May 6, 2012

Merindukan "Bumi Lampung" Tanpa Kerusuhan (Lagi)

-- M. Tohamaksun

"Demimu Lampungku....., Padamu Bhaktiku....., Untuk Indonesiaku.....".

ITULAH antara lain kalimat yang sering kali dikemukakan oleh Gubernur Lampung Sjachroedin ZP kepada seluruh jajaran aparatur dan masyatakat di daerahnya, Lampung "Sai Bumi Ruwa Jurai".

Kalimat itu meski pendek tetapi penuh makna. Di sana antara lain Gubernur Sjachroedin ZP yang pernah menjadi Deputi Operasional (Deops) Kapolri itu memompa semangat seluruh lapisan masyarakat daerahnya bekerja keras bahu-membahu untuk membangun Lampung agar bisa mengejer ketertinggalan dari daerah lain.

Dalam memotivasi aparatur dan rakyatnya, Bang Oedin, demikian panggilan akrab Sjachroedin ZP, juga tidaklah muluk-muluk, yakni masing-masing agar cukup bekerja dengan baik sesuai tingkatan dan tugas pokok serta fungsinya di wilayah kerja masing-masing.

Gubernur yang kini memimpin Lampung untuk periode keduanya itu, misalnya mencontohkan, seorang kepala desa/lurah, tidak perlu berpikir terlalu tinggi ingin memajukan kecamatan, tetapi cukup bekerja keras dengan seluruh rakyanya untuk membangun dan memajukan desa/kelurahannya.

Begitu pula pada level camat dan bupati/wali kota. Para camat dan para bupati/wali kota bekerja keras membangun daerahnya.

Karena, pembangunan di provinsi, dan rakyat di suatu daerah akan maju dan makmur manakala pembangunan di kabupaten/kotanya maju.

Begitu pula kabupaten/kota akan maju jika pembangunan di kecamatannya berhasil, begitu seterusnya kecamatan akan berhasil dan maju jika pembanguan di desa/kelurahannya baik, seterusnya, negara pun maju jika masing-masing provinsinya berhasil baik.

Sebagai provinsi yang terletak di paling ujung selatan Pulau Sumatra, atau "Pintu Gerbang" keluar-masuk Pulau Sumatra dan Jawa, Lampung yang berpeduduk sekitar 7,5 juta jiwa memiliki 14 kabupaten/kota telah dan sedang terus berbenah di segala bidang, baik ekonomi, sosial budaya, politik, maupu Hankam.

Terkait dengan keamanan, kondisi aman, dan rasa aman di masyarakat, Komandan Korem (Danrem) 043/Garuda Hitam (Gatam) Lampung, Kol. Czi Amalsyah Tarmizi memiliki kiat-kiatnya.

Pada tempat-tempat strategis, seperti di dekat Markas Korem, pasar/pusat perbelanjaan, atau pusat kegiatan olahraga, terpasang spanduk dilengkapi gambar wajahnya, dengan kalimat antara lain "Damai Itu Indah", dan "Bersatu Kita Teguh".

Dari sana Danrem yang juga putra daerah asli Lampung itu selain terus melakukan pembinaan di jajaran Komando Distrik Militer (Kodim) di kabupaten/kota yang ada, juga mengajak seluruh lapisan masyarakat tentang perlunya menjaga keamanan dan ketertiban masyatakat Lampung melalui ruang publik.

Berkait dengan soal keamanan, kondisi aman dan rasa aman, Danrem Amalsyah tarmizi dalam suatu kesempatan silaturahim dengan keluarga besar Pers di Lampung, mengemukakan, ada perbedaan antara "Kondisi Aman" dan "Rasa Aman", meski dua-duanya sejatinya amat dibutuhkan.

Dia mencontohkan, untuk menciptakan kondisi aman, aparat keamanan bisa saja melakukan berbagai cara, namun belum tentu kondisi yang aman itu bisa membuat rasa aman dan nyaman di lapisan masyarakat.

"Misalnya kalau mau membuat sebuah pusat perbelanjaan atau mall kondisinya aman, bisa saja setiap hari kita tempatkan aparat yang berjaga dilengkapi senjata. Tapi kondisi itu belum tentu membuat masyaraKat --merasa aman--," katanya.

Terus terusik
Namun, dalam kurun dan selang tidak terlalu lama dalam beberapa bulan terakhir, Bumi Lampung seakan sedang mengalami "ujian dan cobaan" yang terus-menerus, yakni terjadinya rangkaian kerusuhan, baik yang merugikan material nilai miliaran rupiah sampai korban jiwa.

Kasus-kasus kerusuhan itu dengan waktu singkat pula mencuat ke permukaan, dan terekspos di media hingga ke tingkat nasional bahkan internasional, namun sangat disayangkan yang terekspos berkali-kali dan mencuat itu adalah citra yang buruk.

