February 25, 2014

Berburu Kamus Lampung Van Der Tuuk (Bagian 1)

Oleh Abdul Gafur


DIREKTUR Lampung Peduli Juperta Panji Utama mengisahkan perjuangan lembaganya mendatangkan kamus bahasa Lampung pertama karya H.N. Van der Tuuk hingga kembali keharibaan Sai Bumi Rua Jurai.

Pada pranala Wikipedia, Herman Neubronner Van der Tuuk lahir di Malaka, 24 Oktober 1824, dan meninggal di Surabaya, 17 Agustus 1894. Van der Tuuk adalah peletak dasar linguistika modern beberapa bahasa yang dituturkan di nusantara, seperti bahasa Melayu, Jawa, Sunda, Toba, Lampung, Kawi (Jawa Kuna), dan Bali. "Kami membutuhkan waktu empat bulan lebih untuk mendapatkan kamus kuno itu," ujarnya kemarin.

Ikhtiar untuk mendapatkan kamus Van der Tuuk oleh Lampung Peduli bermula pada September 2013. Tepatnya seusai menyaksikan film dokumenter Risalah Van Der Took karya Arman A.Z. dan kawan-kawan Dewan Kesenian Lampung (DKL).

"Usai menonton film itu saya tanya. Ini kamus mana barangnya. Mereka bilang belum ada yang pernah megang. Lha kok bisa. Ternyata masalahnya itu kamus katanya adanya di Belanda sana. Saya bilang. Hayo kita lihat ke sana langsung," kata Panji.

Saat itu pula Panji bersama rekan-rekan DKL memutuskan untuk menengok langsung keberadaan kamus yang katanya telah ada sejak 1820 itu. Mereka kemudian membentuk tim kecil berjumlah enam orang untuk berangkat ke Negeri Kincir Angin.

Upaya memastikan keberadaan kamus itu berada di tanah kompeni, tim kecil -- yang terdiri dari Arman AZ, Oyos Saroso HN, Dede Safara, Daniel H. Ganie, Irwan Wahyudi, dan Panji sendiri --- mencoba mencari informasi ke berbagai pihak, dalam dan luar negeri. Hingga akhirnya mereka mendapat kontak seorang Belanda bernama Kees Groeneboer. "Dari Kees kami mendapat kepastian keberadaan kamus Van Der Took di Belanda," ujar Panji.

Informasi Kees, kamus itu lebih kurang sudah 1,5 abad lebih bersemayam di Perpustakaan Leiden. "Upaya mengontak pihak Perpustakaan Leiden mulai kami lakukan," kata Panji.

Sekitar awal Oktober. Perpustakaan Leiden pun menjawab surat permohonan dari Lampung Peduli sebagai lembaga yang mendanai sekaligus mewakili enam orang itu. "Bulan Oktober kami sebenarnya sudah diundang dan ditunggu kedatangannya di sana. Tapi masya Allah biayanya bisa Rp30 juta per orang?"

"Upaya mencari donasi untuk membiayai keberangkatan tim ke Belanda tidak membuahkan hasil. Dana hanya cukup membiayai dua orang saja. Rencana keberangkatan ke Belanda dibatalkan," ujarnya lagi. (S2)

Sumber: Lampung Post, Selasa, 25 Februari 2014

No comments:

Post a Comment