PENGGUNAAN bahasa Indonesia yang baik dan benar kini terasa seolah luntur oleh kiblat bahasa asing yang keberadaan dan penggunaannya seakan menjadi sebuah kebanggaan. Kalimat maupun istilah-istilah asing terdengar kian deras meluncur dari mulut-mulut generasi muda bangsa. Lebih marak, tulisan-tulisan dalam istilah asing terlihat seolah menjadi senjata mutakhir bagi banyak perusahaan dalam konteks menyebarluaskan produknya.
Lalu, jika hal ini terus berlanjut, bagaimana posisi bahasa Indonesia yang sejatinya adalah bahasa nasional pemersatu bangsa?
Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung M. Muis, mengatakan bahasa Indonesia harus menjadi yang pertama dan utama. Mengapa? Sebab, bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah kebanggaan dan idealnya harus terus dilestarikan dan dijaga keberadaannya. "Idealnya, harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar," kata Muis, Jumat (22-1).
Muis menyarankan agar semua pihak senantiasa dapat menghindari setiap penggunaan bahasa dengan istilah asing karena bagaimana pun juga bahasa Indonesia adalah yang lebih baik. Muis mengatakan kini sudah banyak masyarakat Indonesia--baik yang sifatnya personal maupun perusahaan--mulai menggunakan istilah asing. Hal tersebut, kata Muis, harus dihindari sebagai upaya untuk tetap menjunjung tinggi penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
"Jika masih ada bentuk Indonesia, tidak perlu memakai kata asing. Masing-masing itu sudah ada tempatnya," kata Muis.
Pemakaian istilah asing yang seakan lebih dijadikan idola, menurut Muis, disebabkan kebanyakan orang saat ini ingin menganggap dirinya pintar ataupun menjaga gengsi. Mayoritas orang-orang tersebut menganggap dengan menggunakan istilah asing akan terdengar lebih keren, bernilai tinggi, dan sebagainya. Padahal, kata Muis, anggapan seperti itu tidak sepenuhnya benar.
Muis mencontohkan ketika seseorang menggunakan istilah-istilah asing dalam setiap ucapannya, belum tentu orang lain akan mengerti dan memahami dengan jelas artinya. Muis bercerita, ia pernah mendengar ucapan dari salah seorang tokoh yang pada saat sedang pidato mengatakan "Tidak ada chemistry". Hal tersebut tentu sangat miris karena tidak semua orang mengerti dengan baik. "Seandainya dikatakan dengan menggunakan bahasa Indonesia, misalnya, 'tidak ada ketertarikan' atau 'tidak ada kecocokan', tentu akan lebih baik. Jika dalam konteks penggunaan di dunia internasional istilah asing mungkin sudah biasa. Tetapi, jika penggunaannya ada di Indonesia, tentu akan lebih baik dan bermakna jika menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar," ujar Muis.
Lalu, bagaimana penggunaan istilah-istilah asing yang digunakan dalam media massa seperti surat kabar?
Muis mengatakan hal tersebut sah-sah saja selama mengikuti padanan kata yang sesuai. Namun, akan menjadi lebih baik dan mempunyai makna yang jelas jika kata-kata yang disajikan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Apalagi, surat kabar merupakan bacaan yang banyak dilihat orang.
Menurut Muis, surat kabar yang menggunakan istilah-istilah asing mungkin telah menjadi kebiasaan penulisnya atau juga hanya sekadar ikut-ikutan. "Mungkin kata asing dianggap bergengsi, padahal tidak juga," kata Muis.
Saat ini memang banyak sekali surat kabar yang menggunakan istilah-istilah asing di dalam setiap rubrik tulisannya. Misalnya, kedaton square, sport style, showbiz, dan lain sebagainya. Menurut Muis, jika harus ada istilah asing, seyogianya bahasa Indonesia harus lebih didahulukan penempatannya, seperti menempatkannya di atas istilah asing.
Muis menambahkan untuk menggunakan bahasa-bahasa asing, siapa pun, apakah itu para pelaku bisnis, personal atau lain sebagainya, hendaknya dapat terlebih dahulu melakukan konsultasi dengan kantor bahasa yang ada di setiap daerah masing-masing sehingga penggunaannya tidak mengenyampingkan bahasa Indonesia. */M-1
Sumber: Lampung Post, Minggu, 24 Januari 2010
No comments:
Post a Comment