January 18, 2010

Nelayan Gelar Ruwat Laut

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Nelayan di pesisir Bandar Lampung kembali melangsungkan ruwat laut atau ngelarung. Ngelarung adalah sebuah bentuk syukur kepada Tuhan atas berkah hasil laut yang melimpah. Upacara yang dilangsungkan tiap bulan Sura ini cukup meriah.

Puluhan kapal nelayan bergerak dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lempasing, Sabtu (16-1). Mereka menuju perairan Karang Ratu di Teluk Lampung, sekitar 20 kilometer dari TPI Lempasing. Sesaji yang menjadi alat persembahan dibawa Kapal Motor (KM) Doa Mama.

Sesaji yang akan dipersembahkan diletakkan dalam kapal mini yang sudah dihiasi dengan bendera merah putih. Sesaji terdiri dari makanan tujuh warna.

Seorang tokoh nelayan Warsid mengatakan nelayan sengaja mempersembahkan tujuh warna makanan. Ada kepercayaan Karang Ratu didiami "penunggu". Nelayan tidak mengetahui selera makan penunggu Karang Ratu sehingga perlu disediakan berbagai jenis makanan.

"Karang Ratu adalah tempat yang diyakini banyak ikan. Ikan dari Karang Ratu akan menyebar ke beberapa lokasi. Ikan biasa berkumpul di sana," kata Warsid.

Dibutuhkan waktu satu jam untuk mencapai Karang Ratu. Wali Kota Eddy Sutrisno naik dalam satu kapal dengan sesaji yang akan dilarung. Selama perjalanan, beberapa orang dan Wali Kota terus berdoa memohon keselamatan dan berkah.

Berkah

KM Doa Mama memimpin perjalanan menuju Karang Ratu. Puluhan kapal lain mengikuti di belakang. Saat sampai, sesaji pun siap dipersembahkan ke laut. Wali Kota menaburkan bunga ke laut. Kemudian kapal mini yang berisi sesaji dilemparkan.

Puluhan kapal nelayan memacu kecepatan untuk memperebutkan sesaji yang dibuang. Sebuah kapal berukuran sedang melesat menabrak kapal berisi sesaji, Beberapa awak kapal mengambil bagian-bagian kapal sesaji yang hancur. Beberapa awak kapal lain mengambil air laut di sekitar sesaji yang dipersembahkan.

Air laut pun disiramkan ke beberapa bagian kapal. Kapal Doa Mama berputar arah dan langsung meninggalkan Karang Ratu.

Menurut Warsid, nelayan mempercayai mengambil bagian dari sesaji dan air laut tempat sesaji dibuang bisa mendatangkan berkah. Beberapa nelayan menempelkan potongan sesaji di kapal. Bahkan ada yang menyimpan bagian sesaji dalam dompet. Bagian yang paling banyak diperebutkan adalah kain penutup kepala kerbau yang dipersembahkan di Karang Ratu.

Warsid mengatakan persembahan harus berupa kepala kerbau. Sebelumnya pernah dicoba dengan kepala sapi. Namun, persembahan ditolak. Kepala sapi pun kembali ke pantai. "Nelayan pun kembali mengantarkan kepala sapi, tapi tetap kembali ke pantai," kata dia.

Warsid mengungkapkan ngelarung selalu diadakan pada bulan Sura dalam kalender Islam. Ada sebuah keyakinan pada bulan ini ada yang sedang lapar-laparnya. Kalau di luar Sura sedang kenyang-kenyangnya.

"kalau dikasih pada waktu lapar, akan diterima," kata Warsid.

Ucapan Syukur

Ngelarung, kata Warsid, merupakan ungkapan syukur kapada Tuhan atas limpahan kekayaan laut. Nelayan tidak pernah mengeluarkan modal untuk memelihara ikan di laut. Ikan di laut tidak pernah habis. Nelayan hanya memerlukan jaring atau pancing untuk mendapatkan ikan. "Sudah seharusnya nelayan bersyukur atas karunia ikan di laut," ujarnya.

Ketua Himpunan Nelayan Indonesia (HNSI) Bandar Lampung Zainal Abidin mengatakan nelayan berharap hasil tangkapan ikan meningkat dengan diadakannya ngelarung. Ngelarung menjadi tradisi budaya yang masih terus dilestarikan oleh nelayan. n

Sumber: Lampung Post, Senin, 18 Januari 2010

1 comment:

  1. Sebagai pemeluk agama islam yang baik, sebaiknya kita memohon langsung kepada Allah SWT, agar kita jauh dari ke musryikan.....

    ReplyDelete