September 7, 2008

Pustaka: Bangkit Bersama 100 Tokoh Terkemuka Lampung

Judul Buku: 100 Tokoh Terkemuka Lampung-100 Tahun Kebangkitan Nasional
Penerbit : Lampung Post, Bandar Lampung
Tahun : 2008
Tebal : xxiv + 430 hlm.; 14 cm x 21 cm

TAMPILAN buku ini cukup meyakinkan. Di halaman muka yang memuat seratus foto tokoh berhasil mengonfirmasikan roh buku ini. Cetakan yang berkelas juga membuat makin menarik. Maklum, ternyata 100 Tokoh Terkemuka Lampung-100 Tahun Kebangkitan Nasional dicetak oleh PT Gramedia Jakarta.

Penomoran halaman buku juga tampak cerdas dan centil. Buku lain biasanya bernomor halaman di pojok kanan atas atau pojok kanan bawah, buku ini tidak demikian. Nomor halaman 1 sampai 430, ditulis menggantung di sepertiga kanan bawah.

Lebih jauh, buku ini boleh jadi membawa kabar baru bagi sebagian orang. Setelah membaca buku ini, mungkin orang baru tahu bahwa sang tokoh nun populer, ternyata lahir dan berasal dari Lampung. Misalnya, Bob Sadino lahir di Tanjung Karang, Motinggo Busye (Telukbetung), Imron Rosadi (Pringsewu), Bagir Manan (Kalibalangan, Lampung Utara), Tursandi Alwi (Sukau, Lampung Barat), Henry Yosodiningrat (Krui, Lampung Barat), atau Sri Mulyani Indrawati (Tanjungkarang).

Hal semacam itu juga diakui Surya Paloh dalam kata pengantarnya. Ia mengaku baru tahu kalau entrepreneur tangguh dan amat kreatif, Bob Sadino, ternyata juga putra Lampung. Juga ekonom cerdas yang dikenal luas dunia internasional, Sri Mulyani.

Sri Mulyani, Menteri Keuangan yang kini juga merangkap Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, dilahirkan di Tanjungkarang dan pernah sekolah di SMP Negeri 2.

Selain itu, tampaknya 100 tokoh yang dipilih dalam buku juga sudah cukup representatif. Tokoh-tokoh itu bahkan berhasil dibentangkan dari masa sebelum hingga setelah kemerdekaan.

Padahal, tentu saja sulit menentukan seseorang dinobatkan sebagai tokoh. Menyaring seratus tokoh di antara ratusan lain yang tersedia, juga tidak gampang. Kesulitan itu kian terasa karena jejak rekam sang tokoh terkadang terputus. Sumber informasi susah diperoleh.

Gerilya dan perburuan 100 tokoh yang ditempuh penerbit buku ini memang layak diapresiasi positif. Misalnya, terlebih dulu menerbitkan 100 tokoh edisi koran pada 29 Mei 2008. Kemudian, berulang-ulang menjaring tokoh lewat rubrik surat pembaca di harian ini. Juga menurut Djadjat Sudradjat, Pemimpin Redaksi Lampung Post, penerbit harus menunjuk Prof. Sudjarwo, Oyos Saroso H.N., dan Firman Sponada sebagai orang luar yang menjadi "penunjuk jalan" agar penerbit tidak "tersesat arah" menentukan 100 tokoh Lampung.

Hasilnya, membanggakan. Sepertinya tidak ada lagi tokoh yang tercecer yang tidak dimuat dalam buku. Adapun tokoh yang diangkat, memang layak dipilih.

Kelebihan lain buku ini terletak dalam penulisan bahasa yang enak dibaca lagi komunikatif. Maklum, buku ini ditulis oleh para jurnalis sekaliber Lampung Post.

Menggali Mental Ketokohan

Disayangkan uraian tentang ketokohan yang disajikan hanya hasil akhirnya. Tapi proses untuk meraih ketokohan itu kurang digali. Sehingga pembaca tidak bisa mengambil hikmah dan pelajaran yang dapat dipetik dari sang tokoh.

Padahal, itulah kiranya salah satu makna pokok yang mustinya ditonjolkan buku ini. 100 tahun kebangkitan nasional ditandai dengan menampilkan 100 tokoh. Orang-orang Lampung harus bangkit sebagaimana yang telah dilakukan para tokohnya itu. Lantas, bagaimana kebangkitan itu akan muncul jika mental dan jiwa ketokohan tidak dimiliki masyarakat Bumi Ruwa Jurai ini.