Peristiwa yang sebenarnya sangat tidak dikehendaki oleh seluruh masyarakat Lampung itu adalah kerusuhan di Mesuji, utamanya yang terkait denan sengketa lahan (Agraria) di Register-45, disusul pembakaran rumah warga satu kampung lebih dari 50 rumah hangus di Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan.

Belum lama lagi berselang, sudah disusul dengan pembakaran dan perobohan patung Zainal Abidin Pagaralam (ZAP), di Kalianda, ibu kota Kabupaten Lampung Selatan pada 30 April 2012.

Konon perusakan patung oleh para pengunjuk rasa yang menolak patung ZAP dan perubahan nama-nama jalan di Kota Kalianda, Lampung Selatan sekitar 60 Km dari Kota Bandarlampung itu menelan kerugian sampai Rp3,585 miliar.

Hal itu antara lain akibat rusaknya patung yang dibangun dengan dana APBD atas persetujuan DPRD Kabupaten Lampung Selatan senilai sekitar 1,7 miliar itu juga disertai dengan perusakan fasilitas-fasilitas umum, peralatan elektonik kantor, pot-pot taman, serta peralatan milik perkantoran Pemkab setempat lainnya.

Terkait dengan kerusuhan yang mengakiatkan puluhan rumah wara terbakar pada akhir Januari 2012, Bupati Lampung Selatan, Rycko Menoza SZP, mengatakan, pembangunan di daerahnya terhambat akibat konflik yang menimbulkan kerusakan puluhan rumah.

"Semestinya kita sudah memikirkan pembangunan jangka panjang, tapi dengan adanya peristiwa ini, anggaran kita mau tidak mau tersedot ke pembangunan rumah warga yang dirusak oleh warga sendiri," katanya.

Belum selesai penanganan kasus kerusuhan yang berakibat pada pembakaran rumah, serta pembakaran robohnya patung ZAP, sudah disusul lagi dengan unjuk rasa warga yang berujung pada terbakarnya kantor bupati Mesuji, sekitar 275 Km dari pusat Kota Bandarlampung Kamis (3/5/12) yang baru lalu.

Kantor Pemkab Mesuji itu dilaporkan diduga dibakar massa sebagai bentuk protes atas pencopotan Ismail Ishak sebagai Wakil Bupati Mesuji, meski kemudian pihak Ismail Ishak membantahnya.

"Kondisi Mesuji sekarang kembali mencekam, kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depan," kata salah satu warga Mesuji, Kurniawan (30).

Bupati Mesuji, Khamamik, yang baru dilantik bersama wakilnya, Ismail Ishak pada 13 April 2012, mengatakan, bayak kerugian yang diderita akibat pembakaran itu.

Meski belum disebutkan nilai total kerugian materal, namun banyak dokumen atau arsip penting pemerintah kabupaten yang ikut rusak/terbakar, di antaranya adalah dokumen penggunaan anggaran APBD kabupaten setempat Tahun Anggaran (TA) 2011.

Sebagai tindak lanjut kasus-kasus itu, berbagai upaya telah, sedang dan akan terus dilakukan. Jajaran Kepolisian Lampung terus mengusut pelaku kasus perobohan Patung Zainal Abidin Pagaralam dan kerusakan fasilitas umum di Lampung Selatan dan pembakaran kantor Bupati di Mesuji.

"Penyidikan kasus itu kami serahkan pada Polres Lampung Selatan, dalam hal ini Polda Lampung hanya membantu proses penyidikan untuk menangkap tersangka kerusakan di sana," kata Kabid Humas Polda Lampung, AKBP Sulistyaningsih.

Gubernur Lampung, Sjahroedin ZP, mengecam aksi pembakaran patung Zainal Abidin Pagar Alam di Lampung Selatan itu.

"Polisi perlu tegas terhadap demo anarkis, tangkap dan cari penggeraknya," kata Sjahcroedin ZP.

Menurut dia, pelaku harus diusut tuntas dan jangan sampai kejadian tersebut kembali terulang.

Yang jelas, kata Sjachroedin ZP, yang putra dari Zainal Abidin Pagaralam (Alm), mantan gubernur Lampung itu, pembangunan patung ZAP itu telah didasari keputusan dan persetujuan DPRD Lampung Selatan.

Kasus itu juga mengundang perhatian dan kepirhatinan pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.

Mendagri antara lain mengemukakan perlunya kontrol terhadap Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Pihaknya juga akan mengevaluasi apakah penggunaan APBD untuk pembangunan patung yang sudah disetujui DPRD Lampung Selatan, lalu memicu kerusuhan itu menyalahi aturan atau tidak.

