April 3, 2008

Bahasa Lampung: DKL Minta Gubernur Membuat Pergub

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Prihatin dengan bahasa Lampung yang hampir punah, Dewan Kesenian Lampung meminta Gubernur mengeluarkan peraturan gubernur tentang penggunaan bahasa daerah di kantor pemerintah dan swasta.

"DKL bersama Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) akan membuat draf masukan untuk peraturan gubernur (Pergub) mengenai penggunaan bahasa Lampung itu," kata Ketua DKL Syaiful Irba Tanpaka saat ditemui di kantor Gubernur Lampung, Rabu (2-4).

Penggunaan bahasa Lampung, menurut dia, harus dimulai sejak saat ini agar tidak punah, akibat semakin banyak budaya dan bahasa lain masuk ke sini. "MPAL sudah siap bersama kami membantu mencari masukan untuk pergub itu, harapannya segera disahkan aturan teknis penggunaan bahasa ibu itu," kata Syaiful.

Sebenarnya, pengembangan bahasa ibu dimulai dari pembiasaan di keluarga yang memiliki bahasa itu. Untuk bahasa Lampung mestinya harus dibiasakan pada keluarga etnis Lampung atau sesama etnis Lampung lainnya. Hal itu akan memancing ketertarikan warga Lampung dari etnis lain mengikutinya dengan berbahasa Lampung juga. "Justru sangat ironis jika keluarga dari etnis Lampung tidak membiasakan berkomunikasi menggunakan bahasa ibunya di dalam keluarga. Padahal, daerah Lampung mempunyai ciri tersendiri dengan bahasanya dan masuk dalam perbendaharaan bahasa daerah di Indonesia," kata Syaiful.

Untuk mendorong itu, DKL sudah menggelar berbagai ajang yang mengangkat pembudayaan bahasa Lampung. Mulai dari kongres bahasa, berbalas pantun atau pantun setimbalan dan lainnya, tanpa terkendala dengan adanya dua dialek dalam bahasa Lampung.

Dari masing-masing dialek si pengucap mengerti dan saling bersahutan pantunnya. "Juga dalam waktu dekat saya akan menggarap film berbahasa Lampung dengan tema membudayakan bahasa Lampung. Judulnya Makkung Sayuk, kemungkinan awal Mei sudah bisa diluncurkan," kata dia.

Syaiful menjelaskan film Makkung Sayuk yang berarti belum terlambat itu dibuat berdurasi 7--10 menit. Film pendek menceritakan seorang penyimbang atau tokoh adat yang merasa galau melihat perkembangan bahasa Lampung.

Generasi muda baik di sekolah maupun tempat umum tidak menggunakan bahasa ibunya, yakni bahasa Lampung. Begitu dia pulang ke rumahnya, ternyata sang istri pun tidak berbahasa Lampung dengan anaknya. "Barulah dia berpikir untuk mengajak semua berbahasa Lampung sebab belum terlambat. Mak ganta, kapan lagi, mak ram sapa lagi (tidak sekarang kapan lagi, tidak kita siapa lagi)," ujar dia. n AAN/K-1

Sumber: Lampung Post, Kamis, 3 April 2008

No comments:

Post a Comment