April 13, 2008

Pergelaran Seni Budaya Lampung 2008: Seremoni Budaya tanpa Penjiwaan Seni

JUMAT (4-4), Lapangan Parkir Gedung Saburai Bandar Lampung tampak meriah. Aneka grup kesenian seolah berebut penonton. Dan, hajat bertajuk Pagelaran Seni Budaya Lampung dalam rangka HUT Provinsi Lampung ke-44 itu menyelesaikan tugasnya; sekadar tampil.

Parade kesenian dari kabupaten dan kota yang ditumplek di satu lokasi itu benar-benar tontonan. Semuanya tampil tak berbeda dengan penampilan yang diberikan dalam setiap event yang digelar pemerintah, baik itu dalam rangka Festival Krakatau, Begawi Kota Bandar Lampung, ataupun kegiatan seni budaya lainnya.

Satu yang membuat suasana berbeda. Yakni, seluruh penampil mengenakan tuping (topeng) sekura, sebuah tradisi dari Lampung Barat. Ini menjadi tema dan mendominasi. Namun, dominasi ini seolah menjadi upaya Melampung Baratkan Lampung.

Pemaksaan tema ini membuat ciri Lampung yang heterogen menjadi tenggelam dalam homogenitas. Ini juga membangun kesan monoton, meskipun gerak dan pakaian yang dikenakan berbeda.

Kota Metro yang mengusung tema Metro Bersih, para penari Tuping yang ada menggenakan pakaian kebersihan lengkap dengan sapu sebagai alat kebersihan. Begitu juga dengan mobil hias milik kota Metro yang menggambarkan tugu Adipura hasil kerja sama seluruh masyarakat kota Metro dalam menjaga kebersihan. Begitu juga dengan daerah lainnya.

Terkecuali memang ada satu tema besar yang diusung dalam kegiatan ini. Misalnya sengaja mengangkat satu seni budaya yang khas yang ada di Lampung untuk diangkat setiap tahunnya dalam penyelenggaraan HUT Provinsi Lampung, dan untuk tahun ini tarian Tuping yang terpilih. Makanya Tuping menjadi satu roh dalam sleuruh penampilan setiap peserta. Tapi ini tidak terjadi. Ataupun kalau memang begitu, ini yang tidak tersosialisasikan.

Meskipun Koordinator Seni Tuping dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung, Yusuf Rusman mengatakan tari Tuping yang diusung masing-masing daerah kabupaten dan kota memiliki karakter dan tema yang berlainan sesuai dengan ciri daerah tersebut. Tuping ini menurut dia, menggambarkan menggambarkan berbagai karakter manusia.

Begitu juga dengan parade kesenian dari masyarakat Lampung yang berasal dari luar daerah yang selalu ditampilkan. Meski tujuannya melakukan akulturasi budaya yang ada, hendaknya kegiatan kesenian ini tidak menjadi suatu suguhan yang utama. Karena apa pun yang ditampilkan tetap kalah dengan kesenian asli yang ada di daerahnya. Misalnya, wisatawan ingin menyaksikan tambur minang, mereka akan lebih memilih menyaksikannya di Sumatera Barat, atau juga kesenian kuda lumping, reog ponorogo, barongsai, serta kesenian daerah lainnya. Sebagai penampil penyerta mungkin bisa dilakukan, tapi untuk kegiatan utama, tentu saja mesti disuguhkan yang menjadi khas dari Lampung. Selain itu juga, ada satu kelemahan yang amat terasa dalam penyelenggaraan kegiatan ini serta kegiatan ajang budaya yang ada di Lampung, yakni hanya sekadar menjadi kegiatan seremoni semata-mata. Kegiatan ini hanya digelar untuk menghibur para pejabat serta undangan yang tampil. Tanpa memedulikan apakah masyarakat turut terlibat berpartisipasi ataupun menjadi satu macam kegiatan yang dinanti oleh masyarakat. Sehingga yang terlihat penonton yang menyaksikan adalah para pejabat, undangan, serta masyarakat sekitar tempat penyelenggaraan acara saja. Padahal seharusnya kegiatan ini akan dimeriahkan oleh duyunan masyarakat dari berbagai pelosok yang ingin menyaksikannya. Tapi ini sama sekali tidak terjadi.

Pengamat budaya dari Jung Foundation, Christian Heru, mengatakan penyelenggaraan event kebudayaan yang ada di Lampung selama ini sekaan-akan tidak menyertakan masyarakat. Ajang dan kegiatan yang diambil bukan berasal dari satu budaya yang ada di masyarakat dan rutin digelar agendanya, tapi hanya sebatas seremoni dan menjalankan kegiatan yang sudah diagendakan pemerintah.

"Kesannya selama ini nggak ada gereget bahkan masyarakat kesannya adem-ayem saja. Bahkan yang terlihat hanya kegiatan seremonial. Berbeda halnya dengan kegiatan Sekaten di Yogyakarta yang begitu ditunggu masyarakat. Karena ada satu macam ikatan yang kuat dari masyarakat Yogya, sehingga akhirnya dikenal masyarakat luas dan menjadi suatu yang khas," kata Heru.

Dan dia melihat tidak ada sama sekali terlihat suatu yang khas yang ditawarkan dalam setiap event kebudayaan yang ada di Lampung. "Semuanya sama, tidak berbeda."

Tentu saja ini mesti menjadi perhatian pemerintah daerah, tidak hanya Dinas Pariwisata dan Kebuadayaan semata-mata, tapi juga menjadi pekerjaan rumah seluruh pihak. Apalagi di tahun ini, beberapa core event yang ada di Lampung masuk menjadi agenda nasional dalam rangka Visit Indonesia Year 2008 yakni FK, Festival Teluk Stabas, Festival Way Kambas, dan Begawi Kota Bandar Lampung. Hendaknya ada kekhasan seni budaya yang ditawarkan, tidak hanya sekedar seremonial semata-mata.