Reaksi keras juga datang dari Menteri Koordinator Politik Hukum Dan Keamanan Djoko Suyanto atas pembakaran kantor Bupati Mesuji Lampung.

Djoko Suyanto minta aparat keamanan menangkap pembakar kantor bupai itu. "Seharusnya tidak boleh merusak fasilitas negara," katanya.

Rugikan Lampung

Terjadinya rentetan kerusuhan yang seakan sambung-menyambung itu tentu saja mendapat respon negatif dari sebagian besar masyarakat Lampung, termasuk kalangan dunia usaha.

Hal itu karena dalam kondisi normal saja Lampung masih sangat membutuhkan dana amat besar, baik melalui APBD maupun bantuan pemerintah pusat untuk membangun banyak sektor, namun fasilitas yang ada justru dirusak oknum karna emosi sesaat.

Banyak fasilias dan infrastruktur fisik di Lampung, baik fasilitas pendidikan, kesehatan, sosial/budaya, dan ekonomi khususnya jalan, jembatan, dan irigasi yang rusak parah dan perlu diperbaiki dengan dana yang besar, dan tidak mungkin mampu hanya mengandalkan dana APBD Provinsi Lampung.

Soal minimnya dana itu, bahkan sepatutnya semua elemen masyarakat Lampung, termasuk putra-putri terbaik Lampung yang sedang mengemban tugas di pusat (Jakarta) harus membantu kampung halamannya agar dana pusat bisa 'mengalir deras' ke Lampung.

Gubernur Lampung Sjachroedin ZP, mengatakan, salah satu masalah menonjol di Lampung pada tahun 2011 dan masih berlanjut di 2012 adalah masih adanya keluhan masyarakat terhadap kondisi jalan yang rusak, serta kebutuhan air bersih di perkotaan.

Pemerintah Provinsi Lampung menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Lampung karena belum mampu memperbaiki seluruh kerusakan jalan karena dana yang tersedia hanya sekitar 14,34 persen dari total kebutuhan ideal untuk perbaikan seluruh jalan, yaitu sebesar Rp3.105,29 miliar.

Panjang jalan nasional di Provinsi Lampung totalnya adalah 1.159,57 Km, kondisi jalan sampai dengan Bulan November 2011 sebesar 92,58 persen, dan tidak mantap 7,42 persen.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APIDO) Provinsi Lampung, Yusuf Kohar, mengatakan, terjadinya kerusuhan di Lampung, termasuk konflik lahan (Agraria) di Mesuji, sangat merugikan Lampung sendiri, terlebih lagi dalam dunia usaha.

"Banyak calon investor yang bertanya-tanya ke saya, apakah investasi di Lampung bisa dilanjutkan atau tidak," katanya.

Jika kondisi itu tidak segera diatasi, tidak menutup kemungkinan investor yang ada di Lampung akan hengkang ke daerah lain, begitu juga investor yang baru tidak jadi datang.

Pengusaha Lampung, J.Kasim, juga prihain atas sering terjadinya kerusuhan di Lampung, karena sangat tidak baik bagi iklim usaha.

"Ini terjadi antara lain karena ada pihak yang tidak sabar, emosi, dan setiap persoalan sebaiknya dikomuniksikan dan segera diselesaikan dengan baik. Boleh saja unjuk rasa, tapi jangan sampai merusak dan membakar seperti itu," katanya.

J.Kasim mengemukakan masih banyak peluang usaha pertanian dan perkebunan di Provinsi Lampung yang memilik prospek baik ke depan, namun membutuhkan kerja keras dan ketekunan baik dari pengusaha maupun petaninya serta dukungan pemerintah daerah.

Investora akan sangat tertarik menanamkan modalnya di suatu daerah jika iklim usahanya mendukung, keamanannya terjamin, infrastrukturnya tersedia, dan perizinannya tidak berbelit-belit. Terlepas apa pun masalahnya, siapa benar dan siapa yang salah, hendaknya rentetan kejadin "negatif" yang merusak citra Lampung itu harus segera diakhiri dan jangan sampai terulang "lagi".

Hukum harus ditegakkan, siapa yang salah dan melanggar hukum harus diproses sesuai ketentuan yang berlaku, sebaliknya semua lapisan masyarakat Lampung perlu melakukan mawas diri dan lebih berhati-hati agar hal serupa tidak terulang.

Akankah "Kondisi aman dan Rasa aman" untuk hidup sejahtera itu benar-benar bisa diraih dan kita nikmati bersama? Atau sebaliknya kondisi dan rasa aman itu sudah menjadi "barang langka" di Bumi Lampung tercinta ini? Jawabannya ada di kita, masyarakat Lampung sendiri.

Sumber: Antara, Minggu, 6 Mei 2012

No comments:

Post a Comment