PERAN tenaga pendidik atau guru masih menjadi kata kunci dalam kemajuan dunia pendidikan di Indonesia. Guru harus menjadi teladan bagi siswanya.
Sebagai ujung tombak utama dalam dunia pendidikan, kinerja guru harus ditingkatkan. Untuk itu, pembinaan guru secara simultan mutlak dilakukan karena guru merupakan aktor penentu berhasil-tidaknya pendidikan.
”Guru itu sesuai dengan jargonya ‘digugu dan ditiru’ yang harus mempersiapkan dirinya menjadi teladan,” kata Ketua Dewan Pendidikan Lampung Sutopo Ghani Nugroho pada diskusi Hardiknas di Lampung Post, Rabu (2-5).
Sutopo yakin keberhasilan seseorang 80% dipengaruhi oleh para guru yang mampu memberikan inspirasi. "Kunci dari keberhasilan pendidikan ada pada guru. Hal ini harus menjadi perhatian khusus para pihak yang berkaitan langsung, baik dalam proses penyediaan tenaga guru maupun pengelola guru di lapangan," ujar Sutopo.
Sekretaris Dewan Pendidikan Kota Imam Santoso juga menilai saat ini masyarakat mengalami ketidakpercayaan kepada tenaga pendidik, sehingga selalu mencari sekolah terbaik buat anak-anaknya.
Bahkan, kata Pembantu Dekan I Bidang Akademik FKIP Unila M. Toha B. Sampoerna Jaya, guru yang telah mengenyam pendidikan tinggi termasuk doktor dan profesor enggan untuk mengajar siswa SD apalagi yang di pelosok. Padahal, pendidikan dasar membutuhkan tenaga pendidik yang profesional.
Hal senada diungkapkan Kepala Bidang Peningkatan Mutu Tenaga Pendidik dan Kependidikan (PMPTK) Disdik Provinsi Ria Andari. Ia mengemukakan nilai rata-rata kualitas guru saat ini masih rendah. "Bayangkan, pada ujian nasional lalu, pemerintah menetapkan standar nilai 5,5 pada siswa. Namun, kenyataannya berdasarkan uji kompetensi awal, standar nilai rata-rata guru baru 3,3," ujar Ria.
Meskipun demikian, masih rendahnya kualitas guru saat ini, menurut Dekan FKIP Unila Bujang Rahman, tidak sepenuhnya ditanggung oleh para guru. Menurut dia, banyak faktor yang menyebabkan guru menjadi demikian. "Ini bukan variabel yang berdiri sendiri, karena banyak variabel lain yang turut memengaruhi buruknya kinerja kualitas guru saat ini. Salah satnya adalah manajemen pendidikan yang tidak profesional. Tidak jarang guru menerima tekanan secara psikologis," kata Bujang.
Hal ini, ujar dia, terbukti dalam pelaksanaan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) yang menjadi bagian dari proses sertifikasi guru yang diselenggarakan Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK), yang dalam hal ini dilakukan FKIP Unila.
"Di kelas, para guru menunjukkan kinerja yang luar biasa. Mereka pandai melakukan presentasi, bahkan menyusun rencana program pembelajaran (RPP). Tetapi, anehnya ketika mereka kembali ke sekolah masing-masing, kinerjanya tidak berubah, tidak seperti saat di dalam kelas PLPG," kata dia.
Sementara Pontjo Sudarmono dari FMGI Lampung menyatakan karut-marut pendidikan bukan bersumber dari guru, melainkan dari elite politik yang terus-menerus mengobok-obok dan mengintervensi dunia pendidikan demi agenda kepentingan mereka masing-masing.
"Pendidikan diintervensi politik. Guru menjadi tidak berdaya. Makanya, saya sarankan agar FKIP dalam mendidik calon guru perlu memberikan pengantar ilmu politik kepada guru, agar mereka berdaya dalam menghadapi birokrat pemerintahan," ujar Pontjo.
Sutopo juga meminta agar pemerintah lebih memilih fokus pada kualitas guru dari pada masalah biaya dan infrastruktur. "Relawan pendidikan di Jakarta yang mengajar anak gelandangan di tempat ala kadarnya dapat menghasilkan output yang baik. Artinya, yang terpenting dari infrastruktur dan biaya adalah kualitas pendidik," kata dia.
Dalam pendidikan, ujar dia, yang terpenting adalah keteladanan, baik dari guru sampai pejabat. Pendidikan itu meniru sehingga muaranya adalah mendidik perilaku siswa.
Sementara itu, Ivan S. Bonang dari Komunitas Dongeng Dakocan menilai pendidikan tak semata diperoleh dari sekolah, justru di keluarga atau lingkungannya yang menjadi penyumbang cukup besar.