Kelemahan lain buku ini, yaitu foto/gambar tokoh di halaman dalam tidak diberi nomor urut. Kekurangan ini tidak begitu berarti, tapi sekiranya pada foto itu ada nomornya, akan sangat membantu pembaca dalam mengurutkan tokoh.

Jika hal itu dilakukan, pembaca mengetahui bahwa ketika sedang membaca ketokohan Zainal Abidin Pagar Alam berarti ia sudah sampai kepada tokoh Lampung yang ke-8. Dari 100 tokoh, maka di buku ini Bob Sadino merupakan tokoh di nomor urut 28.

Selanjutnya, masalah teknis buku ini terletak di penulisan judul di cover yang berpotensi bisa mengecoh pembaca. Pada halaman sampul itu, tulisan 100 Tahun Kebangkitan Nasional berada di atas 100 Tokoh Terkemuka Lampung. Sehingga seolah-olah judul buku ini adalah 100 Tahun Kebangkitan Nasional-100 Tokoh Terkemuka Lampung. Padahal, judul yang benar sebagaimana ditulis di halaman Katalog dalam Terbitan (KDT): 100 Tokoh Terkemuka Lampung-100 Tahun Kebangkitan Nasional.

Kemudian ada ketidaksesuain antara jumlah halaman yang disebutkan di KDT dengan jumlah halaman sesungguhnya. Kalau menurut hitungan halaman seluruhnya, yang benar dan tersedia yaitu xxiv + 430. Tapi di KDT ditulis xxiv + 434.

Terlepas dari kekurangan yang ada, buku ini menjadi sangat penting dilihat dari aspek keteladanan. Kendati aspek ini kurang dieksploitasi, tapi masih diketemukan dari beberapa tokoh yang diangkat.

Misalnya dari seorang Achmad Bakrie, yang semula hanya berdagang hasil bumi di Telukbetung, kini bisnis Grup Bakrie merentang hingga luar negeri dari sektor pertambangan, pertelelevisian, telekomunikasi, properti, jalan tol, dll.

Semua itu ia raih dengan memberikan keteladanan mental yang ulet dan sungguh-sungguh. Katanya, "Saya senang kamu gagal. Kau harus tahu arti kegagalan agar nanti berhasil...!" (hal. 35)

Atau dari Motinggo Busye, pria kelahiran Telukbetung, 21 November 1937, seorang yang dikenal luas ketokohan seninya. Ia sastrawan yang menulis banyak novel, sutradara, dan melukis.

Mental ketokohannya yang layak dicontoh bahwa ia cinta Lampung. Siapa yang tidak kenal naskah dramanya yang berjudul Malam Jahanam. Di situ Motinggo Busye mengangkat aroma perkampungan nelayan di kawasan Telukbetung. Atau dalam novel Harimau-Harimau yang kemudian difilmkan menjadi Manusia Harimau, ia mengambil latar peristiwa Lampung.

Selanjutnya, Sutrisno yang lahir di Natar. Seorang atlet dari ndeso tapi berkelas dunia. Sutrisno merupakan pemegang rekor dunia angkat berat kelas 60 kg dengan angkatan total 743,5 kg.

Ia dapat mengharumkan Lampung dan Indonesia seperti itu lewat mental disiplin yang tinggi, sekaligus tahan banting walau dibawah kepelatihan Imron Rosadi yang terkenal keras.

Menyebut beberapa mental ketokohan itu saja, sepertinya bisa menjadi modal potensial untuk kebangkitan orang Lampung. Diyakini kelak akan lebih banyak tokoh yang muncul, jika makin banyak orang yang berjiwa ulet dan sungguh-sungguh seperti Achmad Bakrie, berdisiplin tinggi dan pekerja keras bak Sutrisno, dst.

Dengan begitu, 100 Tokoh Terkemuka Lampung-100 Tahun Kebangkitan Nasional, memang perlu!

Sutiyo, Ketua Jurusan di Stisipol Dharma Wacana Metro

Sumber: Lampung Post, Minggu, 7 September 2008

No comments:

Post a Comment