February 28, 2014

Mendesak, Berdirinya FIB di Unila

Oleh Wandi Barboy Silaban

Pengembangan bahsa dan sastra Lampung harus didukung lembaga akademik jurusan pendidikan bahasa Lampung dan fakultas ilmu budaya.

KAMUS BAHASA LAMPUNG. Wakil Kedutaan Besar Belanda Kees Groeneboer
(kiri) menyampaikan pandangannya dalam diskusi Mengembalikan Harga
Diri Lampung, Kamus Bahasa Lampung Pertama karya H.N. van der Tuuk di
Hotel Emersia, Bandar Lampung, Kamis (27/2). Selain Kees, diskusi
yang dimoderatori Oyos Saroso H.N. itu menghadirkan budayawan Djadjat
Sudradjat sebagai narasumber. (LAMPUNG POST/IKHSAN DWI NUR SATRIO)
PENDIRIAN fakultas ilmu budaya (FIB), selain S-1 pendidikan Bahasa Lampung, di Universitas Lampung (Unila) mendesak, mengingat pengembangan bahasa dan sastra Lampung hanya dimungkinkan jika melibatkan ilmu budaya lainnya seperti sejarah dan antropologi.

Pemikiran tersebut berkembang dalam diskusi bertajuk Mengembalikan Harga Diri Lampung, terkait penyerahan secara simbolis kamus bahasa Lampung susunan H.N. Van der Tuuk dari Kedutaan Besar Belanda kepada masyarakat Lampung di Hotel Emersia, Bandar Lampunng, Kamis (27/2).

Penyerahan kamus tersebut dilakukan oleh Kees Groeneboer yang mewakili Kedutaan Besar Belanda kepada Juperta Panji Utama selaku direktur Lampung Peduli. Usai penyerahan, acara dilanjutkan dengan diskusi, menempatkan Kess yang juga penulis biografi Van der Tuuk dan Djadjat Sudradjat, budayawan dan penulis kolom di harian Lampung Post, sebagai pembicara.

Kees Groeneboer, yang juga akademisi bidang sastra dan linguistik, menyatakan persoalan kebahasaan tak bisa dipisahkan dari kebudayaan sehingga ide pembentukan fakultas ilmu budaya di tiap daerah di Indonesia, termasuk Lampung, sudah menjadi kebutuhan demi pengembangan bahasa di daerah masing-masing.

"Ini ide yang sangat menarik untuk direalisasikan karena bahasa Lampung bukan persoalan pendidikan bahasa saja. Perlu dipikirkan pengembangan sastra dan budaya Lampung secara utuh dengan melibatkan ilmu budaya lainnya, seperti sejarah, sastra, hingga antropologi," ujarnya.

Sebelumnya, Djadjat Sudradjat mengatakan hendaknya upaya merawat bahasa dan sastra Lampung tidak hanya cukup direalisasikan dengan pendirian S-1 bahasa Lampung, tetapi perlu langkah lebih serius dengan mendirikan fakultas ilmu budaya, yang di dalamnya terdapat jurusan sastra Lampung. "Hal ini perlu dilembaga secara akademis," ujarnya.

Dalam diskusi, Junaiyah H.M., linguis berdarah Lampung, menyambut baik datangnya salinan dokumen berharga karya Van der Tuuk itu. Namun, Junaiah mengingatkan kembalinya kamus itu tidak akan berarti apa-apa jika tidak dilanjutkan dengan kerja nyata, berupaya menyelamatkan dan mengembangkan bahasa Lampung.

"Penelitian lanjutan mengenai bahasa Lampung melalui kamus ini dapat dilakukan. Namun, kita pun perlu merealisasikan kembali berdirinya pendidikan bahasa Lampung di Universitas Lampung (Unila). Ini butuh komitmen kita semua. Lebih penting lagi komitmen pemerintah daerah," ujarnya.

Hal tersebut diamini akademisi Unila, Farida Ariani. Dosen Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Unila ini menekankan pentingnya peran dunia pendidikan dalam merawat dan mengembangkan bahasa Lampung ke depan.

"Untuk tahun ini berdirinya S-1 pendidikan Bahasa Lampung dapat diwujudkan. Tak ada lagi hambatan untuk itu. Yang penting ada komitmen dari pemerintah daerah," kata Farida. (S3)

Sumber: Lampung Post, Jumat, 28 Februari 2014






No comments:

Post a Comment