January 12, 2014

[Komunitas] Demi Lestarinya Silat Tradisional Lampung

Oleh Dian Wahyu Kusuma
   
Perguruan Persilatan Keratuan Lampung hadir bukan sekadar melatih kemampuan bela diri, melainkan ada keinginan besar untuk melestarikan kesenian daerah Sai Bumi Ruwa Jurai ini.

Toni M. Zakaria
BELASAN laki-laki tengah unjuk kebolehan di halaman rumah Jalan Indra Bangsawan No. 17, Rajabasa, Bandar Lampung. Mereka berseragam merah dengan lis kuning tapis emas pada lengan dan ujung pakaian.  Tidak ada yang menggunakan sabuk, kecuali seorang lelaki berambut gondrong dan berjenggot tipis.



Lelaki setengah baya bersabuk hitam inilah yang memberikan aba-aba kepada yang lainnya. “Hugh..” teriakan keras dan dalam kerap dilontarkan diiringi pergantian gerak silat dari murid-muridnya.

Di sini, banyak kalangan yang berlatih ilmu bela diri. Toni M. Zakaria mendirikan Perguruan Persilatan Seni Budaya Keratuan Lampung sejak 14 tahun lalu. Mantan preman ini memang sudah “berisi” sejak dulu. Dia berguru kepada banyak ahli silat dan ilmu kebatinan.

Silat Keratuan Lampung merupakan kombinasi jurus-jurus dan ilmu bela diri Banten, Sunda, dan Lampung.  "Beberapa kombinasi gerakan silat yang saya dapat dari keliling daerah, digabungkan menjadi satu, dipadukan," kata bapak dua anak ini, Senin (6/1).

Selain melatih seni olah tubuh, Toni juga mentransfer ilmu kebatinan kepada para muridnya. Tak heran, ratusan murid yang sudah  mentas mampu melakukan atraksi tahan bacok, membengkokkan besi, atau memakan api. Dia mengakui ada ritual khusus yang wajib dilakukan untuk mendapatkan kemampuan ini.

Menurut Toni, selain untuk melindungi diri, silat Keratuan Lampung ini juga kerap ditampilkan dalam atraksi seni budaya daerah menghibur masyarakat. “Kami pernah melakukan atraksi-atraksi ini di depan Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. saat perayaan Festival Krakatau tahun lalu di Kalianda,” ujarnya.

Belajar di perguruan ini tidak dipungut biaya sama sekali. Belasan remaja dan anak muda berlatih setiap malam selepas isya. Sementara puluhan orang dewasa berlatih pada malam hari sampai pukul 02.00 di dalam Terminal Rajabasa. Kemampuan bela diri juga dimanfaatkan sebagai lapangan pekerjaan.

Banyak lulusan Persilatan Keratuan menjadi pelatih, bahkan di usia yang masih dini, salah satunya anak Toni, Muhammad Siddiq Al-Maruf, yang masih duduk di bangku kelas VII SMP.  Anak sulungnya ini melatih para anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bandar Lampung. Banyak juga muridnya yang mengajar ilmu bela diri untuk satpam, petugas keamanan, dan karyawan. Dari sinilah, Toni mengumpulkan uang untuk biaya operasional pelatihan silat di perguruannya.

Penguasaannya pada jurus-jurus bela diri dari berbagai daerah memungkinkan Toni menggali bakat murid-muridnya. Bahkan, dia bisa menciptakan jurus baru untuk setiap murid yang memiliki kemampuan dan bakat berbeda. Kombinasi jurus ini merupakan hasil cipta sendiri.
Toni mengaku ada 35 jenis atraksi silat Keratuan Lampung, seperti berjalan di atas bara api, melemaskan pedang, menggoreng kerupuk dan ikan asin menggunakan tangan. "Bahan makanan yang digoreng itu bisa matang dan insya Allah tangannya tidak apa-apa,” kata lelaki bersuku Lampung Pubian ini.

Toni baru beberapa tahun menetap di rumah kontrakan di bilangan Rajabasa itu. Sebelumnya dia melatih dengan berkeliling daerah se-Lampung, pernah ke Kotaagung, Tanggamus, atau ke Pakuanratu. Nama Perguruan Silat Keratuan pun diciptakan sendiri oleh Toni.

Menurut dia, keratuan berarti kepemimpinan. Lewat perguruan silatnya ini dia ingin menciptakan banyak guru dan pelatih yang tidak sekadar menyimpan ilmu bela diri untuk diri sendiri, tapi juga melatih orang lain. Cita-cita besarnya ingin memperkenalkan silat tradisional Lampung sebagai kesenian daerah.  (M2)

dianwahyu@lampungpost.co.id

Sumber: Lampung Post, Minggu, 12 Januari 2014
 

No comments:

Post a Comment