BANDAR LAMPUNG (Lampost): Jalur indie kini menjadi pilihan berekspresi dan pentas mengibarkan panji musik. Namun, idealisme itu masih dibayangi budaya arus utama.
JALUR ‘INDIE’. Sejumlah musisi band indie meneriakkan ekspresi kebebasan usai mengisi acara di Cafe Babe, Bandar Lampung, Jumat (11-2) malam. Jalur ini bukan kelas dua, tapi sebagai pilihan untuk bebas berekspresi dan tidak bergantung pada perusahaan rekaman musik. (LAMPUNG POST/IKHSAN)
Geliat musik indie di Bumi Ruwa Jurai yang bergema sejak 2005, mengantarkan sejumlah nama ke pentas nasional. Sebut saja, Kangen Band dan Hijau Daun. Kini, Lampung tak lagi dicap sebagai gudang musik kampung.
Sekumpulan anak muda Lampung yang mengusung jalur indie juga tinggal menunggu waktu berkibar di pentas nasional, seperti Apolo Band, StereoKim, Tanya Band, The Pencil Band, The Krotjo, dan Olive Band. Aliran musik yang dipilih mulai pop country, pop alternatif, power pop, hingga jazz.
Menurut pemain bas Olive Band, Heri, Lampung memiliki potensi band yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Grup musik beraliran power pop yang digawangi Elly pada vokal, Oky (gitar), Heri (bas), dan Joy (drum) ini dua kali menjadi finalis A Mild Contest Regional Lampung-Palembang dan menjadi finalis LA Lighht Regional Jakarta. "Kami menciptakan 30 lagu," kata Heri di Kafe Babe Way Halim, Bandar Lampung, Jumat (11-2) malam.
Band indie lainnya, The Krotjo, tidak kalah berprestasi. Band yang digawangi Reno pada vokal dan lead guitar, Rio (rhythm), Aulia (drum), dan Andre (bas) ini pernah masuk 10 besar Remz Produkction, 10 besar Sumatera XL Indispired, dan Best Guitar Country Sound of Adventure. "Lagu kami ada di album kompilasi dan RBT dari 10 band se-Sumatera," kata Reno.
Band yang didirikan pada 4 Mei 2007 ini bermula dari nol. Mengawali karier dengan kemampuan minim, membawa The Krotjo menjadi salah satu band indie Lampung yang disegani. "Intinya, jangan malu mengekspresikan aksimu," kata Aulia, cewek drumer The Krotjo.
Umumnya, band indie terbentuk karena kesamaan hobi bermusik. Pop Garden, pendatang baru yang digawangi Saskia pada vokal, Andi (gitar) Boim (drum), Arif (keyboard) dan Wisnu (bas), misalnya, terbentuk dari hobi para personel. Meskipun tidak menampik tujuan utama mendapatkan penghasilan dan popularitas di bidang musik, mayoritas band indie Lampung berorientasi pada pengembangan bakat dan menyalurkan hobi bermusik.
"Tampilkan dulu yang terbaik, baru berpikir penghasilan. Kami bangga bisa menghibur masyarakat Lampung," kata Andi, gitaris Pop Garden.
Pilih Jalur ‘Indie’
Mengusung idealisme bermusik di jalur indie bukan dominasi para pemula. Lepas dari label besar, juga menjadi tren band arus utama sekelas Kla Project. Pentolan Kla Project, Katon Bagaskara, mengaku memilih jalur indie demi kebebasan bermusik.
"KLa kembali ke indie. Masih banyak yang menganggap indie adalah pelarian atau kelas dua. Bagi kami, ini jalan alternatif. Lewat indie, kami menemukan kebebasan bermusik," kata Adi, personel Kla, pada persiapan konser Exellentia di Hotel Novotel, Bandar Lampung, Jumat (11-2).
Katon mengatakan banyak perbedaan di bawah perusahaan label. Indie menurutnya adalah jalan kebebasan. Musisi sebagai seniman memiliki kebebasan berkarya. "Biarlah karya seni menjadi seni itu sendiri," kata Katon.
Menurut dia, kontrak dan perjanjian dengan major label tidak pernah bisa memberi keuntungan yang adil antara perusahaan rekaman dan musisi. Major label tidak pernah berpikir perkembangan band di bawah naungannya.
Mereka berinvestasi selama musik yang dimainkan diterima pasar. Jika tak berpoduktif, akan ditinggalkan. "Sampai kapan pun musisi dalam posisi yang diirugikan," kata Katon. (MG18/MG14/R-3)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 13 Februari 2011
No comments:
Post a Comment