adanya transmigrasi/kolonisasi) pada masa itu, termasuk informasi tentang kondisi demografisnya.

Sedihnya, peta-peta ini tidak dapat diperoleh secara percuma alias gratis, namun harus dibeli dengan uang sebesar 6–15 Euro (atau setara dengan Rp72.000 – Rp180.000) tergantung dengan ukuran dan usia peta tersebut.

Walaupun dalam kondisi bekal "pas-pasan", tetap kami beli beberapa peta itu, mengingat langkanya koleksi tersebut, dan tentunya informasi yang ada dapat dijadikan petunjuk lebih lanjut, guna mengurai benang merah sejarah Lampung masa lalu hingga menjadi seperti sekarang ini

Sumber: Antaranews.com/Lampung, Sabtu, 21 Juli 2012


No comments:

Post a Comment