April 14, 2013

Feodalisme Modern, Wacana Kritis tentang Lampung dan Kelampungan

Udo Z. Karzi. Feodalisme Modern, Wacana Kritis tentang Lampung
dan Kelampungan
. Indepth Publishing, Bandar Lampung, April 2013.
ISBN: 9786021731475. xii + 144 hlm..
BUKU Feodalisme Modern: Wacana Kritis tentang Lampung dan Kelampungan ini lebih mirip catatan kaki dari karya Udo Z. Karzi terdahulu, Mak Dawah Mak Dibingi (kumpulan sajak, 2007) dan Mamak Kenut: Orang Lampung Punya Celoteh (2012).

Melalui buku ini Udo melancarkan kritik, tetapi sekaligus otokritik terhadap dirinya sendiri yang ulun Lampung. Sekalipun buku ini menghimpun 20 esai yang ditulis untuk media massa dalam rentang 2002-2011; benang merah dapat diambil dari esai-esai itu adalah betapa memprihatinkan bahasa-sastra-budaya Lampung saat ini.



Ruar biasa! Udo menggugat banyak hal. Bermain pencak silat dengan lincah.
(Oyos Saroso H.N., jurnalis-sastrawan, Bandar Lampung)

Feodalisme Modern yang ditulis oleh Udo Z. Karzi merupakan cibiran dan curhatan seorang pencinta dan pencari kelampungan yang resah. Semoga 'curhat' ini tidak hanya melokal, tetapi juga menasional. Buku ini dianjurkan bagi para pencinta dan pengamat Lampung yang 'kesal' kelampungannya dipolitisir.
(Imelda, Pusat Penelitain Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Jakarta)

Celoteh Udo melalui esei-eseinya dalam buku ini dapat dimanfaatkan sebagai senarai persoalan yang merundung budaya Lampung. Udo lumayan cerewet mempertanyakan apa yang sudah dianggap mapan dalam budaya Lampung, termasuk pemakaian huruf kh atau gh, sementara aksara kaganga mengenal huruf ra atau r. Mendiang Kuntowijoyo pernah mewanti-wanti ihwal dua hal yang menjadi seteru kebudayaan yaitu politisasi dan komersialisasi. Celakanya, hal itu justru terjadi sebagaimana direkam Udo dalam esai "Politisasi Masyarakat Adat Lampung" dan "Feodalisme Modern di Lampung."
(Iwan Nurdaya-Djafar, budayawan, Bandar Lampung)


Udo telah menulis. Dan sudah seharusnya saya mengapresiasi. Tulisan Udo kritis, gaya bahasa mengalir. Soal isi sudah tak perlu dikomentari lagi deh. Pokoknya cetar membahana.
(Febrie Hastianto, penulis, Tegal)

Wah, menarik ini, Udo, ihwal kelampungan (yang ngeri-ngeri sedap).
(Arman AZ, sastrawan, Bandar Lampung)

Udo Z. Karzi, wartawan-cum-sastrawan, tidak pernah berhenti bekerja dan tidak pernah putus pengharapan untuk kemajuan budaya Lampung. Tulisan-tulisan di buku ini sarat dengan buah pikir, kegelisahan, dan ekspresi kecintaan Udo terhadap budayanya. Buku yang selayaknya dimaknai dan dibincang semua pihak yang merasa bagian dari Lampung.
(Rilda A.Oe. Taneko, cerpenis, Lancaster, Inggris)

Tentang budaya Lampung (bahasa dan sastra Lampung ada di dalamnya, tentu) dan masyarakat Lampung, sesungguhnya saya lebih suka kalau Udo Z. Karzi tidak punya fakta pendukung untuk mengungkapkan keprihatinan lewat esai-esai kritisnya di buku ini. Kata lain, saya tidak berharap buku ini terbit karena saya lebih suka melihat Udo Z. Karzi berbahagia. Namun, adakah yang membahagiakan dari budaya Lampung saat ini? Adakah yang membahagiakan dari masyarakat Lampung dalam kaitannya dengan budaya daerahnya?
(Kuswinarto, sastrawan, Kediri, Jawa Timur)

Buku Udo yang berisi kegelisahannya dan juga kegelisahan penulis (sastrawan) Lampung ini sangat pas dibaca mereka yang peduli pada perkembangan bahasa, sastra, dan budaya Lampung dan PR yang harus segera dikerjakan petinggi-petinggi di tanah Lampung. Setelah ini, perlu langkah kongkret agar bahasa, sastra, budaya Lampung tak tenggelam di tanahnya sendiri..
(Tita Tjindarbumi, sastrawan, Surabaya)


Saya mengenal Udo hampir limabelas tahun yang lalu, saat sama-sama menjadi rekan kerja di surat kabar. Di sela kerja jurnalistik, ia masih menyempatkan diri berjibaku memajukan sastra Lampung. Dan, ia masih konsisten hingga kini. Banyak yang mencemaskan Lampung, banyak yang mengkhawatirkan Lampung. Tapi, sedikit yang 'bersuara' seperti Udo. Hebat banget, informatif sangat. Gila konsenmu. Salut. Bonne continuation, Udo!
(Rosita Sihombing, novelis, Paris, Perancis)

2 comments:

  1. Trims guai Udo.. ghadu peduli jama Lampung.
    ULUN LAMPUNG entah dari mana asal muasalnya. cerita sejarah yang telah berkembang masih simpang siur belum ada kepastian, banyak mereka-reka. Banyak orang telah menganggap pendapatnya benar tentang Lampung, tapi kenyataan CUMA CAWA GAWOH. Kita hidup di tanah yang namanya Lampung. Siapapun orangnya, bila sudah cari makan, Tinggal di Lampung, MISINGnya juga Lampung harusnya punya kepedulian untuk membangun Lampung. Bukan sebaliknya, hanya membicarakan orang Lampung saja. Ayo dong... cari jalan supaya Lampung berkembang, apa yang bisa kita perbuat untuk Lampung agar yang menjadi tujuan kita bersama Lampung menjadi TEMPAT kita yang damai, aman, Sejahtera hingga tujuan hidup kita terwujud.

    ReplyDelete