February 9, 2014

[Lentera] Novel Alam Indri Kurniati

Oleh Dian Wahyu Kusuma
 Indri Kurniati (Peringga Ancala)
Ia punya nama pena Peringga Ancala. Ketertarikannya kepada alam, pariwisata, dan budaya diwujudkan dengan karya novel-novel yang inspiratif.

PAUL. Lelaki 45 tahun asal Australia yang menyapu pantai di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, itu dikenal oleh Indri Kurniati melalui media massa.

Kisah heroiknya yang tak biasa mengundang Indri untuk menelisik lebih dalam tentang Paul. Dan, Paul kemudian menjadi inspirasi bagi Indri untuk menulis novel setebal 236 halaman.


Novelnya kemudian mendapat juara kedua pada Lomba Novel Tulis Nusantara Kemenparekraf 2013. Novel berjudul Penunggang Ombak Nemberala, yang menceritakan budaya dan wisata Pulau Rote itu menggerakkan para juri untuk memilihnya menjadi salah satu yang terbaik.

“Bule nyapu pantai kita. Saya jadi malu sebagai orang Indonesia. Di sana tanah-tanah dijual. Banyak orang Australia yang beli, pemda kita kecolongan,” kata wanita kelahiran Tanjungkarang, 1978 ini.

Mathew Kewa, blasteran Australia dan Rote, menjadi peran utama di novel Indri. Dia melihat banyak penduduk Pulau Rote yang menikah dengan warga Australia. Novel yang menceritakan keindahan pulau paling selatan Indonesia ini berhasil memikat juri karena diksinya tegas, sesuai dengan karakter penulis.

Sajian deskripsi novelnya detail tentang budaya di Rote. Tarian, objek wisata, dan petani rumput laut adalah objek yang paling banyak dieksplorasi. “Dengan menulis nusantara ini, jiwa nasionalis jadi kesenggol juga,” kata wanita yang memiliki nama pena Peringga Ancala, pekan lalu, di toko kebaya di bilangan Tanjungkarang Pusat yang ia kelola.

Soal nama pena, Indri menerangkan makna. Peringga berarti penjelajah. Sedangkan Ancala berarti alam dan gunung.

Indri memang menyukai alam. Sejak SMA ia mengikuti kegiatan di Pasmanda (Pecinta Alam SMA Negeri 2 Bandar Lampung). Sejak sekolah dasar ia juga sudah hobi membaca dan menulis.  
Indri menilai kalau tulisan di koran lebih pada surealisme.

Sedangkan Indri lebih tertarik pada tulisan etnografi tentang pariwisata, budaya, suku, dan keindahan alam. “Waktu nulis sudah dekat deadline, cari data untuk mengeksplorasi Pulau Rote, hanya 15 hari pengerjaannya,” kata Indri.

Menurut Indri, ada banyak informasi menarik tentang Pulau Rote yang tidak terekspos sempurna. Sebagai contoh, potensi olahraga air selancar atau surfing, Rote tak kalah dengan Bali atau Lombok.

“Kita kecolongan. Pulau Rote itu paling selatannya Indonesia, berbatasan dengan Australia. Hanya turis saja yang tahu,” kata wanita alumnus Manajemen Fakultas Ekonomi Unila ini.

Setelah menikah dan ikut suaminya, Doni Osmon, tinggal di Padang, jiwa petualangannya tetap terjaga. Di sana Indri ikut komunitas menulis. Tetangganya di Padang seperti sastrawan

Yusrizal K.W. dan Maya Lestari G.F. yang sudah banyak melahirkan karya buku. Dari situ Indri berinisiatif untuk membuat karya buku juga. “Tenyata ibu-ibu bisa juga menulis ya. Aku pengen ngenalin Rote supaya orang tahu," kata wanita yang sudah enam tahun di Padang ini.

Saat SMA, Indri juga mendapat juara I Lomba Cerpen Pelajar dan Mahasiswa Depdiknas Provinsi Lampung tahun 1994. Ia mengaku sejak mendapat apresiasi, semangat menulisnya menjadi lebih bergelora.

Pada 2004, Indri menjadi juara harapan lomba cerpen majalah Ummi dengan karya berjudul Senyum Lelakiku. Selanjutnya juara harapan lomba cerpen LMCPI majalah Annida tahun 2005 berjudul Suara dalam Botol. 

Bukan hanya menulis, Indri sudah pandai merancang busana kebaya sejak kecil. Ia megaku belajar secara autodidak. Ia juga meraih juara I lomba perancang mode Depparsenibud pada 1999.
Indri mengaku dulu ingin kuliah di jurusan desain pakaian. Saat itu belum ada jurusan desain di Lampung.


Karena tidak mendapat izin orang tuanya kuliah di Jawa, ia kuliah di Unila dengan mengambil jurusan manajemen. Tapi, nyatanya sekarang Indri bergelut didesain kebaya dan menulis.
Indri ingin anaknya tak mengalami hal yang sama sepertinya. Bagi Indri, Muhammad Osmon, anaknya, dibebaskannya untuk belajar apa saja sampai ia memiliki satu bidang yang ditekuninya. Harapannya, bila dewasa bisa menemukan passion dan kemandirian.    

Pada 2005, Indri menulis novel berjudul Amungme yang diterbitkan penerbit DAR!Mizan yang mengisahkan kehidupan suku pedalaman di Pegunungan Jayawijaya, Irian Jaya. (M1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 9 Februari 2014

No comments:

Post a Comment