October 20, 2013

[Fokus]: Area Steril Bukit Sukamenanti

SEKELOMPOK orang berbadan besar, berkulit legam, dan berkacamata hitam itu terlihat berjaga-jaga di salah satu portal menuju Bukit Sukamenanti, Kedaton, pekan lalu. Padahal, ruas jalan yang dipasangi portal itu adalah jalan umum.

Bukit Sukamenanti
Dua di antara mereka setengah berlari mendatangi seorang pengendara sepeda motor yang celingak-celinguk dan berhenti sekitar 50 meter dari portal itu.


Salah seorang di antaranya terus mencecar pengendara sepeda motor itu dengan berbagai pertanyaan menyelidik. Tas pundak yang dikenakan pengendara sepeda motor itu pun sempat diraba-raba.

Entah apa yang mereka tanyakan kepada pengendara itu, tetapi tak lama saat pengendara itu melaju pelan, salah seorang di antaranya menendang ban belakang sepeda motor itu hingga nyaris jatuh.

Agus, bukan nama sebenarnya, salah satu warga di sana, menceritakan kelakuan para preman itu. Ia mengaku pernah melihat seorang pengendara sepeda motor ditampar karena berhenti di pintu portal. "Ya kayak gitu itu kerjaannya. Kalau ada motor atau orang yang berhenti di situ pasti didatangi terus ditanya-tanya, digeledah. Mereka takut kalau didatangi wartawan," ujar Agus.

Warga sekitar, menurutnya, sudah cukup resah. Tak hanya karena ulah mereka, tapi juga aktivitas penambangan batu di Bukit Sukamenanti itu membahayakan warga sekitar. "Kami takut longsor kayak di Bumiwaras kemarin.?

Sebagai warga yang sudah lama tinggal di lereng bukit itu, ia mengaku tak pernah dimintai tanda tangan sebagai salah satu syarat mendapatkan izin galian C. "Setahu saya, harus ada persetujuan warga di sini, tapi saya tak pernah tanda tangan apa-apa. Tahu-tahu, mobil truk sudah keluar masuk ngangkut batu fondasi.?

Ada sekitar delapan jalan yang diportal. Empat di antaranya adalah portal utama sebagai akses keluar masuk kendaraan berat mengangkut batu-batu fondasi dari Bukit Sukamenanti.

Sedang empat pintu lainnya adalah jalan selebar gang yang hanya bisa dilalui sepeda motor yang berbatasan langsung dengan permukiman warga. Tetapi tetap dijaga ketat oleh kawanan ini.

Selain mendapat gaji, para penjaga portal ini juga kerap menarik uang ?mel? dari sopir truk yang muat batu dari bukit ini untuk seseran mereka.

Dari salah satu jendela rumah penduduk dekat salah satu akses masuk menuju bukit itu, terlihat jelas aktivitas penambangan batu cadas milik salah seorang bos properti di Lampung.

"Kalau enggak salah nama perusahaannya Arya Mandala, punya Pak Gunawan Hendra. Tapi saya kurang jelas juga, karena jangankan bisa nanya-nanya, lewat depan portal saja sudah dipelototin. Padahal saya orang sini," kata Karim, bukan nama sebenarnya yang tinggal di Jalan Tupai, tak jauh dari bukit itu.

Bukit Sukamenanti adalah salah satu dari 32 bukit?klaim Walhi Lampung?yang fungsinya sebagai kawasan konservasi kian tergerus oleh kepentingan orang-orang yang tak peduli akan pentingnya kawasan tangkapan air.

Dewan Daerah Walhi Lampung Nopi Juansyah dan mantan Direktur Eksekutif Walhi Lampung Hendrawan serta Andi Jayanegara dari divisi kampanye Walhi Lampung, dalam diskusinya menyebutkan Kota Bandar Lampung memiliki 32 bukit yang kesemuanya memiliki fungsi konservasi dan kawasan hutan lindung.

Namun, anehnya dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1996 tentang Pengelolaan Lereng, Bukit, dan Gunung di Bandar Lampung serta revisi perda tersebut pada 2004 tentang rencana tata ruang Kota Bandar Lampung maupun SK Wali Kota Bandar Lampung Nomor 13 tahun 2009 menyebut Kota Bandar Lampung hanya memiliki 11 bukit sebagai kawasan konservasi. (M1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 20 Oktober 2013

No comments:

Post a Comment