January 12, 2014

[Fokus] Banjir, Lunturnya Budaya Gotong Royong

Oleh Meza Swastika

SUDAH dua pekan ini, Yamin (48), warga Jalan Ikan Kapasan, Way Lunik, Panjang, tak bisa tidur. Ia selalu waswas setiap hujan turun pada malam hari.

GOTONG ROYONG. Masyarakat Kota Bandar Lampung bahu-membahu saat
bencana terjadi di Wilayah Telukbetung, beberapa waktu lalu.
LAMPUNG POST/IKHSAN DWI NUR SATRIO
Ia selalu keluar rumah untuk berjaga. Ia khawatir, genangan air yang meluap dari aliran Way Lunik kembali meluap seperti tahun 2010 lalu. Saat itu rumahnya terendam hingga setinggi dadanya. Semua perabotan rumahnya rusak.


"Semua barang elektronik apalagi televisi rusak semua, enggak bisa dipakai lagi karena habis terendam," katanya mengenang.

Yamin kini mengeset semua peralatan elektronik diletakkan di tempat yang tinggi agar tak lagi repot jika banjir tiba-tiba datang. "Dua hari yang lalu, hujan dari pagi sampai sore, lantai rumah habis terendam air.”

Musim hujan yang terus terjadi kini mencapai puncaknya. Curah hujan sudah melebihi batas normal 400—500 milimeter, ancaman banjir dan tanah longsor menghantui wilayah Lampung.

Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Lampung Sugiono bahkan menyebut hingga Februari mendatang Lampung berada dalam puncak musim hujan. "Januari—Februari ini curah hujan diperkirakan lebih tinggi dari biasanya,” kata Sugiono.

Hal yang sama juga disampaikan Kepala Stasiun Klimatologi Lampung Goeroeh Tjiptanto yang menyebut puncak musim hujan ini intensitasnya diperkirakan mencapai 300—400 milimeter per bulannya.

Untuk wilayah di Bandar Lampung; Panjang, Kemiling, dan Kedaton diperkirakan akan mengalami curah hujan yang cukup tinggi. "Banjir paling mungkin terjadi di daerah permukiman padat dan daerah yang drainasenya tidak berfungsi dengan baik," ujarnya.

Buruknya perilaku masyarakat perkotaan terhadap budaya hidup bersih membuat musibah banjir pasti akan terjadi. Hendrawan, aktivis lingkungan hidup dari Walhi Lampung, menyebut setiap musim hujan beberapa wilayah di Bandar Lampung kerap menjadi langganan banjir karena banyak daerah-daerah hijau dan aliran sungai yang telah kehilangan fungsinya.

"Berkali-kali kami telah memberitahukan untuk mengantisipasi banjir dengan menjaga saluran air sungai dari perilaku masyarakat untuk tidak membuang sampah di aliran sungai, tapi tetap saja sampah terus menumpuk di sejumlah aliran sungai di Bandar Lampung,” kata Hendrawan.

Ia menyebut daerah aliran sungai yang kini telah kehilangan fungsi, seperti Way Lunik, Way Galih, Way Awi, Way Kunyit, dan Way Kedaton, sehingga ancaman banjir pasti terjadi di sepanjang aliran sungai.

Gotong Royong Luntur

Buruknya drainase juga membuat jalan-jalan protokol ikut tergenang. Karena itu, Hendrawan mengimbau masyarakat dan pemerintah untuk mulai tergerak menjaga saluran sungai dan menjaga drainase.

"Kalau dibiarkan terus-menerus seperti ini, bukan tak mungkin Bandar Lampung akan mengalami banjir musiman seperti di Jakarta,” ujarnya.
Muhamad Ikhsan gelar Raja Asal Marga yang juga wakil ketua MPAL Bandar Lampung menyebut budaya masyarakat untuk menjaga lingkungannya tetap bersih kini sudah mulai luntur.

Di tiap kampung, termasuk kampung yang dominan dengan masyarakat Lampung, tak ada lagi kegiatan bersih-bersih seperti yang dulu dilakukan orang Lampung.

"Dulu, jangankan sampah di jalan, di depan rumah saja jadi omongan orang, dibilang anak gadisnya pemalas. Tetapi sekarang, sampah segunung di depan rumah dibiarkan saja.” (M1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 12 Januari 2014

No comments:

Post a Comment