Sebab, menurut Wakil Gubernur Lampung Syamsurya Ryacudu saat memberikan sambutan dalam kegiatan tersebut, melestarikan seni budaya Lampung menjadi satu persoalan yang penting terutama dalam rangka menyambut Tahun Kunjungan Wisata Lampung 2009 yang akan datang.

Dia mengatakan persolan pelestarian kebudayaan akan sangat erat hubungannya dengan penyelenggaraan aktivitas kebudayaan. "Kegiatan kebudayaan menjadi sangat penting dalam rangka melakukan promosi budaya dan juga pariwisata yang ada di Lampung kepada masyarakat luas, wisatawan, dan juga dunia usaha," kata Syamsurya.

Untuk itulah, dia mengharapkan adanya penumbuhan nilai-nilai kelokalan khas Lampung sehingga menarik bagi siapa pun yang hadir. "Karena itu, kegiatan ini merupakan satu kegiatan positif dalam mengapresiasikan budaya Lampung."

Hal senada juga dikemukakan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Lampung Tibrizi Asmarantaka, kegiatan pagelaran diadakan sebagai ajang penyaluran bakat menyatukan budaya Lampung sebagai tuan rumah di Provinsi Lampung. "Selain itu juga sebagai acara silaturahmi antarbudaya berbeda di Provinsi Lampung. Dan juga sebagai sarana promosi dan menyukseskan Program Visit Lampung Year 2009," ujar Tibrizi.

Visit Lampung Year 2009

Penyelenggaraan kegiatan parade budaya tersebut, selain digelar dalam rangka HUT ke-44 Provinsi Lampung juga sebagai momentum pencanganan logo dan moto penyelenggaraan Visit Lampung 2009 yang telah dicanangkan Gubernur Lampung sejak FK tahun 2007 yang lalu.

Namun ada beberapa catatan yang sangat mengganggu berkaitan dengan logo dan moto yang ditetapkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Lampung. Misalnya untuk logo, tidak lagi digunakannya gajah yang sudah menjadi ikon Lampung selama ini. Konon menurut sumber yang ada bahwa tidak dipilihnya gajah karena binatang tersebut sudah identik dengan negara Thailand. Makanya yang akan coba dikedepankan adalah rhino atau badak sumatera.

Padahal untuk menjadikan gajah sebagai ikon dari Lampung membutuhkan

waktu yang tak sebentar. Selain itu juga Thailand identik dengan gajah putih karena binatang ini dianggap suci. Jadi bukan pada keseluruhan binatang gajahnya tapi pada sosok gajah putihnya.

Begitu juga dengan moto yang dijual yakni menjadikan Lampung sebagai your second home. Menurut Fransisca, warga Bandar Lampung yang baru saja pulang dari Kuala Lumpur, moto tersebut sudah digunakan Malaysia dalam rangka kunjungan wisata ke negaranya.

"Bahkan moto itu sangat terpampang jelas dan besar di Bandara Internasional Kuala Lumpur yakni Your Second Home. Moto ini digunakan sebagai pengganti moto Malaysia terdahulu The Trully Asia," kata Fransisca.

Karena itu, dia sangat menyesalkan bila moto tersebut yang digunakan Lampung dalam rangka tahun kunjungan wisata. "Terlebih lagi katanya ini dibuat oleh para konsultan. Tapi kok bisa luput begitu saja. Jadinya ini terkesannya mengekor. Makanya moto ini mesti diganti dengan yang lebih menunjukkan kelokalan dan ciri khas Lampung yang dijual. Misalnya Yogya Never Ending Asia, atau lainnya."

Sedangkan Kuasa Usaha at Interim KBRI Kuala Lumpur, Tatang B. Razak pernah mengemukakan dengan moto Malaysia Trully Asia telah berhasil menarik wisatawan asal Indonesia setiap tahunnya sebanyak dua juta orang.

"Selain itu juga, infrastruktur wisata yang ada di Malaysia sudah siap 10 tahun sebelum pencanangannya. Bahkan dana yang dihabiskan untuk promosi ratusan miliar rupiah."

Sementara untuk Lampung menjadi satu pertanyaan tersendiri? Bukan hanya berkaitan dengan kesiapan infrastruktur wisata yang ada di sini, tapi juga kesiapan dari berbagai sektor penunjang lainnya. Sehingga jangan sampai Lampung hanya mengikuti apa yang dilakukan Sumatera Selatan dengan tahun kunjungan wisata 2008 saat ini. Sumatera Selatan memiliki Tantowi dan Helmi Yahya yang bisa menarik banyak pihak bahkan memboyong artis untuk menggelar acara di Palembang guna berpromosi. Sedangkan Lampung punya siapa? Masyarakat Lampung yang sukses di luar akan kembali ke Lampung hanya untuk ikut pilkada ataupun ketika berpulang ingin dikebumikan di tempat asal. Semoga saja anggapan tersebut tak terbukti. Sehingga Lampung bukan sekadar latah. n TEGUH PRESETYO/S-1

Sumber: Lampung Post, Minggu, 13 April 2008

1 comment:

  1. Artikel di blog Anda bagus-bagus. Agar lebih bermanfaat lagi, Anda bisa lebih mempromosikan dan mempopulerkan artikel Anda di infoGue.com ke semua pembaca di seluruh Indonesia. Telah tersedia plugin / widget kirim artikel & vote yang ter-integrasi dengan instalasi mudah & singkat. Salam Blogger!
    http://infogue.com
    http://infogue.com/seni_budaya/pergelaran_seni_budaya_lampung_2008_seremoni_budaya_tanpa_penjiwaan_seni/

    ReplyDelete