September 8, 2012

Pentas Teater: Gegeroan, Sketsa Hidup yang Kian Melambat

BANDAR LAMPUNG—Orang-orang berkumpul kemudian bertengkar satu sama lain. Lalu, tiba-tiba terdengarlah kata-kata yang membuat suasana hening: "Dari dulu sampai sekarang cuma mengulang-ulang pertengkaran yang sama. Bukannya tambah baik malah makin menjauh."



TEKS DRAMATIK GEGEROAN. Kelompok Teater Kami menampilkan Teks Dramatik Gegeroan karya Harris Priadie Bah di Taman Budaya, Bandar Lampung, Jumat (7-9). Teks Dramatik Gegeroran menyoalkan masalah keretakan hubungan antarpersona individu dalam sebuah relasi. (LAMPUNG POST/MG3)

Begitulah pembuka lakon Gegeroan (memanggil-manggil dari jauh) dari yang dipentaskan Kelompok Teater Kami di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Lampung (TBL), Jumat (7-9) sore.

Gegeroan, sebuah karya impresif teks dramatik yang merupakan bagian akhir dari Bah Trilogi karya penulis sekaligus sutradara Harris Priadie Bah. Sebelumnya lakon Gegerungan (2009) dan Gegirangan (2011).

Lakon Gegeroan ini berkisah tentang keretakan antar persona dalam keluarga. Kisah pun dimulai. Seorang lelaki tua yang telah bercerai, Jean Marais, sedang duduk santai di kursi malasnya.

Tiba-tiba dia bangkit dari tempat duduknya, dan berjalan ke kanan dan ke kiri sambil menatap ke arah penonton. Dia pun mempersilakan penonton maju dan memberikan sesuatu kepada penonton. Penonton pun mengangguk dan Jean tertidur di lantai panggung, dan penonton pun menyambutnya dengan mencoret tubuh Jean dengan kapur.

Adegan kedua, sepasang suami-istri yang bertengkar. Pertengkaran semakin ngawur. Kata-kata yang dimuntahkan menjadi ngalor-ngidul, tak ada juntrungannya. Hingga pada ujung pertengkarannya, timbul untuk mengambil jalan masing-masing: bercerai.

Adegan selanjutnya, dua wanita penyuka sesama jenis menikmati kehidupan mereka dalam irama dugem yang menghentak-hentak.

Adegan baru lainnya, sepasang suami-istri tampak sedang berlatih yoga di rumahnya. Mereka membincangkan beragam yang berbuah pertengkaran. Pada puncaknya, putranya datang meledek dengan "wacana doang". Tawa pun pecah.

Adegan akhir, semua tokoh yang tampil di atas panggung ditampilkan kembali, tapi dengan sketsa yang merambat pelan. Ya, kehidupan mendadak melambat. Begitulah. (WANDI BARBOY/P)

Sumber: Lampung Post, Sabtu, 8 September 2012

No comments:

Post a Comment