May 30, 2009

Teater: Membangun Surga Kita Sendiri di Rumah

BANDAR LAMPUNG--"Kita bisa membangun surga kita sendiri di rumah," kata seorang aktor setelah hampir capai menunggu seumpama Godot. Harapan, cita-cita, mimpi, dan apa pun sebenarnya tak harus jauh-jauh dicari.



PUKAU PENONTON. Komunitas Berkat Yakin (Kober) memukau penonton dengan lakon Rumah dalam di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Lampung (TBL), Bandar Lampung, Jumat 27-5). Lakon ini sekaligus penutup pergelaran teater Kala Sumatera yang diselenggarakan Teater Satu Lampung bekerja sama dengan Hivos Belanda. (LAMPUNG POST/M. REZA)

Barangkali inilah yang hendak disampaikan Komunitas Berkat Yakin (Kober) yang mementaskan Rumah atawa Berkunjung ke Rumah Nenek dalam Pementasan Teater Kala Sumatera di gedung teater tertutup Taman Budaya Lampung (TBL), Jumat (29-5). Pentas ini sekaligus menutup pergelaran yang diadakan Teater Satu bekerja sama dengan Hivos.

Dahsyat! Meminjam ucapan seorang aktor dalam lakon, memang tidak berlebihan untuk menyebut pentas Kober ini. Ditulis keroyokan (tim Kober) dan disutradarai Ari Pahala Hutabarat, Kober mampu menyajikan pementasan yang hidup, meskipun terasa lambat.

Pada awal pentas penonton sudah dibuat terkesima gerakan aktor/aktris yang berlarian di atas panggung. Pengekspresian perasaan muram dan kebingungan dari masing-masing aktor/aktris patut diacungi jempol.

Set panggung yang minimalis membuat akting aktor/aktris terlihat menonjol, baik itu yang berperan sebagai latar ataupun yang berperan sebagai peran utama dari masing-masing adegan. Pergantian antaradegan pun berlangsung sangat mulus, seperti efek fadeout dalam film.

Rumah adalah sebuah lakon yang terdiri dari fragmen-fragmen yang menyoalkan tentang pulang dan pergi. Sebuah persoalan yang setiap hari kita alami dan diterima begitu saja. Seperti adegan pembuka dan penutupnya yang menggambarkan "kepergian dan kepulangan" tersebut.

Menonton lakon ini seperti membaca puisi. Dalam tiap-tiap adegan mengandung metafora tersendiri. "Seperti puisi. Abstrak. Tiap-tiap orang yang menonton dapat dengan bebas menafsirkannya, tergantung pengalamannya masing-masing," ujar Sitok Srengenge (Kurator Komunitas Salihara Jakarta) ketika ditemui seusai pentas. "Bisa menimbulkan perasaan utopis bagi yang mengalaminya, yaitu sesuatu yang tidak sia-sia jika dilakukan apabila diyakini, seperti agama contohnya."

Kekuatan kata-kata merupakan daya magis dari lakon Rumah ini. Seperti puisi, setiap gerakan dan kata-kata dari masing-masing aktor/aktris merupakan sesuatu yang berkesinambungan. Saling terikat antara yang satu dengan yang lain, tetapi juga dapat berdiri sendiri atau mempuyai makna sendiri tergantung cara pandang individu yang menontonnya. "Mungkin, bisa juga disebut Teater Puisi, di mana kata-kata adalah unsur yang sangat diperhatikan. Dan, oleh Teater Berkat Yakin dikemas dengan cemerlang," kata Sitok.

Ada yang menarik pada ending cerita saat seorang tokoh berkata, "Kita harus mencarinya, kalau tidak, kita akan kehilangan alasan untuk berjalan".

Artinya, apa pun yang akan kita lakukan harus diyakini dengan sebenar-benarnya agar tidak hilang arah dalam melakukan sesuatu karena dapat dipastikan, sesuatu itu akan selalu berhubungan dengan diri dan lingkungan sekitar kita.

Puluhan penonton yang didominasi anak sekolah memenuhi setiap kursi yang tersedia. Penutupan pentas teater se-Sumatera yang ditandai kesan salah satu pengamat, Ratna Riantiarno dari Teater Koma, Jakarta, dan sambutan penutup Pemimpin Umum Teater Satu Iswadi Pratama sebagai pemrakarsa pergelaran tersebut. n MG13/P-1

Sumber: Lampung Post, Sabtu, 30 Mei 2009

No comments:

Post a Comment