Judul : Ka’bah Pusat Dunia, Sebuah Mukjizat Ilmiah
Penulis : Saad Muhamad Al-Marsafy
Penerjemah : Iwan Nurdaya-Djafar
Penerbit : llagaligo Publisher, Bandar Lampung
Cetakan : I, 2011
Tebal : xxiii + 113 Halaman
PADA awalnya karena kebutuhan untuk standardisasi pembagian zona waktu dan peredaran tanggal di seluruh dunia, delegasi dari berbagai negara mengadakan konferensi garis bujur internasional yang dilangsungkan di Washington D.C., yang berhasil menetapkan kota Greenwich sebagai pusat bumi dan ditetapkan terletak pada garis bujur nol derajat dan dijadikan referensi tempat-tempat lain untuk menentukan nilai letak geografisnya yang disetujui oleh 22 negara dari 25 negara peserta konferensi.
Dari hasil konferensi tersebut, praktis Garis Bujur Utama ditetapkan melintasi Greenwich sebagai "pusat waktu dan angkasa" dan rumah milenium baru sehingga dalam hal ini Greenwich Mean Time (GMT) adalah garis imajiner yang melintasi Greenwich dan tujuh kota lainnya dalam garis bujur ditetapkan sebagai garis bujur nol derajat dan dalam bola bumi dibagi menjadi 24 pembagian waktu dengan porsi perbedaan waktu 150/jam.
Namun dalam perkembangan peradaban modern ini, penetapan Greenwich sebagai pusat bumi mulai digugat dan dijustifikasi sebagai ketetapan yang tidak ilmiah berdasarkan observasi dan penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli, dalam hal ini seorang saintis Indonesia, Bambang E. Budhiyono, mengutarakan bahwa penetapan Greenwich sebagai pusat bumi tidak berdasarkan bukti ilmiah, tetapi hanya berdasarkan faktor "leluhur" dan "kebetulan".
Alasannya, ternyata penetapan Greenwich sebagai pusat bumi berikut sistem GMT-nya adalah karena faktor nenek moyang Tuan Charles F. Dowd, yang sebelum diangkut dengan kapal May Flower untuk dibuang ke Amerika ternyata berasal dari Kota Greenwich, dan kebetulan di kota itu terdapat sebuah observatorium yang tergolong penting di dunia.
Jika status Greenwich sebagai pusat bumi tidak berlandaskan dasar ilmiah, lalu di mana letak pusat bumi sebenarnya? Buku Ka'bah Pusat Dunia karya Saad Muhamad Al-Marsaafy ini menjawab, di sinilah kemudian mukjizat ilmiah membuktikan bahwa Kakbah merupakan pusat dunia. Pembuktian tersebut didapat setelah menggambar peta beserta semua benua di atasnya, Mekah ditemukan berada di tengah-tengah (pusat) bumi pada peta tersebut. Mekah adalah suatu pusat dari lingkaran yang menggabungkan semua benua.
Dalam suatu cara mengancam, daratan bumi rata dibagi keliling Mekah. Observasi tersebut diperkuat dengan kalkulasi-kalkulasi yang dibuat menggunakan komputer membuktikan fakta tersebut, proses tersebut muncul dengan hasil berikut: pertama, dunia lama dengan mengambil sembilan kota dan pulau untuk menjadi batas-batas dari dunia lama, jarak lengkung yang dihitung di antara Mekah dan masing-masing jaraknya adalah sekitar 8.039 km. Dengan pembuktian tersebut, berarti Mekah ada di pusat dari sebuah lingkaran yang menyentuh tepi-tepi dari tiga benua yang membentuk dunia lama.
Kedua, Dunia Baru, dengan perbandingan tiga lokasi, Kota Wellington di Selandia baru, Corn Horn (titik terjauh di Amerika Selatan), dan Alaska Utara (titik terjauh di Amerika Utara), jarak yang diukur adalah kira-kira 13.253 km yang mencapai titik-titik terjauh pada dunia baru dan ternyata Mekah memang ada di pusat dari suatu lingkaran yang melintasi batas-batas benua dari dunia baru. Sama halnya dengan dunia lama, lingkaran juga melintasi batas-batas timur dan barat dari kutub selatan.
Secara lebih gamblang buku ini memang menjelaskan semua fakta-fakta ilmiah dari hasil riset tokoh-tokoh ahli, disertai data-data mukjizat ilmiah dan gambaran-gambaran peta dunia baru yang menunjukkan dan dengan dalil Kakbah sebagai pusat bumi serta konsep tata waktu dan pembagian zona berdasarkan standardisasi kelimuan ilmiah dan konsep waktu syari.
Selain itu, dalam buku ini juga dilengkapi dengan wawasan sejarah dan kondisi Kakbah serta jazirah Arab pada umumnya ari aspek historis, geografis, dan kebudayaan sehingga buku ini sangat layak dikonsumsi oleh para praktisi dan saintis muslim, terutama yang bergelut dalam bidang geografi, astronomi, dan falak, serta masyarakat pada umumnya sebagai pengetahuan dunia baru yang lebih bernuansa ilmiah. n
M. Hadi Bashori, ahli falak di Pusat Layanan Falakiyah IAIN Walisongo Semarang.
Sumber: Lampung Post, Minggu, 18 Desember 2011
No comments:
Post a Comment