Anak pada masa pertumbuhan emasnya yakni usia 1—6 tahun harus mendapat pendidikan yang baik, dan itu sumbernya dari rumah atau lingkungan. "Jadi, peran orang tua dalam mendidik juga harus diperhatikan karena itulah fundamental pendidikan anak," kata Ivan. (MG1/MG4/S-2)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 3 Mei 2012
Sebagai ujung tombak utama dalam dunia pendidikan, kinerja guru harus ditingkatkan. Untuk itu, pembinaan guru secara simultan mutlak dilakukan karena guru merupakan aktor penentu berhasil-tidaknya pendidikan.
”Guru itu sesuai dengan jargonya ‘digugu dan ditiru’ yang harus mempersiapkan dirinya menjadi teladan,” kata Ketua Dewan Pendidikan Lampung Sutopo Ghani Nugroho pada diskusi Hardiknas di Lampung Post, Rabu (2-5).
Sutopo yakin keberhasilan seseorang 80% dipengaruhi oleh para guru yang mampu memberikan inspirasi. "Kunci dari keberhasilan pendidikan ada pada guru. Hal ini harus menjadi perhatian khusus para pihak yang berkaitan langsung, baik dalam proses penyediaan tenaga guru maupun pengelola guru di lapangan," ujar Sutopo.
Sekretaris Dewan Pendidikan Kota Imam Santoso juga menilai saat ini masyarakat mengalami ketidakpercayaan kepada tenaga pendidik, sehingga selalu mencari sekolah terbaik buat anak-anaknya.
Bahkan, kata Pembantu Dekan I Bidang Akademik FKIP Unila M. Toha B. Sampoerna Jaya, guru yang telah mengenyam pendidikan tinggi termasuk doktor dan profesor enggan untuk mengajar siswa SD apalagi yang di pelosok. Padahal, pendidikan dasar membutuhkan tenaga pendidik yang profesional.
Hal senada diungkapkan Kepala Bidang Peningkatan Mutu Tenaga Pendidik dan Kependidikan (PMPTK) Disdik Provinsi Ria Andari. Ia mengemukakan nilai rata-rata kualitas guru saat ini masih rendah. "Bayangkan, pada ujian nasional lalu, pemerintah menetapkan standar nilai 5,5 pada siswa. Namun, kenyataannya berdasarkan uji kompetensi awal, standar nilai rata-rata guru baru 3,3," ujar Ria.
Meskipun demikian, masih rendahnya kualitas guru saat ini, menurut Dekan FKIP Unila Bujang Rahman, tidak sepenuhnya ditanggung oleh para guru. Menurut dia, banyak faktor yang menyebabkan guru menjadi demikian. "Ini bukan variabel yang berdiri sendiri, karena banyak variabel lain yang turut memengaruhi buruknya kinerja kualitas guru saat ini. Salah satnya adalah manajemen pendidikan yang tidak profesional. Tidak jarang guru menerima tekanan secara psikologis," kata Bujang.
Hal ini, ujar dia, terbukti dalam pelaksanaan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) yang menjadi bagian dari proses sertifikasi guru yang diselenggarakan Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK), yang dalam hal ini dilakukan FKIP Unila.
"Di kelas, para guru menunjukkan kinerja yang luar biasa. Mereka pandai melakukan presentasi, bahkan menyusun rencana program pembelajaran (RPP). Tetapi, anehnya ketika mereka kembali ke sekolah masing-masing, kinerjanya tidak berubah, tidak seperti saat di dalam kelas PLPG," kata dia.
Sementara Pontjo Sudarmono dari FMGI Lampung menyatakan karut-marut pendidikan bukan bersumber dari guru, melainkan dari elite politik yang terus-menerus mengobok-obok dan mengintervensi dunia pendidikan demi agenda kepentingan mereka masing-masing.
"Pendidikan diintervensi politik. Guru menjadi tidak berdaya. Makanya, saya sarankan agar FKIP dalam mendidik calon guru perlu memberikan pengantar ilmu politik kepada guru, agar mereka berdaya dalam menghadapi birokrat pemerintahan," ujar Pontjo.
Sutopo juga meminta agar pemerintah lebih memilih fokus pada kualitas guru dari pada masalah biaya dan infrastruktur. "Relawan pendidikan di Jakarta yang mengajar anak gelandangan di tempat ala kadarnya dapat menghasilkan output yang baik. Artinya, yang terpenting dari infrastruktur dan biaya adalah kualitas pendidik," kata dia.
Dalam pendidikan, ujar dia, yang terpenting adalah keteladanan, baik dari guru sampai pejabat. Pendidikan itu meniru sehingga muaranya adalah mendidik perilaku siswa.
Sementara itu, Ivan S. Bonang dari Komunitas Dongeng Dakocan menilai pendidikan tak semata diperoleh dari sekolah, justru di keluarga atau lingkungannya yang menjadi penyumbang cukup besar.
Anak pada masa pertumbuhan emasnya yakni usia 1—6 tahun harus mendapat pendidikan yang baik, dan itu sumbernya dari rumah atau lingkungan. "Jadi, peran orang tua dalam mendidik juga harus diperhatikan karena itulah fundamental pendidikan anak," kata Ivan. (MG1/MG4/S-2)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 3 Mei 2012
No comments:
Post a Comment