February 3, 2013

[Perjalanan] Kampung Tua Pagardewa

PAGARDEWA. Kampung etnik yang berada di depan pusaran pertemuan Way Kanan dan Way Kiri itu dikenal sebagai negeri para dewa. Belasan makam keramat bertakhta di situ.

Puluhan burung bangau putih bercanda riang di ranting-ranting serut yang memagari Way Kanan di Kampung Pagardewa, Tulangbawang Barat, Selasa (29-1) lalu. Gemuruh air berwarna keruh sungai yang sedang banjir dan meliuk di depan kampung tak mengganggu mereka bercumbu.


Dari sungai itu, idealnya pengunjung bertamu ke Pagardewa untuk menjejak kearifan lokal yang masih tertinggal. Sebab, sejarah mencatat Way Kanan, Way Kiri, dan Way Tulangbawang adalah ?jalan tol? berbagai ekspedisi dari seantero negeri dan sebaliknya ke desa tertua di kawasan ini.

Namun, moda transportasi di sungai ini kurang berkembang. Ironisnya, jalur darat yang ditaja untuk menggantikan kecipak di air masih kurang layak. Terlebih, untuk menuju cikal bakal adanya peradaban di Tulangbawang ini, harus keluar kabupaten dulu. Yakni, ke Kecamatan Negeribesar, Kabupaten Way Kanan.

Ada satu harapan yang amat ditunggu warga, yakni jembatan Penumangan yang saat ini sedang dalam proses pembangunan. ?Kalau jembatan ini sudah selesai, kami mau ke kantor Kabupaten Tulangbawang Barat enggak sampai setengah jam,? kata Camat Pagardewa Markurius.

Saat ini, untuk sampai Pagardewa, jalurnya melewati Panaragan, menyeberang Sungai Way Kiri, menyusuri jalan aspal di rawa-rawa, menembus kampung di Kabupaten Way Kanan, dan meraba jalan aspal rusak di perkebunan kelapa sawit perusahaan. Perjalanan dari ibu kota Kabupaten Tulangbawang Barat butuh waktu 150 menit.

Kampung Etnis

Kampung Pagardewa menjadi induk dari Kecamatan Pagardewa, Kabupaten Tulangbawang Barat. Kecamatan ini menjadi kecamatan yang paling tertinggal, relatif sulit dijangkau, dan satu-satunya kecamatan yang belum ada aliran listrik.

Memasuki kampung ini dari arah Panaragan, SMP Negeri Pagardewa yang berada di bulakan menyambut dengan senyum kecut. Meski matahari belum di atas kepala di hari kerja, tak ada seliweran siswa atau guru di gedung modern itu.

Lalu, kompleks kantor Camat Pagardewa yang berdampingan dengan puskesmas menyusul. Suasana sunyi terjaga jika tidak ada pegawai tidak berkomunikasi dengan keras. Sebab, tak ada nada-nada musik, suara radio atau televisi yang menyalak karena tak ada energi yang menyetrumnya. ?Hiburan kami ya musik dari ponsel,? kata salah satu Polisi Pamong Praja (Pol. PP) yang sedang bertugas di kantor itu.

Tak jauh dari kantor camat, berbelok jalan ke kanan, satu unit bangunan menyerupai musala berdiri di belukar, di antara belasan pohon-pohon cempedak yang sedang berbuah lebat. Harum wangi cempedak matang mengiringi pengunjung menilik makam orang yang diyakini sebagai prajurit tangguh dan pendiri Pagardewa. Yakni, Minak Rio Mangkubumi.

Ini menjadi makam pertama yang mengawali Pagardewa sebagai wilayah yang menyimpan banyak sejarah panjang tentang kedigdayaan orang-orang suci dan dikeramatkan.

Merangsek ke perkampungan, warna etnik mulai terasa ketika beberapa rumah panggung dengan arsitektur Lampung berdiri di kanan-kiri jalan. Dari warna kayunya, terbaca usianya. Meski tak dibalut warna cat, tiang-tiang besar, saka-saka, dinding papan, konstruksi atap, dan gentingnya mengundang decak kelestarian tradisi masa lalu yang tinggi.

Terus menjorok, menara masjid cukup tinggi menatap pandangan. Ini simbol religiositas warganya yang tinggi. Anak-anak bermain-main di latar rumah yang juga jalan raya. Sebab, rumah-rumah penduduk memang amat dekat dengan jalan.

Para orang tua dan juga remaja tampak menikmati siang dengan secangkir kopi atau sejenisnya, duduk di atas balkon sambil melepas pandangan ke jalan raya.

Suasana ini idealnya ditingkahi suara petikan gitar tunggal khas Lampung dengan modulasi detail merasuk telinga. Atau, irama cetik berpadu saron mengudarakan simbol-simbol kemegahan adat Lampung. Namun, sekali lagi karena tidak ada listrik, irama yang membuat kangen itu tak bisa diperdengarkan.

?Pernah ada listrik tenaga diesel bantuan dari pemda, tetapi sudah lama rusak. Makanya, kami mohon pemerintah bisa membantu kami masukkan PLN ke sini. Ini kampung tua, kampung para leluhur orang-orang besar yang saat ini berkuasa. Jadi, tolonglah,? kata Herman, tokoh Pagardewa yang amat fasih menceritakan silsilah sejarah Pagardewa.

Berbagai perangkat bertani dan peranti penangkap atau perangkap ikan tergolek di kolong rumah atau di sisi hunian. Itu indikator warga dengan nasab raja-raja Tulangbawang itu hidup dari pertanian dan mencari ikan. Ada jaring, bubu besar, waring, jala, telik, dan lainnya.

Di kampung ini, perjalanan darat harus berakhir. Sebab, jalan raya kampung akan disambut oleh bentangan Way Kanan yang cukup besar. Di ujung jalan yang menuruni ke arah sungai, satu bangunan gazebo besar didirikan.

Sejak pendopo itu belum dibangun, tebing menuju sungai itu disebut tanggo rajo (tangga raja). Herman mengatakan lokasi itu tempatnya para penyimbang adat (raja) turun mandi.

Di kampung ini, Herman adalah daya tarik tersendiri. Kisah-kisah zaman kerajaan Tulangbawang yang dirangkai secara kronologis dengan Kerajaan Skalabrak (Lampung Barat), kerajaan Palembang, dan cerita akses-akses hingga luar negeri zaman lama terang benderang ia ceritakan.

Mendengar kisahnya, kita dapat membayangkan kondisi riil Pagardewa pada zamannya. ?Kalau saya ceritakan semua, tiga hari tiga malam tidak selesai,? kata Herman.

Satu pesan moral Herman kepada orang-orang dengan leluhur Pagardewa adalah agar kampungnya sering disambangi. Ia prihatin dengan kondisi daerah yang mudah terpangaruh hal negatif akibat tidak mendapat pencerahan. ?Banyak tokoh asal Pagardewa yang sukses di Jakarta atau Bandar Lampung, begitu meninggal baru pulang,? kata dia.

Di tengah kampung, memang ada satu kompleks makam cukup luas. Selain makam-makam tua yang merupakan pejuang kerajaan dan dikeramatkan, banyak nama dan makam-makam baru. Dari plang di pintu dan grafir di nisan, dikenali nama-nama keluarga yang cukup kondang. (SUDARMONO/MERWAN/M-2)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 3 Februari 2013

No comments:

Post a Comment