Tampang Belimbing, Kompas - Begitu pintu kandang terbuka, Jumat (22/1) pukul 14.30, Panti sempat 10 menit enggan keluar. Dia berdiri, sorot matanya tajam mengawasi sekeliling kandang besinya. Sejurus kemudian, Panti keluar dengan langkah gontai membawa badannya yang seberat sekitar 85 kilogram. Panti sempat membaui pintu kandang pasangannya, Buyung, sebelum berlari ke arah hutan.
Panti adalah harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), satunya lagi si Buyung yang secara resmi dilepasliarkan oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di area Tambling Wildlife National Conservation (TWNC) di Panimbangan, Kabupaten Lampung Barat, yang masuk kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Dalam dua tahun terakhir, Panti dan Buyung menambah koleksi harimau sumatera menjadi empat ekor setelah Juli 2008 dua ekor harimau bernama Agam dan Pangeran juga dilepasliarkan di habitat aslinya.
Direktur Taman Safari Indonesia Cisarua Tony Sumampau, Sabtu (23/1) pagi, mengabarkan, kedua harimau masih terpisah sekitar 500 meter. ”Keduanya dilepasliarkan dengan GPS Collar di leher. Kalung pendeteksi itu memungkinkan gerakan mereka terpantau,” kata Tony.
Dia mengakui, harimau memang lebih adaptif dalam habitat alaminya. Namun, habitat harus steril dari kehidupan manusia. Jangan sampai bertemu karena keduanya pasti saling bunuh.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, pelepasliaran harimau sumatera ke habitat aslinya merupakan peristiwa bersejarah di dunia. Tidak banyak negara masih memelihara harimau. Indonesia tercatat sebagai salah satu dari 13 negara yang masih memiliki harimau meski jumlahnya semakin menyusut.
Prestasi pelepasliaran ini akan menjadi isu penting penyelamatan harimau, yang akan dibawa ke pertemuan negara-negara yang masih memiliki harimau, akhir Februari 2010 di Thailand.
”Peristiwa ini menjadi tonggak pemerintah untuk penyelamatan kawasan hutan konservasi di Indonesia. Hutan konservasi kini tinggal 15 persen atau sekitar 25 juta hektar,” kata Zulkifli.
Menurut Kepala Balai Besar TNBBS Kurnia Rauf, TNBBS sejak Juli 2004 ditetapkan sebagai tapak warisan dunia, The Tropical Rainforest Haritage of Sumatera, oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO).
Kurnia mengatakan, kawasan TNBBS belum steril. Masih ada 170 keluarga yang tinggal di kawasan yang rawan konflik dengan mamalia besar. (WHO)
Sumber: Kompas, Rabu, 27 Januari 2010
No comments:
Post a Comment